Reina berjalan tertatih. Tangannya ditarik oleh pria bertopeng ini. Ia membawa sebuah tas dan menarik anjingnya dengan harnes di tangan yang lain. Pria itu membukakan pintu belakang untuk anjing Reina. Lalu menuntunnya untuk duduk di bangku sebelah pengemudi.
Kepala Reina rasanya mau pecah. Ia tidak bisa berpikir dengan baik saat itu. Lagipula apa yang harus ia lakukan? Berteriak dan membuat keributan supaya orang-orang melihatnya seperti orang gila?
Reina duduk patuh sambil menatap dasbor di hadapannya dengan tatapan kosong. Pikirannya sedang ribut. Bukan dengan pertanyaan. Lebih dengan teriakan dan sirene tanda bahaya. Yang memperingatkan Reina yang absen dari pikirannya sendiri kalau ia sedang terjatuh ke lubang kelinci yang super duper dalam ini.
"Pasang sabuk pengamanmu," kata pria yang bertopeng di sebelahnya itu. Ia tidak menyangka pria ini baru saja merenggut keperawanannya. Begitu saja.
Dan bagaimana bisa Reina begitu menikmatinya tadi? Sampai ia mencapai orgasme-nya tiga kali? Reina terus terpikirkan oleh adegan-adegan panas yang tadi ia rasakan itu. Lalu geraman Tuan Red Rabbit yang membuatnya meleleh. Pria itu terus menggumamkan kata 'milikku' tiap kali dia menghentakkan miliknya kedalam Reina.
Ah, iya. Pria ini keluar di dalam tadi. Reina pernah mempelajari soal ini. Gadis itu perlu pil KB supaya tidak hamil. Ia tidak ingin memiliki anak orang yang tidak dikenalnya ini. Apalagi orang ii akan menjadi bosnya. Apa dia bisa minta izin supaya bisa membeli pil KB dulu?
Reina mengintip pria disebelahnya dari ujung matanya. Gadis itu terpana dengan keelokan wajah dan tubuh pria itu. Ia tidak bisa pungkiri betapa sempurna tubuhnya.
"Kau sedang melihat apa?" Suara berat pria itu memenuhi fast car yang terasa sumpek bagi Reina. Ia sadar, Reina panik. Ia segera menghadap kedepan dan meremas kedua buku-buku tangannya yang memutih. "Tid..Tidak." Kata Reina.
Pria itu mengendarai mobilnya dengan cepat menuju mansion yang pernah di datangi Reina sebelumnya. Tepatnya ketika ia bertemu Julian untuk menandatangani kontrak terkutuk itu.
Tuan Red Rabbit segera memarkirkan mobilnya lalu kembali menarik Reina untuk keluar dari mobilnya. Pria itu terus menyeretnya sampai ke dalam, tepatnya ke hadapan Julian yang sedang duduk di taman, melihat-lihat berkas-berkas.
"Mandikan dia." Kata Tuan Red Rabbit sambil mendorong Reina ke depan. Gadis itu tersandung sendiri oleh kakinya, tersungkur di hadapan Julian. Pria itu menatap bosnya sejenak lalu berinisiatif untuk membantu Reina berdiri.
"Sial, apa dia akan selalu sekasar itu?" Bisik Reina ketika Tuan Red Rabbit beranjak pergi. Julia membersihkan lutut Reina dari pasir yang lengket lalu menggeleng.
"Dimana barang-barangmu, nona?" Tanya Julian. "Di mobilnya." Kata Reina sambil memeriksa apakah ada sudut tubuhnya yang lecet. "Ayo kita ambil."
Julian menutup bagasi mobil sambil menoleh kepada Reina yang mengelus anjing pitbull miliknya. "Siapa namanya?"
"Piza." Jawab Reina. "Tuan Red Rabbit juga punya peliharaan." Kata Julian tiba-tiba. "Oh ya? Di mana mereka?"
"Di kandang."
"Loh kok di kandang? Mereka 'kan perlu jalan-jalan juga." Julian terkekeh kecil. "Kamu kok ketawa? Aku 'kan lagi serius."
"Memang sih mereka perlu jalan-jalan tapi saya rasa zebra, elang atau singa tidak bisa dibiarkan berkeliaran di halaman, 'kan?"
"Hah? Dia ngapain pelihara hewan-hewan eksotis gitu? Mau buka sirkus?"
Julian hanya menggedikkan bahunya lalu mengangkat tas Reina. "Saya tidak pernah menanyakan alasannya. Saya rasa karena dia ingin saja." Reina mengernyitkan dahinya tapi tidak bertanya hal-hal lain lagi.
"Apa Anda minta dijemput pada Tuan RB?" Tanya Julian sambil berjalan bersama Reina. Gadis itu menggeleng. "Dia datang sendiri. Bagaimana dia tahu dimana rumahku?" Tanya Reina. "Kami bisa melacak alamat IP komputer kamu."
