Ragu,,,
Entah itu karena kedatangan nya yang tiba-tiba atau karena kepergianmu yang tak pernah terduga.
Baiklah, akan ku beritahu tentang diriku dan masa lalu. Egoiskah bila ku menginginkan dua hati dalam satu waktu? Salah kah bila ku mengikat kenangan dengan orang baru ?
Naqueen_Zhea.
Satu minggu berlalu begitu saja. Hari-hari Zhea terus dilalui oleh candaan dan kata-kata ngawur Alfian. Bahagia? Tentu karena dengan itulah Zhea bisa menghapus jejak kenangan nya secara perlahan.
Hari ini SMA Albaihary mulai sekolah seperti biasa.Gadis itu terlihat begitu semangat memulai harinya.
"Baiklah, kita lanjutkan dipertemuan berikutnya. " Tutup miss Aurel setelah mendengar belum istirahat berbunyi nyaring.
"Kantin kuy. " Ajak Chaira antusias.
Disinilah mereka bertiga sekarang.
"Mau mesan apa? " Tanya Nadine kearah Zhea dan Chaira.
"Gue Mie goreng sama es teh manis. " Jawab Zhea.
"Gue bakso Sama jus jeruk. " Request Chaira.
"Ok, kalian cari tempat duduk, gue pesan makanan dulu. "
Setelah pesanan mereka datang, mereka langsung menikmati makanannya, dengan tertib? Tentu saja tidak. Bukan Chaira namanya jika tidak ada gosipan dan bahan obrolan yang sama sekali tidak ada manfaatnya.
"Gue kemaren ketemu cogan di Caffe, duh ganteng nya. " Kata Chaira sambil membayangkan wajah cowok yang ditemukan nga kemaren.
"Gersek lo, ingat itu sahabat gue mau diapain." Celetuk Zhea. Sambil pura-pura memasang muka masaknya.
"Kalau gue ketemu lagi, gue putusin deh, sahabat lo itu. " Canda Chaira yang mmembuat tiga orang laki-laki di belakang geleng-geleng kepalanya.
Zhea yang menyadari kedatangan Alfian, Fathur, dan Raffa tak kuasa menahan senyum nya.
Nadine? Dia memang sedikit pendiam dibanding kan Chaira.
"Kesambet apa lo Zhe, senyum-senyum nggak jelas. Nggak cocok sama muka datar lo."heran Chaira melihat Zhea yang tak berhenti-hentinya tersenyum. Sambil sesekali melihat ke meja yang pas berada di meja makan meraka.
"Dih,,dosa apa yang hamba lakukan dapet teman gini amat, yang satu kulkas, satu lagi tembok. "Dramatis Chaira.
" Ohh, babang ganteng, pengin ketemu lagi. "Kambuh lagi kayak nya penyakit Chaira.
" Mau ketemu siapa? "Itu bukan pertanyaan Zhea atau pun Nadine. Melainkan sumbernya dari arah belakang. Chaira kikuk seketika.
" E_eh.Ada Beb Fathur. Makin ganteng aja. "
Hahaha..
Sontak Alfian dan Raffa tertawa renyah melihat ekspresi Chaira yang sangat lucu menurut mereka.
"Woi, badak tengil. Tukang selingkuh lo ya. Nggak nyangka gue. " Canda Alfian yang membuat seisi kantin melihat kearah mereka.
"Heh curut, nggak usah ikut campur, gue racun tuh makanan lo. " Balas Chaira tak terima.
"Lo yakin mau bunuh gue, tega lo liat teman yang itu, sedih. " Alfian memberi isyarat kearah Zhea. Wow, pede sekali anda.
"Idih,, pede amat ngomongnya. "Sahut Zhea.
" Zhea, bisa minta waktu sedikit?" Tanya cowok itu yang entah datang dari mana ditengah -tengah candaan mereka.
Alfian terlihat geram melihat Hafidz yang tiba-tiba saja menggenggam pergelangan tangan kanan Zhea.
"Nggak usah pegang-pegang juga kali."
Sindir Alfian yang mengibarkan bendera perang.
"Santai, gue lebih kenal siapa Zhea. "
Balas nya, dengan tatapan permusuhan.
Mau tidak mau Zhea tetap mengikuti perintah Hafidz. Setidaknya nanti dia bisa mengakhiri semuanya tentang seorang Hafidz Huril Ilham.
"Ok, lo mau dimana? " Tanya Zhea pasrah. Seketika senyum kemenangan terbit dibibir Hafidz.
Hafidz membawa Zhea ke rooftop. Disana hanya ada mereka berdua.
"To the point aja! " Perintah Zhea dingin, dan tak ingin berlama-lama. Kerena jujur dengan memandang wajah Hafidz sedekat ini, bisa menyiram rasa yang dulu tumbuh.
Bagaimana pun, Hafidz kenangan termanis nya sebelum ada kenyataan pahit yang diberikan nya pada Zhea.
Perasaan nya pada laki-laki itu belum sepenuhnya hilang. Mungkin karena jejak kenangan yang terus menghantuinya.
