L tersadar dengan bunyi jarum jam berdetak sebagai pengantar bangunnya, dia juga sempat tersentak saat melihat dirinya berada di ruang isolasi yang dindingnya berlapis kaca sehingga membuat ruangan itu berisi pantulan dirinya yang terlihat berantakan dengan luka lebam di sekujur tubuhnya.
Dia beranjak duduk berusaha mengalahkan rasa sakit badanya yang terus berteriak ngilu, dan baru sepenuhnya duduk dengan benar saat melihat seorang lelaki ber jas putih memasuki ruanganya dengan membawa jam pasir dan mainan kubus.
Dia duduk di atas ranjang L, dan di tengahnya terdapat perantara berupa meja kayu. Dia meletakan benda tersebut di atasnya membuat L terheran-heran.
"Kau tau? Ini percobaan yang ke-20 kuharap kau tidak mengecewakan kami lagi." Sambil menggeser mainan kardus itu di depan L.
"Aku tidak tertarik dengan mainan itu, bisakah kau memberiku buku?" tanya L pelan, entah kenapa dia merasa bosan melihat permainan itu seperti dia sering memainkanya.
Lelaki berjas putih menoleh sambil mengangguk kepalanya ke salah satu cermin yang sudah di modifikasi agar terlihat dari luar.
Sambil menunggu, lelaki kedua datang menbawa buku dan meletakannya di atas meja.
"Kenapa kau masih ada disini?" tanya L bingung melihat lelaki pertama belum juga keluar setelah melihat kepergian lelaki kedua yang membawa mainan kubus tadi.
"Aku ingin melihat perkembanganmu," jawab lelaki itu datar.
"Kau manusia atau robot? kenapa kau tidak punya ekspresi dari raut wajahmu?" L terkekeh pelan dan tanpa menyadari lelaki di hadapannya sekarang sudah membulatkan matanya tidak percaya.
"Kenapa kau bisa mengatakan hal itu?" Pertanyaan lelaki itu membuat L mengangkat dagu setelah membuka buku dari halaman pertama.
"Aku hanya iseng, apa itu menyinggungmu?"
"Tidak," jawab lelaki itu singkat.
"Okeh. " Pasrah L. Dia kembali membuka buku halaman berikutnya. "Kita tau siapa kita tetapi tidak tau akan jadi apa kita, kau punya alasan dari sikap cuekmu tapi tanpa kau sadari di masa depan sifat itu akan menghambatmu dengan orang yang kau sayangi," lanjut L.
"Kenapa kau peduli denganku?" tanya lelaki itu tertarik.
Dengan fokus pada buku itu L berucap," Sejujurnya saya tidak tertarik dengan apa yang anda lakukan untuk menjalani hidup. Saya ingin tahu apa yang sangat anda inginkan dan apakah anda berani bermimpi menggapai kehendak hati anda. Saya tidak tertarik dengan usia anda saya ingin tau apakaha anda berani terlihat bodoh dem cinta_demi impian_ demi petualangan hidup."
"A... apa?" Lelaki itu tergagap mendengar ucapan L.
"Itu karya dari Oriah montain oreamer," balas L lalu mengakat dagu melihat ekspresi lelaki itu yang kembali datar.
"Ada apa?" tanya L bingung.
"Aku pikir itu ucapanmu."
"Aku tidak punya pengetahuan itu bukan? Lagi pula ... apa kau tidak melihat aku sedang membaca buku?"
"Jadi kau pikir kau tidak pintar?" L mengangguk sebagai jawaban.
"Ketahui lah tidak semua emas berkilau tidak semua pengembara tersesat, orang tua yang kuat tidak melemah, akar yang dalam tidak dapat membeku."
L terdiam sesaat mencerna ucapan lelaki itu.
"Aku membaca karya dari J. R. R. Tolkien," sambungnya sambil menunjukan dagunya ke buku yang L pegang.
L tersenyum miring." Apa kau sedang membalas perbuatanku? Bagaimana mungkin kau bisa membaca dengan keadaan buku terbalik?"
"Kalau kau merasa seperti itu, berarti yasudah," lanjutnya mengangkat bahu.
"Kau sensitif juga rupanya, jika seandainya aku menyinggung hal lain apakah aku akan di bius lagi dan melakukan update yang ke 21?"
Lelaki itu terkekah pelan, kemudian menatap L datar. "Ucapanmu tidak berhungan dengan update yan ke 21, kami melakukan hal itu untuk mengurangi cacat dan membuatmu lebih layak di gunakan."
"Dari ucapanmu saja sudah menunjukan perang mulut akan di mulai, kata layak di gunakan? bukanya itu di tujukan untuk seorang robot?"
"Nah disini lah dilihat bukan aku yang sensitif tapi kau lah, tapi sudah lah. Bukanya kau ingin membaca? Aku tidak ingin mengganggumu." Lelaki itu mulai melangkah pergi sambil mendekatkan penyadap suara di mulutnya yang berada di lengan jas."Sudah kubilang beberapakali tidak perlu menanamkan emosi lihat saja bekas emosi itu masih tersimpan," bisiknya pelan.
L terkekeh pelan mendengar hal itu. Dia mulai fokus membaca buku tapi pandanganya jatuh kepada jam pasir yang berada di hadapannya.
"Tunggu!" Lelaki itu menoleh tak jadi membuka pintu.
"Kegunaan dari benda itu apa?"
