Chereads / Our Dream [Indo Ver] / Chapter 13 - BOOK 1 CHAPTER 13

Chapter 13 - BOOK 1 CHAPTER 13

BRUGH!

―Eh, rotinya! Jatuh-―

―Tidak akan, ha ha,‖ sela Drake. Dia mengecup pipi Ace dari belakang setelah menangkap piring roti-roti keju itu. ―Ngomong-ngomong, kenapa tidak membangunkanku? Kita kan harus pergi ke pet shop sebelum menyapa tetangga.‖

―Tak masalah. Aku senang kau tidur pulas daripada memaksakan diri,‖ kata Ace. Dia menyuapi Drake dengan senyuman yang lebar. ―Lagipula aku belum benar-benar memutuskan. Akan pelihara husky atau kucing saja.‖

―Hmnnn ... ini enak.‖ Drake menyambar roti itu dari tangan Ace dan duduk di kursi makan. ―Memang kenapa, Phi? Bukankah kau suka kucing?‖ ―Iya, tapi itu membuatku ingat dengan Cattawin,‖ kata Ace. ―Tapi perawatan husky lebih merepotkan. Maksudku, grooming. Kalau ukuran anjing pasti biayanya lebih mahal.‖

―Aku akan membelikan Phi Po,‖ kata Drake.

―Eh? Siapa yang bilang kau yang akan membelinya?‖ kata Ace. ―Aku akan menebus semuanya sendiri-―

―Tapi mengeluh saat memikirkan biayanya.‖ Drake pun menarik Ace duduk untuk melihat wajah cemberutnya lebih dekat. ―Dengar, Phi bilang berencana beli mobil dan mengurus biaya resepsinya. Jadi, untuk hal yang remeh temeh, bilang aku.‖

―Tidak.‖

―Aku masih bisa sendiri-―

Drake pun menarik tengkuk sang kekasih hingga bibir mereka bertemu. Dia tak peduli Ace akan protes, tetapi lumatannya sangat agresif hingga sang kekasih meremas pinggiran meja. Untung saja diameter benda itu tidak besar. Ace jadi leluasa memberikan servis pagi meski akhirnya tetap merengut.

―Ini kesempatan yang terakhir. Bilang, oke?‖

―Hmph.‖

Ace justru membuang muka.

Daripada melanjutkan perdebatan, Drake mendadak penasaran soal sesuatu. ―Ternyata Phi tipe yang ingin melupakan saat sakit hati, ya,‖ gumamnya. ―Aku baru benar-benar menyadari.‖

Ace yang baru memotong mengambil sendok pun mengerutkan kening. ―Apa maksudmu?‖

Drake mengendikkan bahu. ―Seperti barusan. Cattawin

pergi, kau jadi tak ingin pelihara kucing lagi.‖

―Oh ... iya.‖

Tatapan Drake sempat memudar sebentar. ―Ah, lalu kalau aku sendiri yang pergi?‖ tanyanya retoris. ―Apa Phi tidak ingin suka orang lagi?‖

DEG

―Apa?‖

Bagaimana jika kau yang pergi? Kenapa bisa kau berkata begitu, Drake?

―Tidak, tidak. Maksudku-―

―Berani membahas hal ini lagi tidak akan kuampuni,‖ sela Ace kesal. Dia menekan injakkannya pada kaki Drake meski sang kekasih sudah meringis. ―Dengar, ya. Kau tidak akan pergi kemana pun. Kalau pun mau, tidak akan kuizinkan. Mau selingkuh di belakangku? Siapa orangnya. Sini. Aku akan memukulnya dengan tanganku sendiri. Paham?‖

Padahal yang Drake maksud adalah kematian. Dia menganalogikan kasus Cattawin dengan dirinya sendiri, tetapi sepertinya Ace terlanjur sensitif dengan topik ini. Daripada masuk dalam kondisi serius, Drake justru tertawa dengan keposesifan sang kekasih. ―Wah, wah. Aku merasa sangat tersanjung,‖ katanya geli. ―Ternyata yang jatuh cinta setiap hari bukan hanya aku saja. Syukurlah. Ha ha.‖

―Aku ingin sekali menghukummu,‖ keluh Ace pelan. Dia menyuap roti dengan raut yang membuat sang kekasih ingin menyeretnya ke kamar lagi. ―Tapi maaf. Tidak ada main hukum sampai kita menjalankan misi hari ini.‖

―Aku tahu, aku tahu.‖ Drake mengusap lelehan keju di bibir Ace. ―Mengenal mereka memang bagus untuk kedepannya. Thanks for being with me till now."

Ace justru memelototi sang kekasih. ―Sana sarapan. Jangan menggangguku seperti ini.‖

Hari itu semuanya berjalan lancar saja. Tetangga menyambut kehadiran mereka dengan baik, meski beberapa cukup takjub dengan visual mereka. Bagaimana pun pigmen kulit Asia cukup jarang di kawasan itu. Ace diajak mengobrol beberapa orang cukup lama-sampai ada yang tidak memperbolehkannya keliling ke tetangga lain-karena terlalu nyaman.