Chereads / Love to Hate / Chapter 6 - Zac

Chapter 6 - Zac

"Kenapa kamu tidak mau memperlihatkan wajahmu?" Tanya Reina sambil memakai dressnya lagi. "Atau namamu? Aku tidak tahu siapa namamu."

"Memangnya wajah dan namaku penting?"

Reina menoleh kepada Tuan Red Rabbit yang duduk di ujung kasur lainnya. Membungkuk seperti sedang merenung atau sibuk melihat semut yang lewat.

"Penting," kata Reina tanpa basa-basi. Gadis itu memperbaiki rambutnya yang sedikit acak-acakan lalu kembali memanjat ke atas kasur. Tangannya menelusup dari belakang tuannya, ia ingin mendekap pria itu.

"Apa kamu selalu memakai topeng ini kemanapun?" Tanya Reina. "Aku tidak ingin orang-orang tau bagaimana wajahku."

"Kenapa?"

Ada jeda yang lama dari Tuan Red Rabbit, "aku hanya tidak mau."

"Bagaimana dengan namamu? Apa hanya aku saja yang tidak tahu?"

Tuan Red Rabbit menoleh kepada Reina yang sangat dekat dengan wajahnya. Reina tersenyum simpul lalu mencuri ciuman sekilas di pipi kanan tuannya.

"Siapa nama kamu?" Tanya Reina.

"Aku tidak punya nama." Kata Tuan Red Rabbit. Reina mengernyitkan dahinya sambil tersenyum kecil. Itu jawaban paling ngasal yang pernah dia dengar.

"Kalau gitu mau aku bikinkan?"

"Apa?"

"Namamu."

Tuan Red Rabbit kembali menoleh kepada Reina. Gadis ini menarik, pikirnya. Tidak penakut, tapi tidak liar juga. Dia bisa tersipu malu-malu, dia bisa tersenyum percaya diri juga.

Kini pria itu yang mencuri ciuman di bibir Reina. Gadis itu memejamkan matanya, menikmati rangsangan kecil dari tuannya. Tuan Red Rabbit menarik pinggul Reina supaya gadis itu kembali duduk di atas pangkuannya.

"Memangnya kau ada rencana menamaiku apa?" Tanya Tuan Red Rabbit. "Zac." Jawab Reina disela-sela lumatan yang menghentikan napasnya sejenak.

"Hm?"

"Seperti Bahasa Serbia untuk kelinci. Zac."

Tuan Red Rabbit tidak menjawabnya sejenak karena terlalu tenggelam dalam cumbuannya kepada Reina. "Kau suka?" Tanya Reina. Tuan Red Rabbit hanya menjawab dengan membaringkan Reina kembali ke atas kasur dan menarik turun celana dalam Reina lagi.

"Tuan ahh.. jawab dulu uhn.." Desah Reina selagi Tuan Red Rabbit memutar jarinya di klitoris Reina yang masih sensitif karena permainan mereka sebelumnya. Reina membuka matanya yang terpejam untuk melihat Tuan Red Rabbit balik menatapnya sambil menggigit bibir bawahnya.

"You fuck like a rabbit." Bisik Reina di telinga Tuan Red Rabbit. Pria itu kembali menatap wajah Reina lalu tersenyum miring. "You are my rabbit, baby." Kata Tuan Red Rabbit yang semakin menekan dan memutar jari jemarinya di klitoris Reina.

Gadis itu sering masturbasi ketika ia membuat video untuk fans-nya di website. Tapi ketika orang melakukannya untuknya, sensasi yang dirasakan Reina jauh lebih sensual. "Uh.. Aku basah lagi." Kata Reina sambil menoleh kepada vaginanya yang kembali mengeluarkan cairan bening yang kental. "Tuan, aku basah lagi." Katanya dengan manja. Kedua tangannya melingkar di leher Tuan Red Rabbit.

"Panggil aku dengan nama yang kau berikan padaku." Perintah Tuan Red Rabbit.

"Jadi kau mau?" Tanya Reina sambil membulatkan kedua matanya.

