"Bagaimana rasanya?" tanya Esta saat berada di samping Sem yang sedang duduk di dalam markas.
"Seperti terinjak ludah sendiri," jawab lelaki itu sambil memandang kosong.
"Itu menjijikan, apa tidak ada contoh lain?"
"Dahlah aku tidak berniat membayangkan yang tidak seharusnya kubayangkan."
"Oh benarkah?" Esta memicing curiga membuat Sem meliriknya sekilas.
"Yap."
"Bagaimana dengan foto Alita? Yang kau jadikan sebagai alat men ..." sindir Esta menyebutkan nama pacar Sem yang berada di Academy ahli kimia.
"Kau berada di luar topik pembahasan," sambar Sem.
"Okey," putus Esta sambil terkekeh pelan.
"Selama ini aku merasa bersalah padanya dan dia membalasku seperti itu. Apa aku terlalu jahat?"
"Berhentilah berbicara dia sudah datang," bisik Esta sambil menendang kaki Sem dengan mata yang tertuju kepada L yang baru memasuki markas bersama 2 orang lainnya.
Sem menoleh dan betapa terkejutnya dia saat melihat Alita pacarnya ikut mengekori L.
"Maaf terlambat, aku membawa 1 anggota untuk mencukupi kelompok kita, dia adalah ..."
"Alita! Kau sedang apa di sini?" Sem memotong ucapan L hingga membuat gadis itu baralih melihat wajah Alita yang terlihat kesal.
"Kenapa? Kau pikir kau bisa bebas bersenang-senang dengan gadis baru? No!" sahut Alita. Gadis yang mempunyai lesung pipi yang dalam, tidak heran Sem jatuh hati padanya.
"Hey, untuk apa aku lakukan itu?" Sem berusaha berbicara dengan nada yang lembut.
"Jangan mengelak! Semua murid Academy membicarakanmu!" ucap Alita dengan nada yang lebih tinggi sambil mengangkat dagunya beberapa senti.
"Nanti saja debatnya, bagaimana kalau kita bersiap-siap untuk membuat persiapan besok?" tanya L memotong.
"Aku sudah siap dari tadi," sahut Ken dengan pandangan lelah, tangan kanannya terangkat melambaikan tali ranselnya yang sudah dia bawa.
"Sejak kapan kau bersiap?" Esta melotot tidak percaya.
"Sejak kau berbicara dengan mantanmu," gurutu Ken dan masih di jangakau ditelinga mereka semua.
"Ha?! Sejak kapan kau punya mantan? Bukanya kau bilang kalau aku cinta pertamamu?!" Alita mengambil alih dengan bening kristal yang mulai tergenang di pelupuk matanya.
"Itu ... salah paham ..." Belum juga melanjutkan ucapannya Alita sudah lebih dulu pergi.
"Tunggu kau," Mata Sem melotot gerang kearah Ken yang hanya mengaguk setuju dengan tatapan polos.
"Kauuu ... " Napas Esta mulai memburu dan berjalan mendekati Ken sedangkan lelaki itu sudah lebih dulu melarikan diri. L memijat kepalanya yang mulai terasa ngilu sungguh di luar dugaan dia tidak tau apa yang terjadi padanya hingga harus satu kelompok dengan orang-orang aneh seperti mereka.
_o0o_
L
L memandang takjub hologram yang menampilkan semua peristiwa di Academy. "Bagaimana bisa aku serupa dengannya?" Dia bertanya kepada lelaki yang sibuk memainkan rubik di tangannya.
"Teknologi sudah sangat canggih, jadi apa lagi yang mau di pertanyakan?" Lelaki itu menoleh saat selasai mencocokan semua warna baloknya.
"Jadi siapa yang asli? Aku atau dia?"
"Itu rahasia." Lelaki itu mencubit hidung L dengan gemas.
L memanyunkan bibirnya cemberut. "Aku capek berada di ranjang terus," rajuknya dengan wajah memelas.
"Tidak ada waktu bersantai cepat selesaikan rubikmu."
"Hee? Kau pikir tadi aku bersantai? Aku sedang mengeluh."
"Kau mengeluh untuk apa? Apa kau seperti avatar lainnya yang di utus keluar? Tidak kan?"
"Tapi tadi kau bilang aku juga akan pergi ke distrik 23!"
"Iya sebenarnya tapi aku sadar tubuhmu belum juga sepenuhnya sembuh."
"Tubuhku memang lemah tapi jiwaku enggak!" Banta L tidak terima.
"Aku tidak mengatakan tubuhmu lemah aku hanya bilang belum sembuh."
"Uh aku malas berdebat, aku hanya ingin ketemu Sem dan Esta, entah kenapa hari yang kujalani begitu lama." L tertunduk lesuh dan mulai berbaring, menarik selimut sampai ke bahunya.
