Chereads / Cinta diusia senja. / Chapter 7 - Pelangi tanpa warna.

Chapter 7 - Pelangi tanpa warna.

Bukan hal baru,bila aku merasakan luka yang tak terkesima. Menjerit pada dunia yang tak pernah bertanya mengapa, tentu saja semuanya terasa percuma.Tuli, tanpa ada yang peduli.

_Senjalfian.

Alfian pov.

Terakhir, kurasakan sakit yang mendalam.Dimana aku dirajai oleh kehilangan. Perpisahan yang tak kan kunjung ada pertemuan. Kehadiran yang tak dapat lagi ku Paksakan. Karena jarak nya bukan hanya sekedar jarak jauh yang tak dapat kusentuh. bukan hanya jarak antara dua samudera,bukan jarak antara dua benua, namun jarak nya adalah dua alam yang berbeda.yang diantarai kematian.

Tapi aneh, Tiba-tiba saja aku kembali merasakan sakit yang sama, saat melihat perempuan itu melemah tak berdaya. Wajah pucat nya menemani mata indah nya yang masih setia berpetualang dialam mimpi. Aku merasa menjadi laki-laki yang bodoh. Yang membiarkan perempuan tak berdosa masa lalu itu, terjerat karena masalah persahabatan cinta o itu mulai sibuk dengan fikiran nya sendiri mencoba menerawang kejadian dua hari yang lalu.

"Jadi gini_"

𝙁𝙡𝙖𝙨𝙝𝙗𝙖𝙘𝙠.

"Cha, gue ke toilet bentar" Kata Zhea kearah Chaira yang masih sibuk dengan makanan yang barusan di pesannya. Ya,,, mereka sekarang berada di mall. Setelah selasai shoping dari pagi hingga siang, akhir nya mereka memutuskan untuk makan kerena perutnya sudah mulai keroncongan.

"Nggak papa sendiri? " Tanya Chaira pada sahabatnya itu. Sedangakan yang ditanya hanya mengangguk mengiyakan.

"Ya udah, kalau ada apa-apa hubungi gue. "

"Ya elah, anak siapa sih lo. Lebay benar dah. " Balas Zhea cengengesan.

"Ye, orang gue juga perhatian sama lo kok. Lo nanya gue anak siapa, ya anak bunda defa lah. " Jawabnya sambil menjitak dahi sahabatnya itu.

"Iya, iya, becanda Cha. Gue udah, kebelet nih. " Putus nya segera pergi dari pandangan Chaira. Sedangkan Chaira  hanya menatap tajam kearah perempuan itu.

Chaira masih setia menunggu kedatangan Zhea. Sambil menikmati makanan nya. Sesekali dia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri nya.

10 , 15 , 30 menit berlalu namun tidak ada juga tanda-tanda kedatangan Zhea. Chaira mulai berfikir yang aneh-aneh, karena kekhawatiran nya kepada sahabatnya itu. Apalagi kalau sampai ber urusan dengan sepupu nya Zhea yang tadi sebelum kepergian mereka ke mall, memberikan ancaman keras pada Chaira untuk menjaga Zhea sepenuh nya.Ya,, siapa lagi kalau bukan Zikran.

Chaira segera mengarah ke Toilet wanita itu. Namun dia tak menemukan keberadaan Zhea disana.

"Zhea." Panggilnya. Namun tak ada jawaban.

"Zhe lo dimana? " Tanya nya lagi.

"Jangan becanda deh, gue nggak mau dibunuh Zikran. " Sambung nya lagi seperti orang yang baru gila.

Cekret..

Tiba-tiba saja pintu toilet  terbuka, yang menampilkan seorang perempuan berambut pirang dengan wajah nya yang terlihat blasteran.

"Why? " Tanya nya heran.

"No, i'am sorry. " Balas Chaira kikuk. Dan langsung pergi meninggalkan tempat itu.

Chaira pun segera mencari keberadaan Zhea, saat Chaira tiba diperkirakan, dia melihat seorang laki-laki tegap menyeret Zhea ke dalam salah satu mobil yang ada diparkiran itu. Namun sayangnya Chaira tidak mengenali wajah penculik Zhea barusan. Dia mulai panik sendiri.

"Zikran.. " Fikir nya. Dia segera menghubungi laki-laki itu.

𝙁𝙡𝙖𝙨𝙝 𝙤𝙣.

"Gue minta maaf, nggak bisa jagain Zhea. " Cicit Chaira, saat tatapannya bertemu dengan mata tajam Zikran.

