Saat pertama kali bangun dari sadarnya lelaki itu melihat wajah khawatir L.
"Hey dia sudah sadar!" teriak L senang membuat adik lelaki itu mendatanginya.
"Aku saja sebagai adik biasa aja," guman gadis itu membuat lelaki itu langsung melayangkan jitakan di kepalanya.
"Eh perkenalkan dia adik kembarku namanya Esta dan aku Sem, maaf sebelumnya aku belum memperkenalkan diri," ujar lelaki yang bernama Sem.
L mengangguk paham kemudian menatap sekeliling tempat kemah Sem yang berada di atas pohon, dia lupa menyadari betapa indahnya tempat persembunyian mereka karna fokus merawat Sem yang pingsan.
"Ngomong-ngomong namamu siapa?" sahut Sem penasaran dengan nama gadis yang bersamanya sadari tadi.
L menoleh menatap Sem diam hingga suara pekikan dari Esta membuat perhatian mereka teralihkan. "Keren banget! Apa itu mata aslimu?"
"Ha? Ada apa dengan mataku?" tanya L bingung.
"Warnanya sangat biru seperti air laut!" serunya kegirangan.
"Hey jangan mengada-ngada apa matamu rabun atau kau terlalu terobsesi dengan mata indahku?" kekeh Sem. Membuat Esta tersenyum kecut.
"Aku memang iri dengan matamu tapi aku jelas melihat perubahan matanya menjadi biru!" ucap Esta tidak terima.
"Hais mulai lagi, matanya warna hitam pekat apa kau tidak lihat!?"
Sem dan Esta saling berdebat dengan terus mempertahankan opini mereka masing-masing. Tidak dengan L dia lebih memilih berjalan menghampiri jendela yang di sana terlihat indahnya senja dari atas pohon.
Dalam kenikmatan sejenak itu tiba-tiba perhatiannya teralihkan dengan melihat beberapa kaum yang sedang berjalan tak tentu arah di perbatasan, badan mereka sempoyongan dengan tatapan mata yang kosong.
"Sem coba kemari." Lontaran kata L membuat perdebatan Sem dan Esta terhenti dan beralih menghampiri L.
"Ada apa?" tanya Sem penasaran.
"Ada apa dengan mereka? Kenapa mereka seperti itu?"
"Kau ini pura-pura bodoh atau apa? Jelas-jelas mereka itu Zolu." Esta memotong Sem yang hendak berbicara.
"Zolu? Apa itu Zolu?"
Sem dan Esta saling memandang bingung. "Kupikir kau tau saat melihat kaum buangan berada di Lab tadi," ujar Sem.
"Aku tidak tau, aku hanya penasaran kenapa dia di seret masuk ke ruangan itu?" jelas L membuat Esta mengembuskan napas kasar.
"Kau menculiknya di mana Sem!" teriak Esta gerang. Sem reflek menutup telinganya saat mendengar suara mariton kembarannya itu.
"Hais tidak usah berteriak aku tidak tuli!" hardik Sem kesal saat melihat Esta yang sudah dulu meningggalkan dirinya bersama L.
"Maaf ... " ucap L pelan merasa bersalah.
"Hais ... kau juga! jangan mengasihaniku aku akan terlihat lemah!" Sem terus mengorek telinganya yang masih terasa sakit.
L terdiam kebingungan dia tidak mengerti jalan pikiran Sem, lalu ia kembali melihat kaum tadi yang mereka sebut Zolu.
"Mereka itu adalah kaum yang memiliki setengah jiwa, separuh otak mereka sudah di pakai untuk bahan penelitian sedangkan raga mereka sudah sepenuhnya milik parasit yang kau lihat di Lab tadi."
"Mereka hanya makan dan makan tidak akan pernah kenyang. Itu lah saat itu aku sebut mereka monster karna lidah mereka sudah tergantingkan dengan parasit. Semua distrik menyebut mereka Zolu tidak dengan distrik 1 mereka malah menyebutnya Zombie."
"Distrik 1?" tanya L bingung.
"Iya, emangnya ada apa?"
"Distrik 1 itu di mana?" Pertanyaan L membuat Sem melotot kan matanya tidak percaya.
"Aku belum pernah ke sana tapi kata semua orang distrik 1 adalah tempat ujung dunia yang tidak terikat dengan lingkaran pembatas, mereka
Menyebutnya kota surga."
Lagi-lagi L di buat bingung.
