Rindu,,,
Izinkan ku menggaris gelap dari kejauhan. Mengukur rindu dari penyesalan, bersama angan dalam kesendirian...
Andai ada malam yang tak pernah larut, ada air yang tak pernah surut, ada hati yang tak pernah kelut...
Akan ku beri tahu, bahwa rindu bukan Matematika yang butuh rumus. Bukan penyakit yang menularkan virus, dan bukan kata asing yang memerlukan kamus...
Baiklah, sekarang biarkan ku merangkak melampaui garis taqdir, agar ku tau seberapa dalam rasa sakit yang hadir. Biarkan ku berteriak tanpa jeda, agar ku tau seberapa dalam luka lama...
Senja_Lfian.
Kira-kira seperti itu lah untaian kata yang dituliskan laki-laki itu dalam lembaran diary biru seorang Alzhea.
"Lah,, kok curhat didalam diary gue?" Tanya nya.
Gadis itu benar-benar heran akan tingkah cowok yang berada disamping nya. Mulai dari Alfian yang mendatangi rumah nya tanpa basa-basi, hingga sekarang diary kesayangan nya yang ditumpangi tulisan Alfian.
"Belum ada yang berani numpang di diary gue. " Timpalnya lagi.kesal? Mungkin iya, tapi dia lebih kesal lagi saat laki-laki itu hanya bisa bungkam. Tanpa berniat untuk menjawab pertanyaan nya.
Alfian pov.
Lucu,,,
Yang hanya itu lah kata yang tepat untuk mendeskripsikan raut wajah seorang Alzhea Naqueenza Altha saat ini.Bukan wajah datar lagi, melainkan adalah wajah yang sangat menggemaskan.
Aku tau mungkin dia kesal karena aku yang memaksa untuk datang ke rumahnya, ya,, sekarang aku sedang berada di bagian ruang tamu nya, dan setelah itu tanpa permisi mencoret, eh ralat, menulis diary kesayangan nya.
Bisa kah kalian bayangkan, bagaimana bisa seorang es batu dapat mencair didalam kulkas?
Menurut author nya, bisa jadi kalau listriknya lagi padam.
"Belum ada yang berani numpang di diary gue. " Katanya yang membuat tingkat kegemasan menaik 1km.
"Karena nggak ada yang berani. Makanya aku yang pertama kalinya." Jawabku cengingiran.
Dia hanya memasang ekspresi andalannya, ya apalgi kalau bukan tampang dingunnya.
Ceklek...
Tiba-tiba saja salah pintu ruangan rumah Zhea terbuka, yang menampilkan wanita separuh baya dengan wajah natural yang membuat tidak kalah saing dengan usianya.
"Eh, ada tamu? " Tanya nya, seketika melihat kearah ku dan Alzhea yang Zhea yang masih berada di mode jengkelnya.
"Mama." Kata perempuan itu lirih. Lalu dengan perlahan wanita itu mendekat kearah kami.
"Ngapain manyun gitu? " Tanya nya kembali sambil mengelus kepala putri semata wayang nya penuh kasih sayang.
Sungguh diluar dugaan ku, tenyata gadis itu manja juga.
"Eh, ini siapa? " Kali ini pertanyaan itu tertuju kearahku. Aku hanya tersenyum ramah sambil memperhatikan interaksi anak dan ibu itu.
"Saya Alfian, tan. Temannya Zhea. "
Intro ku.
"Yakin nih cuma temen? " Goda mama nya Zhea. Oalah,,, calon mertua bisa aja goda mantunya. Ups, calon maksud nya.
Aku hanya mengangguk kikuk didepan tante Shila. Sambil tersenyum samar kearah Zhea yang masih dalam pelukan hangat mamahnya. Serindu itukah mereka?
Kayak udah lama nggak ketemu aja.
"I_iya tante. "
"Santai aja, tante juga pernah muda. Tapi nggak dingin kayak Zhea. " Sindir wanita itu dengan senyuman yang tak pernah lepas dari bibir nya.
Tidak ada yang akan menyangka jika dua darah daging ini, memiliki sifat dan sikap yang bertolak belakang.
"Hey sayang, lepas dulu. Nggak malu apa sama calon mantu mama? " Astaga, nggak salah dengar nih di akuin secara langsung.
Perlahan Zhea mulai melepas pelukan nya, dan menatap ku intens. Malu? Ku rasa itu bukan Zhea. Malahan dia menatapku tajam.
"Nggak boleh galak gitu. " Bukan Zhea, tapi adalah mamanya yang kini sedang mengikuti arah pandang putrinya. Kepada siapa lagi coba kalau bukan kearahku.
"Oh iya Al, kemaren tante denger, ada anak SMA seberang yang meninggal gara-gara tawuran sama SMA kalian. Benar? "
"Iya tante. " Jawabku kecut.