Zikran hanya terdiam, tanpa berusaha menjawab perkataan Chaira. Aku melihat nya hanya tersenyum getir. Fikir ku masih fokus pada Zhea. Disini memang hanya ada aku, Zikran dan Chaira. Anak-anak yang lain sedang berusaha menyusun strategi buat melawan anggota Quagans.

Cekret..

Suara pintu ruangan bercat putih itu terbuka, memperlihatkan seorang dokter perempuan berjas putih itu keluar dari ruangan Alzhea.

"Dok, gimana keadaan Zhea? " Tanya kami serempak kearah nya. Dokter itu tersenyum ramah kearah kami yang tengah panik.

"Keluarga pasien ada? " Balas dokter itu dengan pertanyaan juga. Kami hanya terdiam saling melemparkan tatapan yang seolah-olah bertanya, bagaimana atau mungkin siapa.

"Saya dok, saya kakak nya. " Jawab Zikran cepat.

"Ok, silahkan keruangan saya sekarang. "

Aku bersama Chaira hanya menatap punggung Zikran yang perlahan menjauh dari kami.

"Zhea, gue mohon jangan buat gue khawatir." Bathin Alfian.

"Zhe, gue minta maaf. " Lirih Chaira yang masih sempat terdengar ditelingaku. Ada sorot  kesedihan yang terpancar dari mata gadis itu.

Beberapa saat kemudian.

"Zi, gimana? Ada masalah yang serius dari Zhea? " Tanya ku. Dari tadi aku mati-matian berusaha menyembunyikan rasa khawatir ku dari mereka.Tapi untuk kali ini aku nggak bisa lagi.

Alfian mulai alay lagi author.

"Dia nggak papa, bentar lagi juga sadar. Tapi_" Jawabnya menggantung.

Aku semakin penasaran mendengar kelanjutan dari Zikran. Dia mulai menundukkan, menyiratkan penyesalan.

"Ta_tapi kenapa Zi? " Sambung Chaira yang tak kalah khawatir dan penasaran nya, dari ku.

"Dia akan mengalami sedikit trauma yang lumayan susah dihilangkan. " Rasa bersalah ku benar-benar telah membuncah. Aku bodoh tidak bisa menjaga gadis itu dari masa silamku. Padahal dia tidak tau apa-apa.

"Dia pingsan kemaren apa karena phobia nya. "Tanya Chaira kearah Zikran.

"Phobia? " Tanya ku heran.

"Iya, dia phobia darah. " Jawab Zikran ketus.

Oh Tuhan..

Sedekat itu kah mereka? Aku saja tidak tau apa-apa tentang gadis itu. Akhh,,tapi memang aku bukan siapa-siapa nya.

"Oh iya, kalian mau masuk? " Tanya Zikran sambil menunjuk pintu, ruangan Zhea dirawat.

"Emang boleh? " Tanya Chaira polos.

"Kata dokter tadi boleh. "

Kami segera masuk keruangan Zhea. Seketika fikiran ku mengarah kemana-mana saat melihat gadis itu terbaring lemah. Andai jika dia tau nanti, bahwa semua masalah nya muncul karena masa lalu ku, apa aku yakin semuanya baik-baik saja?

Kami tersenyum kelu saat melihat gadis itu masih belum sadarkan diri. Tak ada suara apapun yang keluar dari mulut ku, Zikran, ataupun Chaira. Dan perlahan mata gadis itu mulai terbuka.

kami mulai mendekat kearahnya. Namun dia malah berusaha menjauhkan dirinya. Seakan kami adalah penjahat yang akan membunuhnya.

"Zhea, jangan takut. " Kata Zikran melembut.tapi malah membuat Zhea ketakutan.

"Iya Zhe, kami ada disini. " Sambung Chaira. Berbeda dengan ku yang hanya bungkam tak tau mau ngomong apa.

"Qil,, darah, gue takut,hiks..."

Deggg.

***

Jika hanya ada dua pilihan antara hancur atau mundur? Mana yang  menjadikanmu lebih ragu? masa lalu yang membuat mu kembali terbelenggu, atau orang baru yang terus membuat mu  menunggu..

_Senjalfian.

Author pov.

"Qil, darah,, gue takut. Hiks."

Degg

Kalimat pertama yang keluar dari mulut Zhea saat pertama kali membuka matanya, sukses membuat ketiga orang itu heran tak percaya. Ada rasa senang serta khawatir yang sedang mengacak hati laki-laki itu.

