Chapter 2 - menatap

Setelah menunaikan sholat. aku berjalan ke arah ratna, menemaninya duduk di samping. 

bisikan hati mendorong keingintahuan tentang sosok meera, aku yakin dia  mengetahuinya.

basa basiku terucap, "kamu siapanya istri si ilham?" tanyaku laun.

tangannya meraba ke dada: "saya!" tanya ia mempertegas.

Ku anggukan kepala. "iyah."

"Saya adiknya!"

"Ouh adiknya!" ucapku so kaget. "Siapa namanya?"

"Ratna!" jawab namanya.

sesaat ia menghentikan ponselnya, menatap wajahku, "Udah selesaikan?" kemudian bertanyanya.

"ii-hh, nanti dulu!" seruku meminta.

"Mau ngapain lagi?" ia merasa heran.

Mulai ku tanya padanya tentang meera: "Kamu tahu gk?  perempuan berbaju putih, yang membawa sebuah kamera?"

Dari raut wajah menggambarkan, ia tahu seseorang yg ku maksud itu.

"Emang kenapa?" tanyan dengan wajah lugu, pandangannya kembali ke hp.

Aku mengelak, "gak kenapa-kenapa !" dan menambahkan, "cuman ingin kenal ajah!"

ia malah tertawa "hihihi" ntah itu cemoohan atau ledekan.  estimasinya terlihat, "kk suka yah?" tanya dengan frontal.

"Bukan begitu! Cuman simpatisan ajalah!" jawabku dengan nada gagap. "Ouh, simpatisan apa simpati beneran?"

"E-eh, wajarlah jika saya simpati, saya kan normal!"

"Hahahaha" tawa dirinya. "Udah kenalan blum?" tanyanya. 

"Boro-boro kenalan!" jawab keluhku.

"Hah, cemen banget! Laki-laki itu harus jentel!" sindirnya.

"Bukan saya gk jentel, tapi blum ada kesempatan!"

"Kenalin dong!"  pintaku.

Ratna memberikan pernyataannya, " wanita yg kk maksud, namanya  meera!" "dia masih sepupuhan!"

"aku juga tau, dia bernama meera!" 

sontak ia terkaget, hingga memandang sangat tajam, "kalo udah tau ngapain nanya?"

"Tahu dari siapa?" tanyanya menambahkan.  Aku mulai celangak-celongak, berpikir siapa orang yg memberitahukan tadi. akhirnya ku gedikan bahu karna tak tahu, siapa orangnya.

iapun menggelengkan kepala, "aneh banget" katanya.

saat itu, aku bersama ratna yg tengah membicarakan meera, tanpa ku tahu bahwa orangnya sedang mendengarkan kami di dalam kamar. yg paling bodoh aku tak bertanya kepada ratna, "itu rumah siapa?" dan sialnya lagi, ratna tak memberitahukan bahwa rumah tersebut rumahnya meera.

setelah itu meera keluar dari kamara, "ehem ehem" sambil berdehem. 

Betapa terkejutnya diriku, hingga menepuk jidat, "mampus" aku menutupi wajah dengan bantal, guna menghindari rasa malu.

meera berjalan dengan laun, sudut bola matanya sinis ke wajahku, iapun duduk di dekat ratna.

"Nih teh nih, dari tadi ngomongin teteh ajah!" ucap ratna mengolok-ngolok.

Meera tampak dingin dengan gengsinya.

"Tuh ka" tunjuk dengan matanya. "orang yg tadi kk tanyakan!" kata-kata ratna kembali dengan gamblang.

Saat itu aku seperti kerupuk yg di buka dari toplesnya, nyaliku menciut, jantungku berdenyut kencang,  mulutku terkunci  gugupnya, rona wajahku  memerah kepucat pucatan.

sudah kepalang tanggung, meera ada di depanku. apa yg aku inginkan terasa mudah aku dapatkan.

wangi parfum tercium dengan lembut berasal dari meera, ia mengubah warnanya, berbaju merah, dengan balutan kerudung putih menyempurnakan keelokan rupanya.

sesekali dengan acuhnya ia mencruri pandangan terhadapku, saat ku balas tatapan itu, ia menghindar dan menunduk. 

"Huhuhh." aku menghelakan napas dengan dada yg terasa sesak. Aku bingung harus bertanya apa kepadanya? yang ada di hatiku saling berbisik dengan kacaunya: "hai meera!" iih hai mah udah basi, "apakabar meera?" terdengar so akrab,! "Saya harus nanya apa yah?" ucap dalam batinku sendiri.

"Ehem ehem!" desahan ratna ternyiang dengan berpura-pura batuk, padahal sindir halusnya terhadapku.

Ku kedip-kedipkan mata pada ratna, sambil berbisik-bisik, "kamu gk ngasih tahu, bahwa ini rumahnya!"

dengan mulut yg di tutup telapak tangan, ratna cekikikan mendengar bisikku.

"Ka, kalo mau kenalan sama te meera, harus pake bahasa inggris!" tutur ratna. halisku mengerut menandakan sebuah isyarat "kenapa?"

"Soalnya te meera guru bahasa inggris.!" tambah ratna kembali.

"Apaan sih!" elakan meera dengan menyikutnya. 

"Speking englis mah gampang! Saya punya kuncinya di rumah!" ucap ku dengan canda.