"Gue tau lo nggak sedingin itu Zhea, kalau sama gue." Balas Hafidz frustasi. Pasalnya dia sangat mengenali siapa gadis yang sedang di hadapan nya sekarang. Persahabatan mereka bukan satu atau dua tahun. Melain kan sudah tiga belas tahun, dari mereka TK. Tiga belas tahun itu bukan waktu yang sebentar.
"Tiga belas tahun, lo masih belum kenal siapa gue. " Sindir Hafidz pada perempuan itu.
Kemudian Zhea tersenyum miris, seolah-olah mengejek ucapan lawan bicara nya barusan.
"Dan tiga belas tahun, lo masih penasaran sama gue." Balas Zhea telak.
Seketika jawaban Zhea barusan membuat nya kembali mengingat kejadian pada hari itu, dimana dia sendiri yang mengakhiri semuanya. Alasan nya tentu saja itu yang membuat Zhea sakit, dia harus menerima kenyataan bahwa selama ini Hafidz bersamanya hanya sebatas penasaran dengan sikap dingin nya. Sedangkan tanpa Hafidz sadari, gadis itu telah dulu jatuh cinta pada nya.
"Apa bedanya Fidz ?" Sambung nya lirih. Mendengar pertanyaan yang tak menuntut jawaban itu, membuat kerongkongan sakit untuk kembali bicara.
"Gue tau lo mencintai Nadine, teman gue sendiri. Gue nggak masalah sama sekali, tapi gue nggak pernah menganggap persahabatan kita selama ini bukan mainan,atau sebatas penasaran."
Perih, ya itulah yang dirasakan Hafidz sekarang. Penyesalan merambat ke kepalanya tanpa permisi. Dulu dia hanya sebatas kagum kepada Nadine, teman dekat Zhea sendiri.
Zhea tetap lah Zhea. Perempuan yang selalu berfikir dan bersikap lebih dewasa. Walau Nadine yang dijadikan Hafidz sebagai alasan untuk menjauhi Zhea, gadis itu tidak pernah membenci Nadine, apalagi hanya sebatas menghindari Nadine.
Zhea dulu pernah berfikir bahwa Nadine juga menyukai Hafidz, namun ternyata itu salah. Nadine mendekati Hafidz hanya sebatas mencari informasi tentang Raffa. Ya,, Hafidz lumayan dekat dengan Raffa kerena mereka juga temanan dari kecil. Tapi setelah Hafidz tau Nadine menyukai Raffa, dia lebih memilih memusuhi sahabat nya sendiri. Bocah memang.
"Gue minta maaf Zhea, sekarang gue sadar,gue nggak pernah mencintai Nadine. Gue hanya mencintai sahabat kecil gue. Mohon, beri gue kesempatan. "
Andai saja ucapan Hafidz barusan itu terjadi dulu, mungkin Zhea akan merasa orang yang paling bahagia sekarang.
Jujur, Zhea masih mencintai laki-laki itu walaupun sudah tak sebesar dulu. Tapi dia sadar ada perasaan yang harus dia jaga.
"Gu_gue nggak bisa Fidz, gue juga mencintai lo. Tapi_" Zhea sengaja menggantung ucapannya.
"Tapi itu dulu, dimana gue pernah berjuang tapi di sia-sia kan. " Sambungnya kembali terdenagar lirih sebab menahan pertahanan nya agar tidak ikut hancur bersamanya.
"Zhea, gue ngaku salah dan gue benar-benar minta maaf, setalah ini gue akan pergi jauh kehidupan lo untuk selamanya.pergi? Zhea tak kuasa menahan tangis nya. Bagaiaman pun dia adalah sosok seorang yang sangat berharga untuk hidupnya.
" Ja_jangan."ucapnya spontan. Bodoh memang ucapan itu yang keluar untuk seseorang yang telah berani menyakitinya.
"Gue nggak punya alasan untuk tetap disini lagi Zhea. Gue akan pergi ke Jerman nyusul bonyok gue disana."
"Alasan gue disini selama ini hanya karena lo Zhea, tapi jika lo udah bersama Alfian gue bisa apa. Lo pertahankan Alfian atau gue pergi untuk selamanya? "
Arghhhh..
Kenapa hidup serumit ini?
"Besok temui gue, kalau seandai nya lo berubah fikiran. " Sambungnya. Zhea bungkam tak bisa bicara apa-apa. Susah payah dia berusaha mengembalikan kewarasan nya, tapi hasil nya nihil sepertinya semesta sedang tak memihak kepada nya.
"Gue duluan. "
Disini seolah-olah gadis itu yang tersalahkan, dia yang egois, dia yang paling bodoh. Tanpa ada yang tau semuanya hanya lah pencitraan belaka.
Hanya orang yang pintar, yang bisa mengukur betapa tegarnya dia dalam menikmati permainan taqdir yang sangat pahit.
****
Kira-kira siapa yang dipilih Zhea nih reader's...???
Maaf, kalau cerita nya rada nggak nyambung, soalnya masih pengalaman pertama. 🙏🙏Hehehe...
Next?
Happy reading ya guys. Jangan lupa vote and comment nya.
Author pamit lagi.. Daaaaa.