Jangan ditanya bagaimana reaksi Zikran saat Zhea tak menganggap kehadirannya dan Chaira disana. Mereka berdua masih bungkam. Dan reaksi mereka itu yng membuat Alfian enggan untuk mendekati gadis itu.

"Zhea, jangan takut. Ada gue disini." Kata Zikran yang hanya bisa menambah kecemasan dan ketakutan diwajah cantiknya.

"Hiks.. Hiks.. Hiks.. " Tangis gadis itu pecah saat menyadari Alfian tak kunjung mendekatinya. Zikran secepatnya memberikan tatapan isyarat pada laki-laki itu untuk segera mendekat kearah Zhea.

"Tenang Zhea, gue disini. Nggak akan lagi yang nyakitin lo. " Entah mendapat keberanian dari mana, kata -kata itu meluncur bebas dari mulut Alfian.

***

Alfian pov.

Dua hari setelah kepulangan Zhea dari rumah sakit. Kaget memang, melihat sikap nya yang  99 persen berubah dari biasanya. Kalau ditanya dengan hati ku, tentu saja aku bahagia bukan main. Hehehe.

Sekarang Aku sedang berada dirumah Zikran, ya untuk sementara Zhea dirawat oleh bonyok Zikran selama orangtua nya diluar negeri. Aku juga belum tau mereka ada hubungan apa, sampai-sampai bonyok Zikran mau merawat gadis itu bahkan dengan penuh kasih sayang.

"Eh lo udah bangun? Gimana keadaan lo? " Tanya ku kearah Zhea.Yang baru turun dari kamar nya, dan langsung duduk disebelah Zikran yang masih sibuk dengan game online nya.

"Lumayan." Jawabnya ketus. Yeah kan, kembali lagi deh sifat aslinya. Kayak es batu.

"Tante Naura dimana Zi? "Tanya Zhea

"Mama lagi keluar, beli bahan masak katanya. " Jawab Zikran dengan pandangan yang masih fokus pada gamenya. 

Zhea hanya ber oh ria, tanpa berniat membalas perkataan Zikran. Apa cuek nya udah keturunan ya, fikir ku jadi gemas sendiri.

"Lo cari apa Zhe? " Zikran terlihat heran dengan Zhea yang mulai membongkar semua laci meja yang ada diruang belajar Zikran.

"Diary gue mana? " Balasnya yang juga dengan pertanyaan. Zikran menarik nafas nya kasar dan menghentikan game nya.

"Diary yang mana sih Zhe, gue nggak tau. "

"Itu yang abu-abu. "

"Ntar gue cariin. " Jawab Zikran pasrah sambil mengeluarkan semua buku-buku yang berada di laci meja belajarnya.

"Nih.Gue main lagi, lo jangan ganggu lagi ya. " Zhea hanya mengangguk dan berlalu menuju keluar rumah Zikran.

"Al, temanin Zhea gih, gue khawatir dia sendirian. "

"Lah, emangnya dia kemana? "

"Biasanya ke taman. "

....

Seperti perkataan Zikran gadis itu memang berada di taman belakang rumah Zikran. Wajah seriusnya yang sedang memegang sebuah Diary kecil, serta pulpen yang sesekali Diputar-putar nya dengan jemari putihnya, akan membuat seseorang yang melihatnya lebih dewasa. Dan tak akan percaya jika gadis itu memiliki sifat cuek dan dingin bagaikan es.

"Lo ngapain? " Tanya nya ketika menyadari kehadiran ku disana. Aku hanya tersenyum kearahnya.

"Nulis apa sih, serius amat muka nya?" Seperti nya pertanyaan itu terlalu konyol untuk bertanya pada seseorang yang jelas nulis diary.

Dia kembali terdiam. Tanpa ingin menjawab pertanyaan ku.Dan melanjutkan tulisan nya. Cuek, bathin ku. Tapi aku suka.

"Lo bisa baca puisi? " Tanya nya yang membuat ku tak percaya.

"Hm, bisa sih dikit.E-emang kenapa? " Jawabku ragu.

"Nggak papa. "

Tanpa meminta persetujuan dari nya, aku segera mengambil Diary itu dari tangannya. Awal nya dia berontak. Tapi akhir nya dia pasrah karena tidak bisa mengambil buku itu dari tangan ku. Hehe. Makin lucu aja.

Aku,,,

Disini dia hanyalah seorang penyesal yang tak mampu mengulur waktu. Dia hancur bersama harap yang tak kunjung berlalu.

Dia bukan puitis yang mampu menyihir suasana. Dan bukan penyair yang mampu menghipnotis telinga.