Tiba-tiba ratna berdiri, : "saya ke kamar mandi dulu ka!" ijinnya padaku.

ku anggukan kepala.

tinggalah aku dan meera berduaan saat itu.

Dengan sangat memberanikan diri, ku tanyakan namanya berbahasa sunda yg lemes: "kalo tiasa terang, saha namina?"

Ia menatapku sejenak, menjawab: "bukannya sudah tahu?" dengan mata yg mendelik.

Aku pun tersenyum kecil: "gk etis klo tau dari orang lain!"

"Trus?" potongnya dengan wajah datar.

" ingin tahu dari orangnya langsung!"

"Meera!" jawabnya singkat nada bicaranya  laun.

kembali aku tersenyum mendengar ia menyebut namanya sendiri.

"Kamu seorang foto grafi?" tanyaku.

ia menggeleng kepala, "bukan"

"siapanya ratna?" tanyaku kembali.

di jawab seperlunya: "sepupuh!"

"berarti, beda ayah beda ibu yah!" ujar candaku. ia tak tertawa tampaknya garing.

rasa bingung mulai menghampiri, harus ku tanya apalagi padanya, kata-kata ku mulai habis, Ia tak bertanya balik padaku, hal itulah yg menjadikan obrolan putus-putus.

ketika aku berhenti bertanya, iapun terdiam, aku dengannya saling diam-diaman.

Aku hampir lupa. 15menit berlalu, tapi ratna tak kunjung kembali dari kamar mandi.

"Ratna ke mana yah? Kok lama banget di kamar mandinya?" tanya penasaranku.

Meerapun bergegas ke kamar mandi, guna mengecek keberadaan ratna. Dari jauh ia berkata: "ratna, gk ada di kamar mandi!"

Mendengar ucapannya, aku sedikit terkejut "Lah trus ke mana itu orang?" tanyaku.

"sUdah balik kali!" jawabnya. " mending kita kesanah ajah!" sambungnya, mengajak kembali ke acara pernikahan. Aku pun meninggalkan rumah tersebut, dan kembali ke pesta pernikahan bersama meera.

"Ra!" teriak salah seorang tetangga di jalan. Meerapun melirik kearahnya, sambil tersenyum dia mengangguk.

"Kayaknya, gk lama lagi nyusul nih?" ucap gurauan orang tadi.

Sontak mendengar ucapan seperti itu, aku langsung menjawabnya: "Do'akan  sajah bu!"

"Amin amin!" jawab ibu tadi.

Meera menatapku dengan sinis, hatinya berkata: "ke ge'eran amat!"

sampai kembali di pesta pernikahan, orang-orang kian terheran melihat kebersamaanku dengan meera, mereka beranggapan bahwa aku adalah pacarnya, padahal itu yg ku harapkan. terdengar bisik orang-orang itu, "itu pacarnya meera yah?" dengan penuh memperhatikan kami.

Meera segera menghampiri teman-temannya dan meninggalkan langkah ku. dengan ke kepon yg hakiki, teman-temannya bertanya: "ra," wajahnya mengarah ke arahku: "itu pacar kamu?"

Meera menggelengkan kepala: "bukan bukan! Aku juga gk tau siapa dia!" jawabnya so jaim.

"Cie cie, udah jangan sok malu-malu, lagian ganteng kok!" ada yg memujiku ganteng hari itu.

"Iihh apaan sih!" jawab mengelak.

Dari kejauhan ilham memanggilku: "nu-u danu." dengan tangan yg  melambai. Aku segera mendatanginya.

"Kamu sudah makan blom?" tanyanya.

Tanpa basa basi aku menjawabnya: "blumlah, bahkan dari pagi."

"Ya udah, makan dulu yuk!" ajaknya.

"Tapi, pengen bareng  meera." pintaku dengan manja.

"Hah!" kagetnya dia, dengan alis yg mengerut ke jidat.

"Kenal dari mana loe?" tanya ia begitu heran.

"Sayakan punya nabi, masa ada cewe cantik di lewatkan!"

Ilhampun memukul pundakku: "bisa ajah!"

"Buruan ajak si meera!" suruhku sedikit memaksa.

"Sayamah blum kenal nu!" ujar ilham, kemudian ia meminta istrinya: "yang, ajakin si meera tuh!"

Istrinya memanggil meera, dan di ajaknya untuk makan. "Ra,  makan yuk!"

Tadinya meera menolak, berhubung istrinya si ilham trus memaksa, pada akhirnya meera jadi mau.

Di satu meja, aku, meera, ilham serta istnya makan bersama. Betapa berbunga-bunganya hatiku, benih-benih rasa datang secara alami.

"Meera, hari ini kita di pertemukan dalam pesta pernikahan sepupu kita, nanti kita akan bersatu di hari pernikahan kita!" ucap batinku dalam khayalan.

Resepsi pernikahan itu di gelar sampai malam, dan di tutup dengan siraman rohani dari sang kiai. 

Malam itu, aku putuskan untuk pulang ke rumah, padahal  tak rela hari itu harus berlalu, karna aku takut tak bisa bertemu dengannya lagi (meera).

Di tambah aku belum mendapatkan nomor kontaknya.

Sepanjang perjalanan pulang, Ku pacu spedah motorku, sambil bernyanyi di atasnya, sesering mungkin aku tersenyum mengingatnya.

"Akan ku isi, hari-hari ku, bersama nama mu!"

Ucap hatiku begitu optimis.