"Oh ayolah, kupikir kau sudah mencapai target kami tapi ternyata masih belum juga." L menautkan keningnya bingung.
Lelaki itu kembali duduk di ranjang sambil menyilangkan kedua tanganya di dada.
Sedangkan di balik dinding kaca, seseorang yang sedari tadi mengamati aktivitas mereka terkekeh pelan.
"Ada apa?" tanya L penasaran.
"Oke kita mulai dari awal saja, sebutkan namamu."
"Namaku?" L terdiam sesaat dan mulai berpikir.
"Nah... inilah bagian yang paling menjengkelkan, setelah semua prosedur yang telah di lakukan kau masih lupa namamu?"
"Kalau itu menjengkelkan kenapa tidak di lewati saja?"
"Bagaimana mau di lewati sedangkan itu adalah pertanyaan utama," ujar lelaki itu setelah mendesah.
"Yasudah ambil barang ini dan segeralah keluar mungkin saja beberapa menit kemudian aku bisa mengigatnya," saran L.
"Ide yang bagus tapi tidak ada waktu kau akan akan di lepas ke distrik Psi."
"Distrik Psi? Bukanya itu distrik ke 3 terakhir kaum dari Wishkey?"
"Yah, rupanya kau masih mengigatnya tidak heran dokter memilihmu, kau punya kualitas yang terbaik."
"Tujuan aku kesana untuk apa? Dan kenapa harus distrik Psi?"
"Bukanya itu pertanyaan bodoh? Kau sudah melewati 2 distrik dan selanjutnya distrik Psi," lelaki itu mengembuskan napas kasar.
"Aku melewati 2 distrik?" tanya L tidak percaya.
"Ya! Jadi tidak heran kau punya beribu luka di badanmu!" L menoleh melihat cermin yang berada di sampingnya memperhatikan seluruh wajahnya yang lebam.
"Kenapa kalian memilihku?" tanya L yang masih memperhatikan wajahnya.
"Karna kau mau," ucap lelaki itu pelan. "Dan karna seharusnya," sambungnya.
"Apa yang special dariku?" tanya L lagi.
"Karna kau tidak ingin dikenal." L menoleh menatap heran lelaki itu.
"Anggap saja kelupaanmu adalah persetejuan dari otakmu yang tidak mengiginkan dirimu yang dulu."
"Luar biasa." L tertawa mendengar hal itu.
"Maaf tidak ada waktu untuk bersantai," ucap lelaki itu sambil memegang belakang leher L hingga membuatnya pingsan.
_o0o_
L
Sem mengaduk minumanya dengan tidak semangat membuat Esta berdecak kesal melihatnya.
"Perhatikan sekelilingmu banyak wanita di sana," ucapnya sambil memperhatikan para gadis yang diam-diam mengagumi saudara kembarnya dari jauh.
"Mereka hanya lah gadis yang sama, memprioritaskan identitas dan status wajah," ujar Sem yang masih sibuk dengan minumannya.
"Kau tidak sekeras itu untuk menyembunyikan kekesalanmu di Academy. Setelah apa yang kita lewati kau masih orang yang sama, berhati dingin dan pendendam," sindir Esta mengubah arah matanya menuju jendela yang saat itu turun salju."
"Kau bisa di keluarkan dari markas jika terus seperti itu, apa kata paman Max yang sudah berusaha mengirimmu sekolah ke distrik Psi? Dia mungkin menyesal dan tidak ingin membantu kita lagi."
"Apa hubungan paman Max dan para gadis yang kau sebutkan tadi? Manusia yang aneh, tidak heran mereka menyebutmu kaum X-rey," Sem menggeleng-gelang kepalanya melihat Esta yang sudah memandangnya penuh tajam.
"Aku tau kau paham maksudku Sem, kita sudah lama bersama, apa aku perlu mengumumkannya di aula Academy?"
"Aku banyak pikiran bisakah kau hanya membahas satu masalah saja?
"2 itu cukup, dan tidak banyak membuang waktu, karna besok aku tidak punya waktu untuk menegurmu lagi, karna sekarang kita sudah beda tempat tinggal." Esta melangkah pergi meningglkan Sem yang masih betah berdiam diri di kantin Academy.
Pikiranya terus berkelana jauh, sambil memikirkan beberapa tahun lamanya dia berada di circle menghabikan waktu untuk mematuhi perintah, dia pernah teringat soal perkataan gadis yang sudah lama menghilang, tentang kerjasama paman Max bersama kaum yang tinggal di distrik omega. Walau pun itu hanya sebuah opini tapi malah benar nyatanya.
Dia menyesal karna sudah membiarkanya pergi, kalau seandainya dia sedikit mendengarkan gadis itu bicara dia pasti tidak perlu merasa bersalah. Dan karna sifat barunya sekarang membuat semua orang menjauhinya, termasuk pacarnya dan teman markasnya.
Tanpa sengaja dari jauh Sem melihat para lelaki bergerombol mengikuti seorang gadis yang berjalan santai memasuki Academy.
"Dia datang!" Seru para lelaki yang berada di kantin dan berbondong-bondong keluar. Sem yang sebenarnya tidak peduli malah tertarik mengetahuinya, dia beranjak dari kursinya menuju pintu keluar berusaha melihat jelas pandanganya dan betapa terkejutnya orang yang sudah lama menghilang kini kembali.
"Dia?"
_o0o_
L