Patricia Pov.
Di markas besar Blackfire.
Tanganku dicengkeram dengan kuat oleh pria ini. Dia membawaku layaknya anjing yang ia pungut di jalan. Sangat tidak hormat, kasar. Ingin sekali aku mengutuk dia tetapi logikaku tidak mengijinkan. Dan aku lega menuruti logika-ku.
Aku bertanya-tanya apa sebenarnya yang terjadi pada pria ini. Masa lalu seperti apa yang dia miliki sehingga melahirkan kepripadian anti sosial seperti ini. Ataukah memang di terlahir untuk menjadi jahat. Itu sebabnya dalam wajah adonisnya, terdapat hati yang sekelam iblis.
"Akh..."
Dia bahkan tidak perduli jika pakaian yang aku kenakan compang camping akibat ulahnya di mobil. Dia sama sekali tidak tertarik untuk mengkhawatirkan apakah aku malu atau tidak jika tubuhku terlihat oleh anak buahnya. Mungkin ini juga karena pekerjaanku yang menari striptiss di balik layar. Jadi dia tidak memusingkan masalah kehormatan seorang jalang.
Kami sampai di ruangan yang aku tebak adalah sebuah kamar. Tubuhku ia lempar di ranjangnya. Aku sedikit bergetar karena khawatir dengan tindakan yang akan dilakukan Smith selanjutnya. Semua doa aku ucapkan dalam hati agar tidak terjadi hal buruk padaku dan terbebas dari penjahat kejam ini. Semoga saja ada keajaiban.
"Ekspresi yang bagus... Hahaha. "
Bibirnya tertarik keatas seolah merasa senang karena mendapatkan mainan baru. Smith berjalan menuju kursi malas yang berada di depan ranjang.
"Menarilah, tapi kali ini tanpa layar hahaha."
Smith menujuk ke tempat yang terdapat panggung kecil.
'Sejak kapan ia menyiapkan panggung itu. '
Disana terdapat cermin yang berhadapan, bahkan panggung itu juga terbuat dari cermin. Bisa ditebak jika seseorang berdiri di atas panggung itu maka setiap sudut tubuhnya akan terlihat jelas.
Pria itu melepas dasi, kemudian jas dan yang terakhir kemejanya. Dia melemparnya sembarangan lalu ia duduk di sofa dalam keadaan topless.
Gambar tato naga dengan empat cakar menghias tubuh berotot di punggungnya menarik perhatianku. Dia terlihat lebih berbahaya ketika tato itu terlihat. Tapi ada daya tarik luar biasa saat ototnya berkontraksi.
"Tetapi, aku belum... "
"Kau berani menolak perintahku? "
Glek.
Tubuhku bergetar. Pikiranku kosong. Sekarang aku seperti kucing yang bertahan hidup di depan seekor singa. Aku belum pernah menari secara langsung di depan laki-laki.
Tak lama kemudian, dua wanita berpakaian bikini datang mengapit dirinya dan mulai memanjakan tubuh Smith. Mereka meraba-raba tubuh pria itu. Memainkan aksinya agar Smith puas. Pemandangan yang menyedihkan. Aku yakin itu mereka lakukan agar kedua wanita itu tidak dilempar pada anak buahnya seperti cerita yang aku dengar dari Max.
Aku diseret anak buah Smith menuju panggung. Melihatku yang jatuh di panggung, Smith semakin senang.
'Dasar kejam. '
Dia menyuruh anak buahnya keluar dan menyalakan musik. Dia lagi-lagi menyeringai.
Tangannya meraih Glock dan mengarahkan padaku. Mataku membulat melihat pria berambut gelap itu menyeringai sambil mengacungkan Glock ke arahku.
"Menarilah jika tidak ingin kepalamu meledak."
Secara otomatis aku langsung berdiri. Meskipun aku sering menari di club tapi para pengunjung di sana tidak pernah melihat langsung tubuhnya. Sekarang aku berpakaian lingerie berwarna hitam dan harus menari di depan seorang pria-live. Sangat memalukan. Tetapi hidupku lebih penting dari semuanya.