Dia hanyalah catatan sederhana yang terus berpepatah, bahwa tulisan bukan hanya sekedar kata yang teruntai, melainkan juga rasa yang tak kunjung sampai.

Lantas apa kau masih percaya saat rasa nya telah tandas, dia akan menghilang tak berbekas, tanpa berniat untuk kembali membalas?

Kau tau? Dia bukan hanya sebatas ilusi, atau hanya sepintas imajinasi yang akan mengejar setelah kata menghindar...

Naqueen_Zhea.

Aku membaca puisi itu dengan nada dan mimik yang serius. Sambil memaknai huruf demi huruf yang Zhea tuliskan. Jujur, ini pertama kali nya aku bisa baper baca tulisan orang lain. Seorang penulis seperti aku ini terhitung sulit mengakui keindahan kata-kata dan bahasa orang lain. Tapi untuk kali ini tidak,bahkan aku merasa rendah dengan tulisan ku sendiri.

"Zhe, seberat apa beban yang lo tanggung? gue nggak mau menghapus senyum yang telah terukir diwajah indah mu. Gue minta maaf,maaf buat masa lalu yang memahitkan kenyataan lo. Lo berarti dihidup gue Zhea,dan bahkan sangat. I love you so much. " Bathin Alfian.

"Gue nggak tau, kenapa semua orang penasaran dengan sifat cuek gue. Gue nggak tau kenapa gue bisa sehancur ini karena masa lalu. Gue nggak tau kenapa orang yang tidak pernah gue kenal muncul menambah masalah dihidup gue. Gue benar-benar nggak tau Qil.. " Lirih nya, yang membuat ku membulat kan mata ku tak percaya. Mungkin ini adalah kata-kata terpanjang nya yang pernah kudengar.

"Zhea, hidup itu seperti pelangi . Ada keindahan yang belum bisa lo rasa. Orang lain hanya jadi penonton, tapi mereka tak pernah tau seremang apa lo diatas ketinggian. " Jelas ku yang berusaha menghiburnya. Tapi nyatanya hanya sisa-siaa.

"Iya.Tapi seperti pelangi yang tak berwarna. " Kali ini aku yang dibuat nya bungkam dengan jawabannya yang butuh pemikiran yang tinggi agar bisa mengartikannya.

🥀🥀🥀

Alzhea pov...

Hari ini aku kembali kesekolah seperti biasanya. Suasana yang seminggu belakangan ini kurindukan. Nyatanya hidup dalam beban itu tak sesulit yang ku bayangkan jauh sebelum hari ini datang.

Alfian. Ya,, laki-laki itu yang berhasil membuat lebih kuat. Walau ku tak tau apa arti kehadirannya selama ini. Tapi yang pasti ada rasa aneh yang terlintas didadaku ketika bersama nya. Senang, nyaman, dan terkadang ada ragu. Ragu kalau semuanya akan berakhir seperti cerita masa lalu.

"Zhea, lo udah baikan? " Oh Tuhan, kenapa harus suara itu yang pertama kali kudengar saat hari pertama ku kembali sekolah.

"Hm."

"Udah sarapan? Ke kantin yuk. " Ajak nya yang, semakin membuat ku geram.

"Sorry, gue udah sarapan. " Jawab ku berusaha sabar dan tenang

"Ya udah, gue anter lo ke kls. "

"Nggak usah. " Balas ku ketus.

Perlahan dia mulai menatap ku intens. Aku hanya acuh dan berusaha sebiasa mungkin berhadapan dengan laki-laki itu.

"Lo sengaja ngehindarin gue. Nggak akan bisa Zhe,,, sampai kapan pun gue nggak akan pernah lepasin lo. "

"Hafidz stop,,, gue mohon, jangan buat gue berbicara panjang pagi ini. Dan tolong berhenti menghantui kenyataan hidup gue. " Aku sudah tak bisa menahan semuanya. Aku benar-benar hancur jika harus menghadapi sikap seorang Hafidz Huril Ilham.

"Gue nggak akan berhenti Zhe, sebelum lo bilang kalau lo masih mencintai gue. " Jawabnya sambil tersenyum miris kearah ku.

"Nggak akan pernah. "

"Harus per_"Seketika ucapan Hafidz terpotong bersamaan dengan suara laki-laki yang sangat familiar ditelinga Alzhea.

"Maksa banget sih lo jadi cowok. Nggak punya harga diri. Yuk Zhe, kita ke kls."

***

Kira-kira laki-laki itu siapa guys???

Happy reading ya. Jangan lupa vote and comment nya. Hehehe..

Follow juga IG author :

Winda_Alrez.13