"Ok, kalian menyeramkan." Jawab Reina sambil menghela napas. Tentu saja orang kaya ini bisa melacak IP-nya, batin Reina. Kenapa dia tidak kepikiran sih?
Julian membukakan kunci pintu paviliun yang seukuran rumah biasa dengan perabotan gaya zaman victorian di dalamnya. Paviliun itu memang cukup besar untuk Reina seorang. Tapi kalau dibandingkan dengan mansion tempat Tuan Red Rabbit tinggal entah bersama berapa banyak orang, paviliun itu tidak ada apa-apanya.
"Semua fasilitas disini sudah diperiksa dan berfungsi dengan baik. Kalau Anda mau makan, Anda bisa masak di dapur lantai dua atau menelepon koki rumah utama untuk membawakan Anda sesuatu."
"Tunggu, kenapa kalian memperlakukanku seperti tamu? Aku 'kan pegawai juga disini?"
Julian tersenyum sejenak. "Saya tidak punya penjelasan untuk pertanyaan itu, Nona Reina. Tuan Red Rabbit meminta kami untuk memperlakukan Anda seperti seharusnya seorang tamu. Kami hanya melakukan perintah Tuan RB." Kata Julian. Mulut Reina kembali terkatup, Julian kembali menjelaskan hal-hal tentang paviliun itu.
"Disini ada dua kamar bersama kamar mandi dalam, sebuah kamar mandi luar, ruang tamu, dapur dan rooftop. Anda bisa meminta kami untuk memasangkan sesuatu yang menjadi kebutuhan Anda jika perlu. Anda ada pertanyaan?" Reina segera menggeleng.
"Besok Anda harus sudah ada di ruang makan di rumah utama jam sembilan pagi."
"Tunggu, kalian tak memintaku untuk sarapan dengannya 'kan?" Tanya Reina. Julian menggeleng. "Tidak. Tapi Tuan Red Rabbit pernah berkata kalau ia ingin Anda makan bersamanya. Tapi itu ketika belum ada perjanjian kalau Anda akan tinggal di rumah terpisah dengannya."
Reina hanya menganggukkan kepalanya mengerti lalu kembali melihat-lihat sekitarnya. "Seperti apa pekerjaanku nanti?"
"Kalau itu, lebih baik kita membicarakannya setelah Anda bersiap-siap." Kata Julian. "Darisini saya rasa Anda bisa sendiri. Kalau begitu nanti jam delapan saya akan menunggu di gazebo dekat kolam renang di sisi kanan rumah." Kata Julian sambil pergi keluar lewat pintu kaca paviliun itu.
Reina menatap Piza yang duduk di lantai sebelahnya. Anjing itu pun menatap balik dengan wajah polosnya. "Kamu suka rumahnya?" Tanya Reina yang dijawab oleh suara gonggongan singkat dari Piza. Entah itu iya atau tidak. Tapi Reina yakin Piza suka paviliun yang jauh lebih luas dari apartemen sempit Reina. Anjingnya itu jadi bisa sedikit leluasa disini. Begitu pikir Reina.
Gadis itu segera naik ke lantai atas dan mandi di salah satu kamar mandi yang tersedia. Setelah itu ia mengeringkan rambutnya dan memakai dress putih tanpa lengan serta sweater rajut berwarna coklat muda.
Gadis itu turun lagi ke lantai satu dan memberikan Piza makan malamnya lalu menatap anjingnya itu sejenak. Ia tenggelam sebentar dalam pikirannya lalu kembali berdiri dan berjalan keluar dari rumah itu.
Paviliun itu berada di sisi kiri rumah. Gadis itu harus berjalan kira-kira lima menit untuk sampai di sisi lain rumah itu. Reina tidak bisa menemukan Julian yang memakai jas hitam dan malah melihat seseorang yang menggunakan mantel mandi dari beludru yang berwarna merah. Tuan Red Rabbit. Reina tidak bisa menemukan Julian dimanapun. Padahal dia lebih suka berbicara dengan Julian ketimbag Tuan Red Rabbit yang bertopeng ini.
Reina memutar bola matanya dan menghela napas sejenak. Ia harus kuat. Ia tidak bisa melihat seperti sasaran empuk pada siapapun di rumah ini, pikirnya.
Gadis itu berjalan dengan cepat lalu duduk di salah satu bangku di hadapan pria itu. Pria itu menatap Reina dengan wajah yang disembunyikan topengnya itu.
"Apa dulu yang kau ingin ketahui?" Tanyanya. Reina melipat tangannya di pangkuannya lalu berpikir sejenak.
"Seperti apa pekerjaanku nanti?" Tanya Reina. Tuan Red Rabbit kelihatan tertegun sejenak lalu ia mengusap mulutnya. "Kau akan ikut kemanapun aku pergi. Jadi pacarku."
