Tidak ingin berpikir tentang hal itu terus, Kallien memainkan ponselnya. Nampak banyak notifikasi yang masuk.
Bunda🖤: dek, bunda ke garut dulu, ya, sama ayah.
Bunda🖤: Kakak kamu lagi di rumah temennya jadi pulang agak malem katanya.
Me: Siap, take care!
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Erina membalas pesan Kallien.
Bunda🖤: Hm, jaga diri baik-baik, Dek, jangan lupa kunci pintu!
Me: Sip-sip.
Kemudian, keluar dari roomchatnya dengan Erina. Segera membuka roomchat lain.
Adriel Athala: Permisi, minta sumbangan.
Me: Minta hati gue aja, mau?
Adriel Athala: Boleh tuh, buat dijual. Dapet duit, mayan gue pake beli mobil.
Me: Mulut nya minta diinjek ya, mas☺
Adriel Athala: Astaghfirullah, kamu ini berdosa banget..
Me: Anjir tau darimana, dong?😳
Adriel Athala: Tau lah, kan gue anaknya gak kudet
kayak situ.
Me: Udahlah, lidah lo gue tampol aja ya?
Adriel Athala: Nih😝
Me: NGESELIN BANGET KENAPA, SIH?
Kallien mengernyit kesal, beralih mengganti nama kontak cowok itu, lalu kembali melihat balasan.
Makhluk Laknat: Karna gue sayang lo😊
Makhluk Laknat: Canda sayang
Me: Idih, sayang.
Makhluk Laknat: Apa, sayang?
Kallien tersenyum sendiri melihat balasan Adriel.
Me: Gabut banget lo! Udah ah!
Makhluk Laknat: Ih, jangan off dulu! Masih kangen.
Me: Najis banget Riel🙏
Makhluk Laknat: Emang gue kliatan boong ya?
Kallien hanya membaca chat Adriel. Biarkan saja, ia sedang malas dengan cowok itu.
Setelah Whatsapp, ia membuka instagram, menekan ikon berbentuk '♡' di bagian kanan atas dan melihat Activity.
Di detik itu juga Kallien membelalak, sungguh, apa ini benar-benar ... terjadi? Mulutnya menganga tidak percaya pada apa yang dilihat saat ini.
"Wait---HAH?! GIMANA?"
_________________
Alvinbagaskara started following you.
Alvinbagaskara liked your post.
_________________
*****
"Pagiii, kak!!"
"Pagi, anak kecil!" balas Nasywa.
Kallien tersenyum lebar, jangan hiraukan bahwa dia sedang dalam mood yang baik hari ini.
"Oh iya, kakak mau ke panti asuhan dulu sama Revo, kamu mau sekalian dianter?"
Kallien meletakkan gelas susu di meja hingga menimbulkan suara sembari mengangguk antusias, "mau!"
Tidak lama setelahnya, Revo datang dan ikut sarapan bersama kakak-beradik itu. Lalu segera berangkat mengantar Kallien terlebih dahulu.
"Kal turun dulu, yaa! Bye-bye, kakak-kakakku!"
"Semangat belajarnya, Dek!" ucap Revo yang dibalas senyuman.
Gadis itu turun setelah mengecup pipi kedua kakaknya, tidak lupa melambai ria saat mobil mulai melaju.
"Itu kakak lo, Kal?" Kallien terlonjak kaget.
"Ngagetin lo, anjir!"
Devin cengengesan, "kakak lo ganteng banget, gilak! Namanya siapa? Kok, lo gak pernah cerita punya kakak cogan, sih? Mancung banget lagi itu hidung, parah banget!" Devin menggelengkan kepala.
"Dih, emang untungnya di gue apa ngasih tau? Mau lo karungin, gitu?"
Devin menjetikkan jari, "itu lo tau!"
"Gausah ngimpi!" Kallien berkata langsung depan wajah sahabatnya itu, membuat sang empu berdecak.
"Heran, demen banget lo dikelilingin bule!"
"Nasib cecan emang, begini."
"Iye cecan, Cewek Cantik kurAng belaiaN!"
Kallien mendengus.
*****
"Eh Piw, tugas IPA yang LKS itu, lo udah, belum?" tanya Kallien, mendudukkan diri di bangku.
Firli menutup Novel yang dia baca, "udah, kok," sedetik kemudian, menyodorkan buku catatannya pada Kallien.
"Heh, buat apaan?" mengernyit bingung.
Mendelik, "ngusir setan, pake nanya lagi lo!"
Kallien menyengir. "Tumben peka, jadi suka!"
"Timbin piki, jidi siki!" Firly mencibir.
*****
Suara bel berbunyi menandakan istirahat pertama telah dimulai. Murid-murid bersorak kegirangan mendengarnya.
Kallien, Firly, dan Devin segera menuju kantin. Duduk di tempat biasa mereka.
"Eh pada pesen apaan? Gue pesenin dah, mumpung lagi niat," Devin terkekeh.
"Jus mangga aja, deh," pinta Kallien.
"Gue yang kayak biasa."
"Emang apa yang udah biasa?" Devin mengernyit, berusaha mengingat Firly memesan apa setiap ke Kantin.
"Suka sama orang yang gak peka-peka," Firly dengan raut poker, memainkan tisu di genggaman.
"Alah sia, najis!"
"Ew, baru tau bagong ada yang bucin," Devin lari terbirit-birit saat Firly sudah siap menerkamnya.