"Lupakan itu terlalu rumit," potong Sem lalu beranjak menemui Esta yang berada duduk di meja makan.
"Tadi gempa bumi, apa mereka memakai alat kiriman dari distik 1?" tanya Sem saat duduk berhadapan dengan Esta.
"Hmm iya, mereka sangat boros. Saharusnya digunakan untuk melawan Para Zolu tapi mereka malah menggunakannya untuk kesenangan mereka."
"Jadi kenapa kau bisa menemukanku? Bukannya kami jatuh ke dalam tanah?"
"Hey apa kau lupa? Neuralink masih tertanam di otakmu! Jadi aku leluasa melacakmu!"
"Hais ilermu muncrat!"
"Ha? Sem juga?" L menghampiri perdebatan mereka sambil menatap Sem untuk meminta penjelasan.
"Dulu dia hampir di jadikan Zolu, tapi untung paman Max menolongnya," jelas Esta lagi-lagi memotong Sem yang hendak berbicara.
"Max?"
"Iya, dia adik dari ibu kami yang tinggal di distrik 1, dia di utus ke distrik ini untuk menjadi bala tentara dan tanpa sengaja bertemu kami yang hampir di kirim ke distrik 25."
"Distrik 25?"
"Ada apa? Jangan bilang kau juga tidak tau," sindir Esta.
"Itu tempat tinggalku," jawab L membuat mata kedua kembaran tak seiras itu membulat sempurna karna terkejut.
"Kalau itu tempat tinggalmu jadi kenapa kau bisa berada di ditrik 24?" tanya Esta nyolot.
"Aku juga tidak tau saat terbangun aku sudah berada di tempat lain."
"Tadi malam Para bala tentara di utus untuk pergi ke distrik 25, tapi sampai sekarang mereka belum kembali." Esta memandang Sem khawatir sambil mengingat pamannya yang berada di sana.
"Belum ada kabar," lirih Sem. Saat kembali teringat tujuannya datang ke pos penjaga hingga bertemu L yang berada di sana.
"Kenapa bisa tidak tau?" Esta beralih menatap L bingung.
"Aku ... "
"Sudahlah kau serba tidak tau!" rajuk Esta dan pergi begitu saja. L menunduk lemah merasa tidak enak akan beradaannya.
"Tidak apa-apa jangan bersedih, dia hanya merindukan paman Max," ujar Sem berusaha menenangkan.
"Kalian hanya tinggal bertiga?" tanya L penasaran.
"Iya. Ibu berada di distrik 2 dan ayah sudah lama meninggal karna berusaha menggantikanku untuk menjadi Zolu. Waktu masih kecil aku tidak bisa diatur dan selalu melanggar aturan hingga di bawa paksa ke distrik 24. Paman menyusul diikuti Esta yang saat itu merindukanku. Paman berusaha menolong ayah tapi terlambat. Aku dan Esta tidak di beri izin untuk kembali dan malah di bawa ke distrik 25 tempat pembuangan, paman menyusup, berusaha menolong kami diam-diam dan akhirnya menyembunyikan kami di kemah atas pohon ini."
"Jadi bagaimana dengan ibumu? Apa dia tau?"
"Mungkin. Tapi dia sudah terikat dengan komunitas Beta, dia tidak bisa melanggar aturan yang telah di perintahan kan oleh komunitas Alpha." Sem tersenyum berusaha menyembunyikan kesedihannya.
"Okeh gantian, kau tidak ingin menceritakan tentang dirimu?" sambung Sem.
"Apa yang harus kuceritakan? Tidak ada yang sempurna dari distrik 25, kau kan tau di sana hanya tempat pembuangan." Sem terdiam sambil menggigit bibir bawahnya.
"Oh iya aku belum tau namamu?" ucap Sem mengalihkan pertanyaan.
"Aku tidak punya nama," jawab L dingin.
"Loh kok bisa?"
"Untuk apa punya nama? Agar bisa di kenang? Di rindukan? Atau apa?"
"Untuk identitas lah," jawab Sem bingung.
"Untuk identitas? Agar semua orang mengenal dirimu berasal dari distrik 25, begitu?"
"Maksudku bukan seperti itu, kalau kau punya nama aku jadi bisa mengenalimu."
"Aku tidak butuh identitas," banta L.
"Kenapa sulit sekali berbicara denganmu? Bukannya ... "
"Manusia itu tidak sempurna jadi jangan mengharapkan kesempurnaan dariku." Sem terdiam mendengar hal itu.
_o0o_
L