Reina duduk di ujung tempat tidurnya sambil menunggu telepon di nakasnya berdering. Kata Zac mulai sekarang pria itu akan memanggilnya dengan cara itu ketimbang mengirim Julian bolak-balik ke paviliun Reina.
Gadis itu sudah memakai pakaiannya untuk hari itu. Dress merah dari beludru dan sepatu heels hitam. Ia tidak begitu tahu make-up, jadi dia hanya memakai eyeliner tipis dan mascara di bulu matanya yang sudah panjang.
Zac tidak membiarkannya memiliki handphone. Tapi Reina juga merasa ia tidak terlalu membutuhkannya.
Telepon akhirnya berdering. Reina mengangkatnya dan menyapa orang di seberang sana. "Rain. Kemari." Kata sebuah suara yang Reina asumsikan sebagai suara Zac. "Baik, tuan."
Reina beranjak dan berjalan keluar rumahnya. Ia mencium Piza dan memastikan kalau persedian makanan dan air untuknya cukup untuk seharian lalu ia pergi menemui tuannya.
Gadis itu berjalan masuk ke dalam rumah dan menemukan Julian sedang menunggu di koridor. Mungkin untuk menunjukkan jalan bagi Reina yang mungkin saja tersesat di rumah bak kastil itu.
Di ruang makan, hanya ada Zac dan seekor anjing berjenis dobberman tengah duduk di ujung ruangan. Reina berjalan masuk lalu berdiri sekitar dua meter dari sebelah Zac. Reina sedikit tertarik dengan anjing di ujung ruangan itu. Bukan hanya karena ras-nya yang menarik tapi karena ia juga memakai tali yang dihiasi berlian.
"Namanya Dean." Kata Zac yang sadar Reina tengah menatap anjingnya. "Dia hadiah dari..- by the way, kamu sudah makan?"
Reina mengangguk sambil tersenyum lalu ia kembali melihat-lihat ruangan itu. Rumah Zac ini punya gaya yang eksentrik, pikir Reina. Gadis itu mendapati beberapa perabotan yang kelihatan mahal dan sebuah guci yang berwarna emas mengkilap. Jendela di ruangan itu berhiaskan tirai yang digantungi tali yang terbuat dari kristal dan berlian.
"Makan bersamaku." Ajak Zac. Reina mengangguk lalu menarik salah satu bangku dekat Zac. "Makan di pangkuanku." Kata pria itu.
Reina berhenti menarik bangkunya lalu menurut dan berjalan kearah Zac yang menyandarkan badannya di kursi besar itu. "Kau cantik dengan baju ini." Puji Zac yang mengagumi setiap inci lekuk tubuh Reina. Gadis itu tersenyum lalu berterimakasih kepada pria itu. Ia masih menggunakan topengnya tapi rambutnya hari ini di sisir ke belakang.
Ia jadi kelihatan seperti bos mafia kelas kakap pemilik kasino besar di kota yang sering diladeni Reina di website-nya. "Apa kamu mau disuapi?" Tanya Reina malu-malu.
Zac mendaratkan wajahnya di pundak Reina. Tangannya mulai meraba paha dan kaki jenjanh Reina yang tidak dibalut apa-apa. Gadis itu sedikit mendesah ketika merasakan gesekan tangan Zac di paha bagian dalamnya.
"Aku sudah makan daritadi." Jawab Zac. Reina menoleh kepadanya namun kemudian kembali menghadap meja makan karena tangan nakal Zac yang menekan-nekan daerah intim Reina dari balik celana dalam itu.
Zac melambaikan tangannya kepada pelayan yang kemudian masuk. "Zac," desah Reina, "aku malu. Ada orang."
"Mereka tidak akan melakukan apapun." Kata Zac yang mulai menelusupkan tangannya ke dalam celana dalam Reina. Reina menengadah dan tidak bisa mengontrol wajahnya lagi. "Zac ahhnn.. tolong.. berhenti dulu mmh"
Pelayan-pelayan itu masuk dan mengangkat makanan dan piring-piring yang ada di meja makan lalu pergi. "Lihat 'kan? Mereka tidak melakukan apa-apa, bunny."
Reina terdiam ketika ia mendengar nama panggilan yang diberikan Zac untuknya. Bunny.
Pria itu memasukkan dua jarinya ke dalam Reina sambil menahan tubuh gadis itu dengan tangannya yang lain. "Ini masih pagi, Zac." Desah Reina sambil menoleh kepada tuannya.
"Aku tahu."
"Jadi ahn! Kenapa kamu.. mmhh ahh ahh seperti ini? Ahh.."
Zac diam sejenak lalu ia mendekatkan bibirnya ke telinga Reina. "Because I fuck like a rabbit." Jawabnya dengan seringai kecil di wajah tampannya.
