Smith Blackfire menyeringai lebar.Lidahnya menjilat bibirnya seksi. Pria bersurai gelap yang serasi dengan irisnya itu tak pernah melepaskan pandangannya dari layar. Mata tajamnya tidak sabar untuk melihat sang target.
"Muncullah wanita..." gumannya.
Tangannya kembali mengambil cerutu dari balik jas. Menggendusnya seolah tengah menghirup aroma memabukkan dari cerutu itu.
Api menyala -- diikuti asap mengepul dari cerutu Smith.
Asap mengepul yang keluar dari bibir seksinya menambah aura yang menggetarkan para wanita. Dia panas, berbahaya. Tipe yang menantang para wanita untuk menaklukkannya. Itu jika mereka tidak mengenal betapa sadis pria ini terhadap seorang wanita.
Dimitri masih terdiam, dia tau pandangan mata Smith tak lepas dari bayangan layar yang berisi silet wanita menari-nari erotis. Hanya ketika sudut bibir Smith tertarik keatas dan ia mengucapkan sesuatu yang membuat Dimitri bereaksi dengan mendecih.
"Dia milikku."
"Kau yakin? Kau bahkan belum tau wujud aslinya, " ucap Dimitri sinis.
"Aku yakin jika dia bisa sepanas itu di balik layar maka dia pasti tidak akan kalah liar diatas ranjang, " jawab Smith. " Aku tidak pernah salah dalam menilai wanita, itu bakatku," lanjutnya.
"Huh, sekali jalang tetap saja jalang. Tidak ada bedanya dengan dua wanita yang berjongkok di depanmu, " ucap Dimitri.
Dia sebenarnya sangat kesal melihat dua wanita yang merendahkan dirinya hingga rela duduk di lantai. Tetapi dia tau persis karakter Smith yang terkenal kejam dengan para wanita. Mungkin saja dua wanita ini sebenarnya ketakutan dan terpaksa merendah seperti ini. Dimitri bisa melihat dari tangan mereka yang bergetar ketika menuangkan wine.
"Aku merasa terganggu dengan mereka, beri mereka uang dan suruh pergi dari sini, " ucap Dimitri.
"Jadi...wanita seperti apa yang kau inginkan? Dua wanita tadi tidak buruk. "
Dimitri menggeleng, terlalu enggan menerima wanita-wanita yang mencari uang dengan cara menyedihkan seperti ini karena sistem pemerintah yang buruk. "Mereka berdua sudah cukup, " jawab Dimitri, matanya melirik ke arah dua wanita yang duduk di kanan kirinya.
Musikpun berhenti. Smith menyeringai lebar lalu menjatuhkan cerutu itu dan menginjaknya. Dia menjilat bibir atasnya membayangkan penari itu menari-nari di atas ranjangnya.
Smith tidak sabar menggerakkan jari-jarinya di atas kulit penari itu. Dia tidak sabar ingin mengukir lekukan tubuh yang hanya bisa dilihatnya dari VIP.
'Dia pasti menakjubkan. '
"Baiklah, nikmati harimu. Aku harus menangkap kucing yang berada di balik layar itu, " ucap Smith.
"Pergilah," ucap Dimitri acuh tak acuh. Tidak ada tempat untuk wanita di hidupnya. Terlalu merepotkan melindungi wanita di dunia yang tidak sehat ini.
"Aku baru melihat seorang Godfather yang dingin dengan wanita, biasanya mereka sama bajing*n seperti kami. "
"Aku mempunyai selera yang berat, "jawab Dimitri.
"Aku penasaran tipe seperti apa yang bisa mengubah wajah stoick-mu. Kau terlalu tampan untuk hidup seperti biksu, " ujar Smith. Rasa tertariknya pada kehidupan ranjang pria dingin ini mengalihkan niatnya dari Patricia yang menari. Meskipun itu hanya untuk sementara.
"Tipeku adalah wanita yang mungkin akan membuatmu gila. Tetapi aku lebih suka uang dari pada wanita. Para wanita sangat suka menghabiskan kesukaanku itu jadi mereka tidak menjadi prioritasku saat ini, " jawab Dimitri.
