Chereads / Our Dream [Indo Ver] / Chapter 19 - BOOK 1 CHAPTER 19

Chapter 19 - BOOK 1 CHAPTER 19

Mike menulikan telinganya demi menjangkau tempat yang lebih rahasia. Setelah dua gundukan pantat yang kenyal, dia ikut berkeringat saat membuka kaki Ace. Wajahnya pasi karena berhadapan dengan kelamin manusia pertama kali. Ucapan Jeon bahkan sempat terngiang bodoh, tetapi Mike berusaha mengabaikannya. Dia menghapus tiap luka kecil yang menembus di kulit Ace. Dari depan, belakang, atas, bawah ... celah-celah sempit pun tak luput dari jilatannya. Tentu saja demam tinggi lelaki itu makin turun. Dia meremasi rambut Mike tiap kali anggota badan barunya dijelajahi.

―Ahhhh ... sudah ... sudah ....‖

Kesadaran Ace juga makin kembali. Meskipun begitu, melihat wajah Mike di hadapannya seperti ini, hatinya pecah.

Ace tahu dia terlambat menutup diri. Kerapuhan dirinya sudah terlihat sempurna, jadi hanya lengan lah yang mampu menolong rasa malunya. Dia menutup mata, membuang pandangan, dan biarkan Mike tercenung setelah melakukan segalanya.

―Tidak perlu berterima kasih kali ini,‖ kata Mike. Dia lantas mengusap bibir dengan punggung tangan. ―Anggap saja tadi aku melakukan pelecehan. Toh iblis tak pernah punya kesan yang baik.‖

Mike pun turun dari ranjang. Langkahnya melewati baju dan celana Ace yang tergelatak, tapi mengambil yang baru dari lemari dahulu sebelum pergi. ―Ini, pakai. Bajumu sudah tidak layak karena banyak robekan luka.‖ Dia juga menutup tubuh bagian bawah Ace dengan selimut. ―Atau tidur saja dahulu. Anggap segalanya hanya mimpi jika kau terbangun nanti.‖

Ini buruk. Sangat buruk.

Mike sampai mengacak-acak rambutnya setelah memikirkan kembali kejadian barusan. Dia tak sebrengsek Jeon, serius! Maka meski baru kali ini merasakan hangatnya seseorang, dia tetap benci reaksi yang ditinggalkan Ace.

"Shit."

Mike memaki penisnya yang menggembung di balik celana sebelum melipir kekamar mandi.

***

Malam itu, Mike tahu Ace ingin sendiri. Dia pun tidak mengganggu lelaki itu sedikit pun. Mike memilih menghabiskan waktu di perpustakaan pribadi, lantas termangu saat ingat sebuah dongeng lawas. Judulnya ―Devil Bride‖ dan sang adik dulu sering memintanya membacakan kisah itu karena amat sangat menggandrungi.

"Rosie, stop," kata Mike entah sudah keberapa kalinya. "Aku bosan, paham? Jadi kenapa tidak pilih judul lain?"

Sang adik pun menggeleng pelan. "Tidak mau. Pokoknya yang itu saja!"

Akhirnya, Mike menuruti karena rasa sayangnya teramat besar. Dia menahan rasa jengah tiap detik, sebab alur dongeng itu sampai dihapalnya di luar kepala. Tentang iblis yang jatuh cinta dengan puteri raja. Tentang pengorbanan gila agar puteri itu menerima perasaannya. Lalu cinta mereka yang diabadikan dengan pembangunan sebuah istana megah.

Yang namanya bocah, Mike paham mengapa dulu Rosie menyukai dongeng tersebut. Dia pasti membayangkan semua adegan yang tertulis dengan cara yang amat dramatis. Apalagi setting Romawi Klasik masih sangat-sangat kental di dalamnya. Dengan intrik ala kerajaan, Rosie menginterpretasikan dirinya sendiri sebagai si tuan puteri.

"Kau ini iblis. Mana bisa jadi tuan puterinya," komentar Mike suatu hari. Dia mengacak-acak rambut sang adik gemas.

Rosie justru membuang muka sok arogannya. "Tak peduli. Pokoknya aku ingin jadi manusia," katanya gigih.

"Astaga."

"Soalnya romantis, tahu! Tidakkah Phi lihat puteri cantik itu mau meninggalkan kerajaan?" kata Rosie sambil menunjuk salah satu ilustrasi kuno. "Dia tidak takut memiliki bound abadi bersama si iblis. Dengan darah dan nyawa, Puteri pun mau pergi bersama kekasihnya. Dan lihat? Sang iblis justru membangunkan kekaisaran baru yang lebih kuat untuknya!"