Pria itu mengangkat Reina dan mendudukkannya di atas meja makan yang panjang itu. Ia kembali melebarkan kedua kaki Reina di udara lalu mulai menjilat dan menghisap daeran intim Reina.
"Tuan ahann.. ohh.. ahh nikmat tuann mmh.." racau Reina yang memejamkan matanya, mengelus kepala tuannya yang berada di bawahnya sekarang.
Zac berhenti menjilat milik gadis itu lalu memasukkan kedua jarinya lagi. Gadis itu menggerakkan pinggulnya bersama dengan geraka jemari Zac. Ia mendesah dan meracau sedangkan Zac terus-terusan memutar vagina Reina tanpa ampun.
"Ahh! Tuan akuhh mau mmh keluar.. ahhah nnh" Cicit Reina. Mendengar itu Zac menghentikan tangannya dan menatap Reina yang sadar. Gadis itu menoleh kepada Zac dengan wajah penuh harapnya. Ia menggigit bibir bawahnya sambil menghela napas yang tertunda karena desahannya tadi.
"Memohonlah." Perintah Zac.
Reina merengkuh tengkuk Zac dan mencium bibir pria itu dalam-dalam. Gadis itu menggigit dan menjilat bibir pria itu sambil menatap kedua mata yang berada di belakanh topeng itu. "Kumohon, daddy," pinta Reina sambil menggigit bibir bawahnya sendiri.
Rahang Zac kelihatan mengeras. Pria itu mengeluarkan jarinya lalu dengan cepat membuka resleting celananya. "Aku akan melumurimu dengan spermaku. Supaya semua orang tahu kau jalangnya siapa." Kata Zac sambil menarik rambut Reina supaya gadis itu menengadah dan menatap wajah pria itu.
Reina kembali memagut bibir Zac dengan lembut, namun dijawab dengan pagutan kasar oleh pria itu. Zac menuntun miliknya yang sudah mengeras dan tegang ke milik Reina yang sudah sangat basah.
Ia menghentak masuk ke dalam milik gadis itu, mengerang karena merasakan kenikmatan dari liang senggama Reina yang sempit. Pria itu kembali menatap wajah Reina yang kelihatan kesusahan untuk bernapas sekaligus menikmati sensasi ketika milik Zac berada di dalamnya.
"Apa kamu mau aku bergerak?" Bisik Zac. Reina segera mengangguk dengan wajahnya yang memerah. "Yes, daddy ohhoo!" Jawab Reina sejenak sebelum Zac mulai menggerakkan pinggulnya dengan cepat, miliknya keluar masuk dari dalam milik Reina.
"Ohh daddy aku mau keluar mmhh ah ahnn daddy, pelan-pelan, mmhh!" Reina mencengkeram tangan kanan Zac ketika ia merasakan miliknya digesek dengan cepat. Tubuh Reina memanas, ia mengejan keras ketika ia merasakan klimaksnya yang begitu cepat. Zac berhenti sejenak untuk melihat wajah orgasme gadisnya itu, lalu kembali menggerakkan pinggulnya ketika Reina masih merasakan orgasmenya.
Gadis itu mengerang, bersama dengan helaan napas Zac yang terdengar memacu selagi ia memaju mundurkan pinggulnya. Pria itu mencapai puncaknya bersamaan dengan klimaks dahsyat Reina yang kedua.
Tapi sekali main tidak cukup untuk Zac. Pria itu mengangkat Reina dan menggendongnya ke ruang tamu, dimana sofa besar berada. Ia menidurkan Reina di sofa itu dan kembali menggenjotnya dengan cepat.
Reina berteriak dan melenguh merasakan miliknya yang berkedut kencang kembali bergesekan drngan junior Zac yang tetap keras. "Zac ahh! Tuann OH! Ah ahnn ahh! Pelan-pelan! Kumohon pelan-pelaAHH!" Racau Reina.
Zac mendekatkan wajahnya ke arah Reina yang menatapnya sesekali. Napas pria itu memburu dan ia suka mendengar permohonan Reina di telinganya. "Memohonlah terus," kata pria itu, "Yang kau katakan untukku terdengar seperti desahan saja." Katanya sebelum ia menyentak dalam dan menumpahkan cairannya yang kedua kalinya.
"Zac," panggil Reina dengan panik ketika ia merasakan cairan hangat Zac mengalir ke rahimnya. "A.. Aku bisa hamil kalau kamu terus mengeluarkannya di dalam."
"Memangnya kenapa?" Kata Zac kembali menghentakkan milik ke dalam Reina. "Kamu tidak mau punya anakku?"
Reina menggeleng sambil mendesah dan mengerang. Zac melihat itu lalu segera menarik rambut panjang Reina dan menahan miliknya dalam di liang senggama Reina, ia berhenti bergerak.