"Bagong, dong, AHAHAHAHAHA!" Kallien terbahak-bahak.
"Diem, lo, njeng!"
Setelah setengah mati meredakan tawanya, Kallien menyenggol Firly yang sedari tadi berusaha tidak peduli sekitar, "Piw."
"Apa? Udah puas ketawa, lo?"
"Udah."
Firly mangut-mangut, "bagus, lain kali gue pastiin lo gak bisa ketawa lagi."
"Si anjir, serem!"
Firly malah fokus ke ponselnya. Kallien mendengus, "kemarin gue dianter pulang sama kak Malvin."
'Brakk!'
Seseorang menggebrak meja mereka, "ANJIR? BENERAN?"
"Bener!" Kallien melirik beberapa orang yang memperhatikan mereka karena gebrakan itu, tapi dia tidak peduli.
Meminum jus mangganya, "makasi, Devin jelek!"
Devin mendengus, "kok bisa pulang bareng?"
"Ya, gue lupa ngasih tau kalo gue mau pulang bareng sama lo, terus, tiba-tiba dia dateng dan nawarin," Kallien menjelaskan.
"Jadi lo dianter sampe rumah, gitu?" Firly memastikan.
"He'em."
"Gila, sih," Devin geleng-geleng, "kak Malvin banyak duitnya, minta beliin J'CO dong, Kal!"
"Anjir lo, bisa-bisanya!"
"Dia gak akan nawarin kalo gak ada maksud apa-apa."
Devin menyetujui ucapan Firly, "nah iya, entar kalo lo sama dia pacaran jangan lupa, ye, gue J'CO, si Firly Starbucks."
Kallien memutar bola mata, dasar, Devin dan Firly sama saja.
Di tengah tawa mereka yang memenuhi meja itu, suara riuh penghuni kantin tiba-tiba terdengar.
Devin celingak-celinguk, "ada apaan ribut-ribut?"
Firly menelan kunyahan ciloknya, lalu berdiri, menghampiri salah satu dari segerombolan orang, "eh, itu ada apaan?"
Siswa itu berbalik, nampak terkesiap dengan orang yang bertanya padanya, "kak Firly, itu ... katanya kak Alvin nembak kak Marsha."
Kallien mendengar jelas ucapan adik kelas itu.
'Katanya kak Alvin nembak kak Marsha'
'Kak Alvin nembak kak Marsha'
Dada Kallien sesak.
Firly mengangguk kaku, "oh, makasi, ya," lalu menghampiri Kallien yang menundukkan kepala.
Jadi, lelucon dan tawa mereka kemarin hanya bagian dari persinggahan sementaranya saja?
Seandainya dia tahu, akhirnya seperti ini, Kallien tidak pernah mau melangkah lebih jauh lagi.
Kallien tidak akan mau menaruh harapan yang lebih lagi.
Namun, dari awal, memang apa yang bisa dia harapkan dari Alvin? Sebuah hubungan? Kalau memang terjadi mungkin hubungan itu semu, mungkin hubungan itu bagai bumi tanpa hujan, mungkin hanya dia saja yang menjaga 'pilar' nya agar tetap utuh.
Jadi, apa Kallien harus memulai perjuangannya untuk melupa dari sini?
Alvin yang pertama untuknya, apa bisa akan semudah apa yang dia inginkan?
Sedang, di arah lain, sepasang manusia yang sudah resmi berpacaran itu saling berpelukan tanpa memedulikan sorak-sorai orang di sekeliling.
Seakan dunia hanya milik mereka berdua. Tidak peduli bahwa ada satu perasaan yang tidak mampu melihat itu semua.
Firly dan Devin saling berpandangan, turut sedih, mereka tidak habis pikir. Padahal baru kemarin gadis itu menceritakan hal-hal manis yang dilakukan Alvin padanya sehingga keduanya berpikir bahwa ... ah sudahlah.
"Kal ...." Firly meremas bahu Kallien yang saat ini sibuk menyelam dalam lamunan. Devin menghampiri kursi Kallien, mengelus pelan tengkuknya.
"Lo kuat, Kal! Tapi jangan jadiin alasan itu buat lo pendam sendiri, lo masih punya kita," ucap Devin tersenyum hangat dan memeluk tubuh yang sedang rapuh itu. Di susul Firly.
Kallien tersenyum haru.
Dia harus baik-baik saja. Dia harus bisa merela.
Kallien membiarkan rasa hangat itu mendera tubuh nya. Pelukan tulus yang memang sedang dia butuhkan di antara kerumunan manusia yang sedang ikut merayakan kebahagiaan sepasang insan itu.
Menarik.
Benar-benar kisah yang menarik. Kallien baru saja sadar jika dalam satu waktu, orang-orang bisa memiliki sebuah akhir kisah yang berbeda.
Kallien mau Alvin tahu, bahwa, perasaannya masih sama, dan besarnya pun sama dengan rasa sakitnya. Tapi, Kallien akan menikmatinya, dia ingin menikmati rasa yang sudah tidak ada harapannya, dia ingin menikmati rasa yang tempat tertujunya sudah ada yang punya, dia ingin menikmati rasa yang dia sudah tidak tahu harus diapakan.
Ya, Kallien mau Alvin tahu itu, tapi dia tidak tahu caranya. Jadi, mungkin, seperti caranya memendam rasa sayang, Kallien akan memperlakukan rasa sakitnya dengan cara yang sama.