Chereads / HER: Kallien / Chapter 10 - |Her|Satu Hari.

Chapter 10 - |Her|Satu Hari.

"Udah belum?" Firly bertanya sambil menyimpan alat kebersihan di ujung kelas. Takut ada yang ambil jika di taro belakang pintu.

Ya, alat kebersihan mereka selalu berkurang, sampai sekarang tidak tahu siapa pelakunya, diambil atau mereka taro sembarangan lalu terlupakan begitu saja. Ah, mereka---kelas 8G---pernah menemukan satu alat pel di kelas sebelah saat iseng-iseng bertamu.

Tapi alasan mereka katanya tiba-tiba saja ada di situ. Rafid langsung ambil saja alat pel itu, tidak peduli mereka membual atau memang pel itu bisa bergerak sendiri.

"Belum, Piw, dikit lagi," Kallien mempercepat tangannya untuk menyalin tulisan di papan tulis ke buku catatan. Dia ketiduran saat pak Suhendar---guru bahasa Indonesia---menjelaskan tadi.

Jarang-jarang pak Suhendar menjelaskan, biasanya guru itu hanya memberikan tugas 5 sampai 10 halaman lalu dia berjalan mengawasi atau tenang main ponsel di meja nya.

Ah, menjelaskan juga sebenarnya hanya sedikit sisanya dia hanya membaca power point yang dipampangkan oleh infocus. Ditambah cahaya yang redup, tidak ada alasan bagi Kallien untuk tidak tertidur.

Makanya sekarang ia berakhir mencatat tulisan yang benar-benar memenuhi papan tulis itu, alias banyak!

"Ck, cuma Tuhan yang tau berapa lama gue nunggu lo kayak orang bego di sini, Kal," Devin mengeluarkan keluhan nya.

"Tau gak, sih, Dep?" Kallien mencoret tulisan nya yang typo, "orang yang mau nunggu dan sabar itu di sayang banget sama Tuhan."

Baru saja Devin ingin melayangkan protesan, Firly menyela dirinya, "bener, tuh, liat gue, sabar banget nunggu kak Rizky peka."

"Halah, lo mah bukan sabar, tapi bego!" Ucapan Kallien bukan ucapan yang diharapkan Firly. Senyum gadis itu luntur, dia mendelik sinis.

"Seenggaknya gue sabar nunggu karena gue tahu, pasti si Kallien bakal selesai nyalin tulisan nya," Devin menambahkan, "lah, lo? Fir, jangan nyakitin diri buat hal yang gak pasti!"

Firly tertohok, dia terpojokkan di sini, sialan memang, "ya, gimana? Udah terlanjur suka, jadi gak usah larang-larang gue," dia menatap Devin, "gue yang pilih jatuh sama dia, jadi biarin gue tau konsekuensinya."

Kallien berdeham, sebenarnya dia hanya bercanda tadi, tapi karena topik ini sudah terlalu dalam dan Firly nya sudah mulai sensitif, Kallien memilih untuk menyelesaikan, "iya, deh, gak larang-larang, kok, Fir, kita cuma mau yang terbaik buat lo."

Firly tidak menggubris, dia memilih mengenakan kembali ransel nya, dan berdiri dari duduk karena Kallien sudah selesai. Begitu juga dengan Devin.

"Fir, gue neb---," ucapan Kallien terpotong.

"Misi."

"Eh, kak Malvin, ada apa, kak?" Devin tersenyum, menyapa.

"Oy, gue nyari Kallienara," Malvin melirik Kallien yang di sebelah Devin, "pulang bareng?" lalu bertanya.

"Gak, kak, makasi, gue sama Fir---"

"Lo sama kak Malvin, deh, ya? Bu negara ngajak shopping lagi, nih," Firly pura-pura mengecek pesan masuk.

Kallien yang mendengar itu langsung mengalihkan atensi, menatap Devin.

Devin yang semula menatap Firly---dia mengerti kode gadis bermulut tajam itu---gelagapan, "om gue katanya gak jadi mau jemput, gue di jemput abang, jadi nya pasti naik motor."

Kallien terdiam. Tapi sebenarnya dia tidak benar-benar diam karena dia sedang merapal berbagai umpatan dalam hati. Kallien kesal sekarang, dia tahu mereka berbohong, sebab saat dia meminta tebengan pada Firly tadi katanya boleh-boleh saja.

Dan Devin yang katanya akan pulang dengan om nya itu sekalian di antar ke kantor milik om nya untuk mencetak tugas yang di berikan pak Suhendar tadi, jadi tidak akan mengeluarkan kocek. Devin tidak akan bisa masuk ke dalam kantor jika tanpa om nya.

Kallien melirik Malvin, lalu menggeram, dia tidak punya pilihan, "yaudah, deh."

Sial, dia mendengar kedua gadis kurang ajar itu terpekik senang di belakangnya.

Sebenarnya dia bisa pulang sendiri, tapi ini sudah terlalu sore, Kallien takut bapak-bapak mesum kemarin menghadangnya kembali.

Kallien menunduk sedih, dan dia tidak bisa mengharapkan Alvin datang untuk menyelamatkannya lagi.

Malvin tersenyum senang, "siap, kuy!"

Kallien menoleh ke Firly dan Devin, "gue duluan."