Reina bisa merasakan kepala junior pria itu menyentuh pintu rahimnya. Ia membuka mulutnya sambil menghela napas. "OH! Ahhan! Mmhh.."
Tapi kemudian Zac segera menggerakkan miliknya, mengocok isi Reina tanpa menghentak jauh. Memutar miliknya di dalam Reina yang hangat. "Ahh.. your pussy feels good, bunny." Puji Zac. Reina mengerang, mulai menangis.
"Hm? Kamu menangis, sayang? Karena apa? Karena kesakitan atau keenakan?" Tanya Zac sambil tertawa. Pria itu mengangkat tubuh Reina dan mendudukkannya di pangkuan pria itu. "Kamu sangat seksi ketika kamu menangis," kata Zac mencium bibir Reina sekilas, "Milikku jadi pengen muncrat lagi nih." Kata Zac sambil menghentak miliknya yang membesar sesekali ke dalam Reina.
Pria itu menarik dress pendek yang Reina pakai sampai keatas dadanya. Pria itu menjilat dan memijit payudara Reina yang mencuat ke udara. Ia sesekali menggigit puting Reina yang membuatnya semakin bergairah.
Tapi perhatiannya segera berpindah pada suara ketukan di dua pintu yang terbuka di hadapan Zac. Itu Julian. "Maaf mengganggu, tuan. Mobil sudah siap." Kata Julian. "Tidak, Zac. Ahh.. berhenti.." pinta Reina ketika sadar ada orang lain selain dirinya dan Zac disana.
Tapi Zac malah memutar Reina, memperlihatkan tubuh telanjang gadis itu kepada Julian yang berdiri di ambang pintu. "Dia cantik, 'kan, Ju?" Tanya Zac sambil meremas payudara kiri Reina dengan gemas sambil kembali menggerakkan pinggulnya untuk membuat Reina mengerang.
Julian hanya tersenyum. Berdiri disana dalam diam. Tidak yakin harus pergi atau harus menyaksikan Reina disetubuhi seperti ini.
Zac menggenjot vagina Reina semakin cepat sampai ia mencapai klimaksnya yang jauh lebih besar dari yang sebelumnya, bersamaan dengan orgasme Reina yang menguras semua energi gadis itu. Pria itu menghentak ke dalam liang Reina beberapa kali, sebelum akhirnya merasakan orgasmenya selesai.
Ia mengeluarkan miliknya hanya untuk diikuti tumpahan cairan putih yang sangat banyak dari dalam lubang Reina yang berkedut habis-habisan. Pria itu kembali memasukkan dua jari kedalam milik Reina dan mengocoknya cepat.
Membuat Reina yang masih baru selesai dengan orgasmenya kembali terhenyak dan menangis meminta ampun. Zac terkekeh sambil mengeluarkan jarinya dan mendekatkan jari-jemari yang terlumuri cairan sperma dari liang Reina itu ke dekat mulut gadis itu.
Reina melihatnya dan tahu ia harus melakukan apa. Ia mengeluarkan lidahnya dan menjilat dan menghisap jari tuannya sampai bersih.
Hari itu adalah hari Selasa.
Zac pergi ke dapur untuk mengambil sesuatu selagi ia membersihkan juniornya dengan tisu. Ia kembali dengan segelas air dan menyodorkan segelas air berwarna oranye itu kepada Reina.
"Apa ini?" Tanya Reina curiga.
"Vitamin."
"Apa aku bisa memakai pil KB?" Tanya Reina sambil menerima gelas itu.
Zac menoleh kepadanya lalu memperbaiki celana dan menaikkan resletingnya. "Ya, aku akan meminta Julian untuk membelikannya nanti." Kata Zac. Reina mengangguk lalu menenggak habis air dari dalam gelas itu.
Kalaupun itu racun, Reina tidak begitu peduli lagi. Daripada bersama pria ini dan diperlakukan seperti barang, pikirnya.
"Ayo." Ajak Zac sambil menoleh kepada Reina yang masih duduk di sofa.
"Um, boleh aku minta tisu?" Tanya Reina yang merasakan cairan mengalir dari lubangnya dibawah sana. Zac menoleh dan sadar yang terjadi ketika Reina menarik celana dalamnya, hendak kembali memakainya.
"Kau tidak perlu memakai celana dalammu." Kata Zac. "Biarkan saja cairannya." Reina segera menengadah kepada Zac yang menatapnya, tidak bergeming.
"Ta..Tapi..-"
"Tidak ada tapi-tapi. Ayo. Aku sudah telat," kata Zac yang mulai berjalan menuju pintu keluar.
Reina menggigit bibir bawahnya sambil menurunkan rok dari dress ketatnya, berusaha menyembunyikan cairannya dan cairan putih dari Zac yang tidak berhenti mengalir.