"Nama itu 'kan hadiah." Kata Tuan Red Rabbit sambil mencuri ciuman singkat di bibir Reina, "Bagaimana aku bisa menolaknya?"

Sebelum Reina bisa menjawabnya, Tuan Red Rabbit memasukkan dua jarinya kedalam milik Reina. Gadis itu membuka mulutnya ketika ia merasakan sensasi yang jauh lebih nikmat dibanding pertama kali tuannya itu melakukannya kepada gadis itu. "Kumohon pelan-pelan," pinta Reina sambil kembali menoleh kepada miliknya yang mulai di putar oleh jari-jari tuannya.

"Kau 'kan suka kalau aku menyetubuhimu seperti kelinci," bisik Tuan Red Rabbit. "A.. Aku.. ahhnn," desah Reina ketika Tuan Red Rabbit memasukkan satu lagi jarinya kedalam liang senggama Reina.

"Tu.. ahh.. Tuan.. Pelan-pelan.. Kumohon, pelan-pelan," rengek Reina. Tapi Tuan Red Rabbit malah semakin mempercepat gerakan keluar masuk ketiga jari jemarinya. Reina meremas lengan atas pria itu, ia menatap wajah tuannya dan penuh harap. Ia hampir sampai.

Yah, ia hampir sampai sebelum mereka mendengar ketukan dari dua pintu besar menuju kamar itu. Tuan Red Rabbit terdengar menggeram kecil sebelum berteriak "Siapa?"

"Maaf menganggu, tuan," kata suara yang teredam pintu di luar sana. "Saya membawa berkas-berkas yang Anda inginkan." Katanya.

Tuan Red Rabbit tertegun sejenak. Ia menoleh kepada Reina yang tersengal-sengal. Gadis itu menutup kedua matanya dengan tangannya sambol berusaha untuk mengatur napasnya. Tapi kemudian ia harus kembali terbelalak ketika tuannya kembali menggerakkan jari jemarinya dengan cepat di dalam Reina.

"Tuan harus menjawab dia." Pekik Reina yang masih tersengal-sengal. Tapi pria itu menjawabnya dengan kecupan-kecupan kecil di bibir Reina yang ranum dan sedikit bengkak.

"Kelinciku belum keluar, bagaimana bisa aku meninggalkannya."

Setelah mendengar itu Reina segera merasakan perasaan yang memuncak di dalam dirinya. Gadis itu segera mengejan dan kencing di tangan tuannya yang masih memutar dan bergerak tak beraturan di vagina Reina.

"Ah, sial." Desis Tuan Red Rabbit sambil mengibaskan tangannya yang basah akan cairan dari milik Reina. Reina tidak pernah sadar ia bisa melakukan squirting. Gadis itu takjub pada dirinya sendiri, tapi segera terduduk dan berusaha untuk membersihkan cairan yang mengotori tangan tuannha dengan gaunnya.

"Ma.. Maaf, tuan. Aku tidak sengaja." Katanya sambil mengelap lengan tuannya.

"Tidak, sayang." Jawab Tuan Red Rabbit. "Aku mengumpat karena setelah aku melihat wajah klimaksmu itu, aku jadi tidak ingin berhenti." Kata Tuan Red Rabbit.

Ada kilat di mata Reina ketika pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Reina untuk kembali mencium gadis itu. Cahaya binar yang aneh, tapi menarik untuk matanya di balik topeng itu.

"Maaf.. Tuan? Saya masih disini." Ujar orang diluar pintu Tuan Red Rabbit. Pria itu berdecak dan menggeram kesal sambil beranjak dari ranjangnya dan berjalan menuju pintunya.

Ia membuka pintunya untuk pesuruhnya yang lain, Rice panggilannya. "Dokumennya." Kata Rice sambil menyodorkan sebuah amplop biru. Tuan Red Rabbit segera merampas amplop itu dan mendelik kepada Rice. "Jangan ada orang lain lagi yang menggangguku malam ini." Ujarnya, menekan nada suaranya di setiap kata-katanya lalu menutup pintunya.