"Oke, hati-hati," kata Firly.

"Bakal hati-hati pasti, kan, ada kak Malvin yang jagain, Piw," Devin menambah.

"Lo syaiton banget, ya, awas aja!" Kallien berjalan menjauh beriringan dengan tawa kedua gadis itu.

Devin sudah membuat dia malu kemarin karena Nasywa tahu dia sedang dekat dengan seseorang, jangan sampai kakak nya itu memberi tahu Rizky, dia bisa mati berdiri dalam waktu 24 jam, percaya padanya!

Lihat saja, dia akan membalas semua itu. Kurang ajar!

"Kalo gak jadi, gue cabut, nih," suara Malvin membuyarkan kekesalan nya.

"Udah pergi aja, sana! Kalo gak ikhlas mah, gak usah nawarin!" Kallien berjalan ke arah halte bis sekolah dan duduk di sana, meninggalkan Malvin yang terpaku dengan respon nya. Padahal kan, dia hanya bercanda.

Kallien celingak-celinguk memperhatikan jalan raya di depan nya. Dia naik angkot saja, kalau begini. Lalu turun dan berjalan sedikit lewat gang---jalan alternatif---agar tidak melewati warung tempat bapak-bapak itu ada. Ya, mungkin seperti itu saja.

Dia sadar, dia tidak akan pernah bisa selalu mengharapkan orang lain. Kallien tidak tahu, dia tiba-tiba menjadi sensitif.

Sembari berusaha menghilangkan rasa malas gerak nya, Kallien memainkan ponsel nya sebentar.

Suasana hati Kallien menjadi terasa lebih buruk saat memperhatikan foto itu.

"Kata nya mau move on, foto nya aja masih di liatin kayak gitu."

Dia praktis mematikan ponsel nya, lalu menengok ke samping, "gue udah move on, kok, tadi cuma iseng doang," sergah nya, dan berdeham lirih.

Malvin memutar bola mata malas, "lo liatin kayak gitu malah jadi makin susah buat move on nya, iya, susah, karna lo masih berharap sama dia."

"Heran, apa lagi yang mau di harapin sama orang yang udah jadian, yang udah jadi milik orang lain?"

"Lo katanya mau cabut, kenapa jadi duduk di sini?" kata Kallien ketus, mengungkit masalah barusan.

"Lo baperan, gue cuma bercanda."

"Bercanda lo gak cocok buat humor gue yang tinggi."

"Humor tinggi apaan yang udah ngakak cuma gara-gara sendal gue lepas?"

"Dih, kapan?"

"Lo pikir gue gak denger lo ketawa pas sholat dzuhur? Ih, parah banget sampe harus wudhu ulang."

Kallien malu, wajahnya memanas, ya, tadi dia melihat adik kelas yang tidak sengaja menginjak sendal Malvin yang sudah di pakai, dan sendal itu jadi terlepas dari kaki nya, itu lucu, dan Kallien tertawa sampai tidak sengaja kentut dan harus wudhu ulang.

Dia memukul lengan atas Malvin, "bacot, diem!"

"Cih, pura-pura gatau, kasian, malu, ya, lo?" Malvin menunjuk-nunjuk Kallien.

"Apaan, sih? Mending gue pulang!"

Gadis itu kebetulan melihat angkot tujuan nya, lantas memberhentikan nya dan berdiri.

Saat angkot itu sudah berhenti, Malvin menahan dirinya, "eh mau kemana?"

"Pulang."

"Pulang nya kan, sama gue, Kal."

"Gue mau pulang sendiri!"

"Gak. Udah sore!" Malvin menatap supir angkot yang memperhatikan nya, "bapak jalan weh, teu jadi naék angkot na," kata nya. Seenaknya. (Bapak jalan aja, gak jadi naik angkot).

Supir itu menggerutu, lalu menjalankan kembali angkutan umum itu.

"Eh, eh, pak!" Kallien berdecak kesal, "gue pulang sendiri, kak Malvin!"

"Udah sore, bego!"

"Gue gak peduli!"

"Tapi gue peduli! Udah, ayok," Malvin meremas lengan Kallien dan menarik nya menuju motor.

Kallien pasrah, tidak bisa melawan jika Malvin sudah begini. Mana pakai remas-remas tangan lagi, kan, sakit.

"Naik."

"Tapi jangan ngebut!"

"Iya, bawel! Gue dorong juga, lo!" Mumpung ada selokan cukup besar di belakang gadis itu.

Kallien mendengus, lalu menyamankan diri di atas jok motor, tidak lupa meletakkan ransel nya tepat di tengah-tengah mereka.

"Kal," tapi motor itu tidak kunjung dilajukan.

"Hah?"

"Tau bedanya Mars sama Bulan, gak?"

Kallien menggeleng, "nggak. Emang apa?" Dia malas berpikir.

"Kalo Mars itu mulus," Malvin terkekeh memikirkan jawaban nya, "kalo Bulan itu bopeng."

Itu lucu.

Kallien tidak bisa menahan tawa nya, dia tertawa, sial, tidak jadi marah, kan!

Baru saja ingin merespons, Malvin menggas motor itu kencang, membuatnya untuk ke sekian kali hampir terjungkal ke belakang.

"ANJIR, MALVIN BAGONG!"