Gadis itu harus mengakui kalau Zac memang bersetubuh seperti kelinci. Cepat dan nikmat. Masturbasi yang sering Reina lakukan tidak ada bandingannya dengan permainan pria ini.
Julian membukakan pintu untuk Reina. Gadis itu masuk dengan diam dan duduk manis di sebelah Zac yang sudah duduk bersilang kaki. Gadis itu diam sambil meremas ujung dress-nya. Cairan yang mengalir di bawah sana membuatnya tidak nyaman.
"Buka kakimu." Kata Zac. Gadis itu menoleh lagi kepada Zac dengan mulut yang sedikit menganga. Lagi? Pikir Reina.
"Tu.. Tuan.. Kumohon. Aku masih-"
"Buka kakimu."
Reina menelan ludahnya sambil memejamkan matanya sejenak. Gadis itu perlahan membuat pahanya untuk memperlihatkan miliknya di kaca spion tengah, pengemudi dan Julian yang duduk di depan bisa melihat cairan putih yang mengalir keluar dari dalam lubang Reina yang berkedut.
Zac menggesekkan jari tangan kirinya ke milik Reina yang masih hangat. Gadis itu menahan tangan Zac sambil menatap pria itu dengan bibir yang melipat kedalam. Ia menggeleng cepat, meminta tuannya untuk berhenti. Ia tidak mau dipermalukan seperti ini.
Ada Julian dan supir Zac yang tidak dikenalnya. Kedua orang itu kelihatan mencuri pandang ke kaca spion itu selagi Zac mengelus dan menusuk vagina Reina. Gadis itu menoleh kepada tuannya yang tidak peduli pada kelakuan menolak gadis itu.
Reina menggigit bibir bawahnya, menahan desahan sambil mencengkeram tangan Zac yang terus memainkan klitoris dan sesekali memasukkan dua jarinya kedalam lubang Reina. Ia terus melakukannya sampai Reina mendapatkan pelepasannya.
Zac menoleh kepada Reina yang mengejan. Pemandangan yang sensual untuknya.
Pria itu menuntun kepala Reina mendekat ke miliknya yang kelihatan berdiri dari balik kain celananya. Pria itu menurunkan resletingnya untuk menampakkan batangnya yang sudah tegang dan berdiri. Gadis itu menoleh kepada tuannya yang menatap gadis itu balik. "Hisap." Kata Zac lewat gerakan bibirnya.
Reina tidak bisa memilih pada saat seperti ini. Ia memasukkan milik tuannya itu kedalam mulutnya. Pria itu mendesah kecil ketika Reina mulai menjilat dan menghisap miliknya seperti es batangan.
Pria itu sedikit menggerakkan pinggulnya supaya miliknya masuk sedikit lebih dalam ke dalam mulut Reina.
Sesekali Reina memasukkan junior Zac sampai ke tenggorokannya. Tapi kemudian ia segera menjauhkan penis Zac yang panjang itu. Zac yang tidak sabaran, menyentak miliknya dalam ke mulut Reina. Gadis itu hampir kehabisan napas ketika Zac melakukan itu. Rasanya nikmat baginya, tapi Reina tak bisa bernapas.
Pria itu melakukan itu berkali-kali sampai Reina terbatuk-batuk. Gadis itu bisa merasakan milik Zac yang membsar di dalam mulutnya sesaat sebelum Zac merasakan pencapaiannya.
Pria itu menghela napas, kelihatan lega. Reina terdiam dengan cairan sperma di mulutnya. Pria itu mengatupkan mulut Reina dengan mulutnya. Memaksa Reina untuk menelan cairna kental itu.
Gadis itu kembali terbatuk-batuk setelah ia akhirnya berhasil menelannya. "Kumohon berhenti," bisik Reina ke sebelah telinga Zac. Zac tersenyum miring namun kemudian mencium bibir ranum Reina yang sedikit bengkak. "Bagaimana aku bisa berhenti kalau kau memakai baju yang menggairahkan seperti ini?" Tanya Zac sambil mengelus paha dalam Reina.
"Tuan yang memintaku memakai pakaian warna merah."
"Panggil aku dengan nama yang kau berikan." Bisik Zac yang meremas paha dalam Reina. Gadis itu terlonjak kaget dan menahan tangan besar Zac dengan kedua tangannya. "Za..Zac." Cicitnya.
Zac tersenyum. "Aku tidak memintamu untuk memakai dress, sayang."
"Aku tidak punya baju lain yang warnanya merah selain dress ini."
"Oh ya? Kalau begitu nanti kita ke mall ya. Kau sekarang milikku, bunny. Tuan Red Rabbit. Aku tidak bisa membawamu kemana-mana dengan pakaian usang. Aku punya reputasi yang harus dijaga." Kata Zac sambil tersenyum.
***