"Gimana bisa? " Tanya nya lagi. Aku berusaha menjelaskan kejadian itu dari awal hingga sampai akhir.
"Lalu, bagaiaman dengan Arsel? Apakah kalian tidak pergi kerumah nya, untuk sekedar mengucapkan turut berbelasungkawa? "
Pertanyaan itu mengingatkan ku akan anggota Quagans yang menentang kami habis-habisan ketika melayat ke rumah Arsel kemaren.
flashback.
" Ngapain kalian kesini. Cari mati?" Tanya salah seorang anggota Quagans yang sedang duduk di depan rumahnya almarhum Arsel.
"Tentu saja tidak. Kami hanya menjalankan kewajiban kami sebagai mahkluk sosial. " Jelas Alvarez tenang. Salut,, itulah, yang bisa ku katakan untuk ketenangan Alvarez. Masih Alva yang dulu.
"Bacot lo, kematian Arsel bukan lah bentuk kekalahan dari Quagans, apalagi kemenangan buat Victorian, jangan Semena-mena hanya karena Danish sedang dipenjara. " Setelah mengucapakan kalimat itu dia kemudian tertawa sumbang.
"Tujuan kami baik-baik. Jadi tolong jaga sikap. " Itu adalah suaranya Raffa yang terlihat mulai geram.
Sedangkan aku? Aku hanya terdiam takut jika aku lepas kendali. Sadar, disini semua orang sedang berduka cita.
"Seperti nya, keluarga Arsel tidak butuh ucapan berbelasungkawa dari orang yang menjadi penyebab kematian putra nya. " Lagi dan lagi dia tersenyum miris.
Saat itu kami benar-benar geram. Bagaimana tidak, jelas-jelas Danish sendiri yang melakukan pembunuhan yang salah sasaran itu.
"Sekali lagi jaga ucapan anda! Saya rasa anda waras untuk meng intropeksi ucapan anda. " Aku lepas kendali hingga maju beberapa langkah mendekati nya. Tapi Alvarez menarik tangan ku cepat.
"Alfi, tahan! Mending kita balik aja..!" Perintah nya berusaha tenang.
Kami semua hanya menuruti perintah Alvarez.
"Cih,,pengecut." Umpat nya.
Flash on.
"Berarti kemaren kalian hampir tawuran lagi dong.hufh,,untung nggak jadi." Kata Zhea sambil menarik nafas nya lega. What happen? Apa dia khawatir?
"Cie, ada yang cemas ni ye. " Goda tante Shila yang tak ada puas-puasnya.
"Apaan sih mah. " Balas Zhea jengah.
Lucu, bathin ku.
"Btw, kamu sayang nggak sama anak tante? " Dih, pertanyaan macam apa ini?
"Kok mama nanya nya gitu? " Lahh, belum juga di Jawab udah duluan disolot anak nya.
"Nggak, heran aja kok ada orang yang suka sama es batu. "Wow, Anak sendiri di bilang es batu, tapi emang iya sih. Hehe.
" Alfian kan kulkas tan,"candaku.
"Lah, apa hubungannya? " Tante Shila bingung.
"Es batu kan suka kulkas,begitu juga sebaliknya. "
Hahaha,jadi ngakak dalam hati dengar omongan ngawur ku sendiri. Lain hal nya dengan tante Shila yang, langsung tertawa renyah.Lantas bagaiaman dengan Zhea? Gadis itu mati-matian berusaha menahan tawanya. Dia hanya tersenyum sekilas. Tak bisa dipungkiri Zhea memang terlihat lebih cantik jika tersenyum.
"Nggak usah tahan. Senyum aja. " Hanya sindiran itu yang terus diterima Zhea saat berhadapan dengan mamanya.
"Apa sih mah. " Lah, itu lagi kaliamat nya, ya Tuhan,, sesedikit itukah kosa kata yang ada dalam otak gadis itu.
Tak terasa langit mulai jingga. Mentari mulai pamit, undur diri kelangit yang masih membiru. Senja.., ya keindahan itu mulai datang menghampiri setiap hati yang lara, tidak hanya hati yang lara, namun juga untuk hati yang sedang bahagia.
"Tan, Alfian pamit dulu ya. "
"Cepat amat. "
"Ia tante, takutnya nanti anak nya nggak mau senyum kalau Al disini terus. " Goda ku sambil melirik kearah Zhea.
"Pulang, pulang aja, nggak usah nyangkut paut kan gue juga. " Katanya sinis. Aku hanya terkekeh mendengar jawabannya, dan setelah aku sekali lagi aku pamit kepada tante Shila.
***
Gimana gue, Alfian sama Zhea??
Next..???
Jangan lupa beri Author nya asupan ya, berupa Vote dan Comment. 👌
Hehe..
Happy reading..