"Oh anak lelaki itu? Hmm. Lumayan juga dia."
"Aku rindu saat dia menunjukan buku yang dia baca, membacakan setiap kutipan dari karya tokoh terkenal, rasanya seperti anak kecil yang di dongengkan oleh orang tua mereka."
Lelaki itu terdiam sebentar menatap L lama lalu kemudian berdehem pelan. "Kau tau aku juga punya kutipan dari para tokoh, mau dengar?"
L menoleh menatap lelaki itu lalu menaikan satu alisnya. "Apa?"
"Ingat! Tidak ada yang bisa membuat anda merasa rendah diri tanpa persetujuan anda, karya dari Eleanor roosevelt."
"Menarik." L mengangguk-angukan kepalanya setuju.
"Jadi kau bisa mengganti pola pikirmu."
"Aku tidak bisa, mereka di rancang untuk memenuhi perintahku."
"Berhati-hatilah dengan pola pikirmu, karna itu akan menjadi ucapanmu. Berhati-hatilah dengan ucapanmu karna itu akan menjadi tindakanmu. Berhati-hatilah dengan tindakanmu, karna itu akan menjadi karaktermu. Berhati-hatilah dengan karaktermu, karna itu akan menjadi masa depanmu."
"Itu karya dari siapa?"
"Aku menemukanya di postingan instagram."
"Aku tidak tertarik." L kembali mengembalikan posisinya.
"Jangan kesal, nanti sistem imun dalam tubuhmu akan ikutan berubah, nanti semuanya akan berantakan," tegur lelaki itu.
"Aku tidak pernah minta di beri kehidupan seperti ini, kumohon biarkan aku sendiri." Lelaki itu mengembuskan napas pelan sambil menatap L sendu.
_o0o_
L
Gadis yang berperan sebagai avatar L terduduk lesuh di meja markas sambil menunggu kelompoknya kembali.
Sem berlari kecil menuju markas saat salju mulai turun lebat. Dia terdiam sejenak saat tak sengaja menatap mata L. Kemudian dia mengalihkan dengan cepat sambil membersihkan jaket dengan tangannya sendiri.
"Kalau kalian seperti ini, kapan kita berangkatnya?" Sahut L melihat kecuekan Sem.
"Emangnya ada apa dengan kami? Semua orang kan punya kehidupan pribadi," sanggahnya judes.
"Tapi tidak harus di bawa di tempat kerjakan?"
"Ginideh aku punya ide, gimana kalau kita tunggu mereka datang trus diskusi bareng?"
"Kita tunggu sampai markas ini tertimbun salju? Itu ide yang buruk!"
"Setiap ide baik berawal dari ide yang buruk, itulah kenapa membutuhkan waktu yang lama, itu kutipan dari Steven spielberg mungkin berguna untukmu."
"Saat ini aku tidak membutuhkan bahan bacaanmu, aku butuh action."
"Iya dengan cara bersabar. Kalau tidak suka kau bisa menjemput mereka, bukan?"
"Kalau saja kalian tidak perlu membahas masalah pribadi pasti situasinya tidak ribet sekarang."
"Jadi kau menyalahkanku?" L tidak menjawab dan malah membuang muka.
"Kau juga marah saat aku menyebut distrik 25?"
"Kenapa kau selalu lari dari topik pembahasan?" Gadis itu menatap Sem heran.
"Karna emang nyatanya gitu, kau tidak terima dan marah enggak jelas gini."
"Seharusnya aku yang bilang kek gitu, kau tidak bisa menerima aku sebagai orang yang kau kenal, aku beda!"
"Kenapa perlu berbohong? Apa seseorang sedang mengancammu? atau kau takut identitasmu terbongkar? Ah iya aku ingat, kau malu menyebutkan namamu bukan? Apa namamu sangat jelek seperti tempat tinggalmu?"
L terkekeh sambil menatap Sem tajam. "Tidak heran jika dia meninggalkanmu, mulutmu saja sangat kasar. Aku yang hanya sebagai pendengar sudah menilai kau orang yang seperti apa." Sem terdiam sambil melipat bibirnya rapat-rapat.
"Dan aku tegaskan lagi aku bukan orang yang kau kenal!" L pergi keluar markas bersamaan dengan masuknya Esta dan Ken.
"Dia mau kemana? Bukanya udah rencana mau pergi?" Ken mengambil alih pertanyaan Esta.
"Jangan bilang kau membuatnya marah lagi?" Tebak Esta menatap Sem.
"Dianya aja yang sensitif," ucap Sem beralih duduk di kursi dan pura-pura sibuk membaca buku yang dia keluarkan dari tasnya.
Esta dan Ken hanya bisa saling memandang pasrah.
_o0o_
L