"Kemana saja tuan akan pergi?"
"Mungkin ke klub malam, kantorku, ya kapan saja aku memintamu untuk ikut denganku; kau harus ikut." Katanya. Reina sedikit ragu untuk menanyakan pertanyaan ini tapi ia harus tahu. "Apakah.. Kita akan sering melakukan.. 'itu'?" Tuan Red Rabbit tertegun dengan pertanyaan Reina itu.
"Ya. Kau harus mengikuti keinginanku." Katanya. Kaki Reina segera lemas ketika mendengar itu. Ia jadi benar-benar menyesal menandatangani kontrak yang kemarin itu. "Apa aku bisa meminta sesuatu?" Cetus Reina. "Apa?"
"Aku ingin membuat jadwal." Kata Reina. "Jadwal untuk?"
"Seks."
Tuan Red Rabbit mendengus, tertawa. Ia tertawa merendahkan Reina, tapi gadis itu begitu percaya diri dengan permintaannya. "Lanjutkan." Perintah Tuan Red Rabbit. Reina menelan ludahnya, tapi ia harus melakukan ini supaya pria ini tidak selalu menyerangnya seperti yang tadi siang.
"Anda hanya bisa menyentuhkan hari Selasa dan Sabtu." Tuan Red Rabbit kelihatan tidak bergerak sama sekali. Reina tidak bisa melihat apakah ia mengernyitkan dahinya dari balik topeng itu. Tapi gadis itu bisa melihat rahang pria itu mengeras. "Ba.. Baiklah. Rabu juga boleh." Tambah Reina.
Tuan Red Rabbit menyenderkan tubuhnya ke bangku besi sambil mengalihkan pandangannya. Reina tidak tahu apa yang sedang ada di pikirannya. Tapi pria itu kelihatan sedang berpikir. Mungkin lebih sedang meredam amarahnya. Entahlah. Intinya hening yang menyelimuti mereka ini membuat Reina jadi ingin menarik permintaannya itu. Ia juga sayang nyawanya. Ia takut dibunuh atau disiksa sampai mati. Karena Tuan Red Rabbit kelihatan seperti pria yang cukup sadis dan kelihatan mampu untuk menyiksa orang-orang yang membuatnya kesal.
Tapi gadis itu yakin ia tidak kuat melayani pria ini setiap hari. "A.. Anda 'kan bisa menyewa wanita lain juga." Kata Reina sambil memberanikan dirinya menatap Tuan Red Rabbit. Pria itu menoleh lagi kepada Reina. Rahangnya bergemeretak. Tapi ia segera menganggukkan kepalanya lalu tersenyum. "Bagaimana kalau aku melanggar peraturanmu itu hm?" Tanyanya.
Astaga, Reina belum memikirkan bagian itu. Kalau pria ini melanggarnya, terus bagaimana? Ia segera memikirkan konsekuensi yang pria itu harus hadapi. Ia harus membuat konsekuensinya keterlaluan dan tidak masuk akal supaya pria itu tidak mau melakukannya.
"A.. Anda harus membayar $100 000 kalau Anda melanggarnya," Kata Reina. Pria itu tertawa kencang. Reina menggedikkan bahunya, terkejut ketika pria itu tiba-tiba tertawa.
Ia kelihatan mengeluarkan sebuah buku cek lalu menuliskan sesuatu selagi masih tertawa. Lalu merobek dan memberikan secarik kertas itu kepada Reina. $100 000. Baca Reina. Semudah itu bagi pria ini memberikan cek sebesar itu. Sekaya apa dia?
Tuan Red Rabbit segera berdiri dan berjalan kearah Reina. "Kalau begitu hari ini aku bisa menyentuhmu, 'kan?" Tanyanya. Tanpa menunggu jawaban dari Reina, Tuan Red Rabbit segera mengangkat dan menaruh tubuh mungil Reina di pundaknya. Membawa gadis itu bagai karung beras ke dalam rumah utamanya.
Reina meronta, minta diturunkan. "Turunkan aku! Aku bis jalan sendiri!" Kata Reina yang sedikit panik ketika melihat lantai dibawahnya. Ia takut jatuh di lantai keras itu. Tapi Tuan Red Rabbit tidak mengusiknya.
Gadis itu meronta lagi tapi tidak sengaja menendang dada kanan Tuan Red Rabbit dengan dengkulnya. Pria itu terbatuk sedikit, membuat Reina berhenti meronta dan menoleh kearah pria itu, dia menendangnya.
Tuan Red Rabbit segera memukul pantat Reina yang kebetulan berada di sebelah wajahnya. "Gadis nakal sepertimu harus dihukum." Katanya. Reina kembali menelan ludahnya dalam ketakutan.
***