"Jawaban yang bagus, tapi aku lebih tersiksa jika hidup tanpa pemuas nafsu. "
Dimitri masih diam tak perduli. Mata Jade yang dingin masih memperhatikan liukan perut dan pinggul siluet sang penari. Meskipun tertarik dengan wujud asli sang penari, dia tidak ingin berkonfrontasi dengan Smith. Pria itu terlalu bajing*n untuk dijadikan kawan maupun lawan. Cukup masalah bisnis yang membuatnya berurusan dengan Smith.
Bukan bearti dia tidak berani pada pria pecinta vagi*a wanita itu tetapi bertarung dengan penjahat sadis seperti Smith demi jalang bukan hal yang patut dibanggakan. Terlebih ada sosok Axton yang siap menjadi tameng Smith. Axton Blackfire--sang ketua Godfather yang terkenal jenius. Melawannya lebih merepotkan dari pada sepuluh Smith Blackfire.
Tetapi mata jade-nya seolah berkhianat. Sebesar apapun usahanya untuk mengalihkan perhatianya dari penari di balik layar, semua berakhir sia-sia. Daya tarik wanita yang menari dibalik layar itu begitu besar dan menghipnotis. Dimitri putus asa untuk menjaga pandangannya tidak mengarah ke arah layar itu.
"Sial, ada apa denganku. Ini tidak seperti diriku, '' gerutu Dimitri. Baru kali ini dia kehilangan fokus berkali-kali. Jelas ini tidak baik untuk bisnis dan keselamatannya. Lengah sama artinya dengan bunuh diri.
.
.
Di sisi lain, Max menerima info dari wanita yang diusir oleh Smith jika pria itu bersiap menangkap Patricia.Tidak ada kabar yang lebih buruk dari pada berita Smith Blackfire tertarik dengan Patricia. Dan ini tidak bagus untuk bisnisnya dan keselamatan semua orang.
"Apa kau yakin, Eva? " tanya Max.
"Aku bersumpah, sebelum aku diusir--mereka membicarakan Patricia. Kau harus melakukan sesuatu sebelum hal buruk terjadi pada gadis malang itu, " jawab Eva.
"Semua yang dikatakan Eva benar, Max. Meskipun saat itu aku ketakutan tetapi otakku masih bisa mencerna pembicaraan kedua pria itu, " bela Mary.
"Shit... Ini buruk. Kita benar-benar dalam masalah besar, " guman Max.
"Kau harus segera menyusul Patricia sebelum turun dari panggung. Jangan biarkan anak buah Blackfire menangkapnya lebih dahulu. " ucap Eva sambil meremas kedua tangannya.
"Pengobatan neneknya tergantung pada Patricia, jika dia tertangkap Smith maka aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi, " ujar Marry.
Bukan rahasia lagi jika Patricia bekerja di sini demi pengobatan neneknya. Oleh karena itu banyak diantara mereka yang iba terhadap Patricia.
Kimberly yang tengah duduk di pangkuan Max sedikit khawatir dengan masalah ini, namun ada kondisi yang lebih mengkhawatirkan dari pada masalah tertangkapnya Patricia yaitu tempramen Max yang meledak-ledak. Bagaimanapun juga kekayaan dan kekuasaan Max masih jauh jika dibandingkan dengan Smith. Bisa jadi nyawa melayang jika berani mengusik pria sadis itu.
"Max, apapun yang terjadi kau harus tetap tenang. Blackfire bukan lawan bagi siapapun yang tinggal di kota Kenned. "
Eva dan Marry berpandangan. Mereka lupa jika Max memiliki temperamen yang buruk. Jika sampai Max kehilangan kesabarannya maka ratusan orang yang bekerja di sini akan berakhir di jalanan.
"Kimberly benar, lakukan dengan aman Max, " saran Eva. Tidak ada seorang pun yang menginginkan hal yang buruk terjadi pada Patricia. Kerasnya hidup di kota ini membuat hubungan mereka menjadi sangat erat.
"Baiklah, bangunlah dulu... aku harus segera menyembunyikan Patricia." Max memerintahkan Kimberly yang notabene-nya kekasihnya.
Kimberly mengangguk dan memberikan ciuman pada Max. Tidak ada kecemburuan di matanya sebab dia tau jelas hubungan antara Max dan Patricia yang seperti saudara. Justru sebaliknya, dia juga menyayangi Patricia seperti adiknya sendiri.
Tbc