Reina sudah duduk manis diujung ranjang. Tapi Tuan Red Rabbit yakin gadis itu belum sempat memakai celana dalamnya yang masih tergeletak di sisi lain kasur. "Um.. aku rasa aku sudah bisa.. kembali." Kata Reina sambil berdiri dan berjalan melewati Tuan Red Rabbit. Tapi pria itu menahan dan mendekap pinggang Reina.

Gadis itu menoleh kaget sambil berusaha untuk mendorong tangan pria itu. "Tinggallah. Untuk malam ini." Ujar Tuan Red Rabbit.

"Tuan.. aku..-"

"Panggil aku dengan nama yang kau berikan."

"Zac.."

"Ya?"

"Aku um.. belum memberi makan anjingku." Kata Reina. Tuan Red Rabbit / Zac tertegun sejenak. Mungkin ia sedang memroses kata-kata klise Reina. Seperti penolakan klise gadis-gadisnya yang sebelumnya. Tapi Zac ingat anjing yang dimaksud Reina. Jadi ia melepaskan cengkeramannya di pinggul Reina.

"Besok pagi sarapanlah bersamaku."

"Ya, baiklah." Kata Reina. "Aku pergi dulu ya." Kata Reina sambil membuka pintunya.

Tuan Red Rabbit menatap Reina yang berjalan agak aneh tertatih keluar kamarnya. Apa mungkin dia terlalu kasar pada gadis itu ya? Pikirnya.

Reina menutup pintu besar kamar Tuan Red Rabbit dan menyenderkan tubuhnya disana untuk beberapa saat. Kedua kakinya terasa lemas dan bergetar. Liang senggamanya masih berkedut. Mungkin karena terlalu banyak digunakan.

Tapi gadis itu harus bisa berdiri. Ia kembali memberanikan kedua kakinya untuk menopang dirinya lagi. Tapi segera ambruk ke lantai marmer di kedua lututnya. Gadis itu menoleh kepada kedua kakinya yang seperti lumpuh sejenak dan masih bergetar lalu meringis kesakitan.

Ia memijit kakinya yang terasa tak bernyawa itu tapi perhatiannya kembali dialihkan oleh suara pintu di sebelahnya yang terbuka. Tuan Red Rabbit keluar dengan wajah yang sedikit terkejut. "Kau terjatuh?" Tanya pria itu.

"Aku tidak apa-apa." Kata Reina sambil kembali mendorong tubuhnya untuk berdiri lagi namun segera ambruk ke lantai.

Tuan Red Rabbit berdecak lalu berjalan kearah Reina. "Malam ini tidurlah di kamarku dulu." Katanya. Tapi Reina segera menggeleng. "Piza belum makan." Katanya selagi Tuan Red Rabbit mengangkatnya dan menggendongnya kembali ke kamar.

"Aku bisa meminta pesuruhku untuk melakukannya."

Kini Reina tidak ada alasan lagi untuk menolak. Memang Piza adalah hal paling penting untuk Reina, tapi bukan dia alasan terbesarnya. "Um.. Aku tidak bisa." Kata Reina sambil menutup mulutnya dengan tangannya yang terkepal. "Kenapa?"

Reina takut ia akan terus disetubuhi kalau ia tinggal di ruangan yang sama dengan Tuan Red Rabbit untuk waktu yang terlalu lama. "Tidak apa-apa. Aku hanya tidak bisa."

Rahang Tuan Red Rabbit mengeras. "Aku akan pura-pura tidak dengar." Kata Tuan Red Rabbit. "Aku tak mau kau jatuh lagi seperti tadi." Lanjutnya.

"Aku 'kan udah bilang aku gak apa-apa," protes Reina sambil memanyunkan bibirnya dan menyilangkan tangannya di dadanya. "Ya, tentu." Jawab Tuan Red Rabbit sambil menurunkan Reina di kasurnya dengan perlahan.

"Besok aku akan pergi ke klub yang kurawat."

"Baiklah. Aku harus pakai baju apa?"

Tuan Red Rabbit menoleh kepadanya sejenak lalu kembali ke amplop yang ada di tangannya. "Warna merah." Katanya asal. Reina segera mengangguk-angguk paham lalu kembali membaringkan kepalanya.

Dia sedang berpikir apakah dia punya pakaian berwarna merah.

***