―Toh aku ingin lihat Phi junior di dunia ini. Pasti dia sangat tampan dan cantik sepertimu.‖
Seketika, simpang empat pun muncul di pelipis Ace.
―Astaga, kenapa harus aku yang melakukannya? Lagipula aku juga ingin lihat versi kecil darimu. Kenapa tidak sama-sama?‖
―Ha ha. Boleh juga kalau begitu. Satu darimu. Satu dariku. Jadi, deal?‖
Ace justru tersenyum kecut. ―Tidak, jangan dulu. Kalau pun iya. Ini masih rencana jangka panjang,‖ katanya. Tak tahan saat membayangkan ada dua bocah dengan wajah mirip mereka yang berkeliaran di rumah ini. ―Pertama-tama, kita harus menyapa calon tetangga esok hari. Yeah, tentu saja tidak sendirian. Kita harus bersama karena aku masih kurang fasih bahasa negara ini.‖
―Oke.‖ Drake pun tertawa lebih keras. Padahal dia ingin menggoda Ace lebih jauh, tetapi sepertinya lelaki itu sudah sangat peka dengan rencana masa depan mereka.
Rasanya puas sekali, sungguh!
Ace bahkan tak menolak ajakkannya bercinta setelah itu meski tubuhnya agak lelah. Untung mereka berdua anti jetlag. Jadi, selain pusing perjalanan, tak ada yang terjadi setelahnya.
―Ha ha. Aku sudah ngantuk sekali, astaga,‖ keluh Ace. Di bawah selimut, pelukkannya pada Drake nyaris merosot. Kedua mata besar lelaki itu separuh terpejam, dan sang kekasih pun tersenyum melihatnya. Drake mengurangi keintens-an ciumannya pada bibir dan seluruh wajah itu, tetapi tidak dengan sodokannya di bawah sana.
―Menyesal mengiyakanku?‖
Ace mendengus pelan. ―Tidak. Tidak akan.‖ Dia meremas undercut di tengkuk Drake dengan rintihan samar. ―Mmmnhh ....‖ Ah, shit. Penis pria itu makin besar saja sekarang.
―Sorry, ini terlalu nikmat, Phi.‖
Ace pun melingkari pinggang pria itu dengan kedua kakinya. ―Tidak apa. Peluk aku.‖ Dia melenguh samar tiap kali penis itu meraih tempat terdalam di tubuhnya. Oh, yeah! Ya! Di sana!
―Kau pikir hanya dirimu yang merasakannya?‖ Drake pun tertawa geli. ―Ha ha. Baik.‖
―Umnn ....‖
Entah apa yang membuat Drake excited parah daripada biasanya, yang pasti Ace lega bisa memuaskan hasrat sang kekasih malam itu. Rautnya tampak begitu tenang, begitu pun yang dirasakan Ace ketika menoleh ke arah jendela. Di luar sana, kerlap-kerlip lampu jalan tampak samar karena tirai transparan yang melapisi. Namun, Ace bisa temukan banyak hal menyenangkan di negara ini meskipun rasanya aneh.
Bagi Ace, selama ada Drake, segalanya pasti baik-baik saja. ―7 Maret 2003,‖ gumamnya dengan senyuman tipis. Dari menghadap, dia memunggungi Drake yang langsung mengeratkan pelukkannya di belakang. ―Aku harus mencatat hari ini agar tidak lupa.‖ Cincin di jarinya tampak berkelip di bawah kehangatan lampu tidur. Cahaya yang terbias pun bergerak-gerak saat Ace mengambil ponsel dari atas nakas. Dia pikir, catatan ponselnya masih sama, ternyata Drake sudah lebih dulu menyematkan sesuatu.
[Hari pertama aku dan Phi Po di Italia. Sangat menyenangkan. Kami akan merayakan kepindahan ini setiap tahun mulai sekarang]
~ 7 Maret 2003 ~ ―Ha ha, ya ampun,‖ gumam Ace tidak percaya. Biasanya Drake tidak pernah melakukan ini, sungguh. Ace pun jadi gemas berbalik hanya untuk mengecup kening pria itu. ―Kalau sudah begini, bagaimana bisa aku jatuh cinta pada orang lain?‖
Ya. Dia yakin takkan jatuh cinta lagi. Apalagi melebihi kepada Drake. Dekapan pria itu tak terganti, dan ketulusannya pun tidak pernah sungguh-sungguh menyakiti.
―Dan aku sungguh beruntung mendapatkanmu hingga
sampai seperti ini.‖
***
―Phi! Apa aku tadi lama?!‖
Paginya, Drake gugup turun tangga dengan jaket yang pakai asal. Pria itu lupa mengenakan kaus kaki karena terlambat bangun, sementara Ace nyaris oleng menerima pelukan paginya.