Aku pun mulai menari. Tapi berusaha tidak melihat adegan dua wanita yang tengah memanjakan kejantanan Smith. Rasanya aku ingin muntah melihatnya. Mereka melakukannya seolah-olah menikmati kegiatan mereka. Namun aku melihat kesedihan dan kebencian di mata kedua wanita itu.
"Bagus, menarilah seperti di club. "
''Dan kau lebih cepat! " perintahnya. Dia menjambak rambut wanita berambut pirang, lalu menggerakkan kepalanya dengan keras. Sangat tidak manusiawi.
Akhirnya aku tenggelam ke dalam tariannya sendiri.
Meninggalkan Smith yang menatapnya penuh minat. Dia seakan mengukur apakah aku masih gadis atau tidak.
Kau berpura-puralah sudah tidak gadis.
Yah aku ingat jika Max menyuruhku berpura-pura menjadi wanita yang berpengalaman dalam hubungan intim. Maka dari itu aku harus berpura-pura bertingkah genit dan menggoda. Tidak apa tubuh ini sedikit terlihat yang penting pria itu tidak menjamahku.
Aku tidak sanggup membayangkan bagaimana tangan kotornya menjamahku. Aku pasti muntah harus melakukan yang wanita itu lakukan. Akupun mulai meliukkan pinggilku, memutarnya dan menyentuh tubuhku seduktif.
Smith mengernyit, dia terlihat berpikir dan matanya mulai menunjukkan kecurigaan jika aku bukan perawan. Memang itu yang aku inginkan. Aku ingin dia menyimpulkan jika aku ini bukan seorang gadis.
"Mana mungkin seorang gadis menari tanpa malu-malu di depan pria. '' gerutunya. "Tapi sorot matanya yang polos membuatku ragu, " lanjutnya yang masih bisa ku dengar diantara suara musik yang mengiringi gerakanku.
Patricia Pov End.
Normal Pov.
Diruang sebelah, seorang pria yang hampir mirip dengan Smith meletakkan glock keemasan yang baru ia poles. Rambut gelap panjangnya terurai di bahu, mata kelamnya menyipit berbahaya. Kedewasaan pada pria berusia tiga puluh itu mengisyaratkan jika dia tidak jinak sama sekali.
Axton, kakak dari Smith mengumpat karena mendengar suara musik yang agak keras dari kamar adiknya itu.
"Smith mempunyai barang baru," Gumannya.
Dia telah merasakan penat seharian ini. Menghibur diri sendiri rasanya tidak buruk. Dan Smuth sangat tau bagaimana cara bersenang-senang. Dia berpikir tidak ada salahnya ikut bergabung dengan Smith dari pada membusuk karena membaca semua laporan sialan ini.
Perlahan dia mendekati ruang Smith berada. Matanya melihat jijik perempuan yang tengah melakukan aksinya dalam keadaan telanjang bulat. Lalu, mata oniks Axton melihat seorang perempuan yang menari dengan hanya menggunakan lingerie.
"Hm...Lumayan."
Akhirnya Axton datang dan menarik Patricia yang tengah menari menempel padanya. Dia ingin agar gadis itu tetap menari didalam pelukannya.
"Terus menari dan aku tidak akan membunuhmu," Bisik Axton sensual di telinga Patricia.
Patricia terpukau melihat satu makhluk tampan lainnya. Tetapi dia juga tau jika pria tampan ini juga salah satu orang berbahaya.
'I-iya. '
Patricia terus menari. Dia mengangkat tangannya dan menghentak pinggulnya.
Badan Patricia menegang ketika tangan pria itu mulai memasuki lingerie hitam yang ia kenakan. Axton menariknya dengan keras menyisakan bra dan celana dalam berenda di badan Patricia.
Patricia hampir menghentikan tarinya, namun Axton memberinya mata penuh ancaman. Di situ Patricia tau jika dia tidak bisa menghindar dari pelecehan ini.
"Tetap menari!" Terpaksa Patricia menari walau dengan mengigit bibir bawahnya.
Smith cemberut dan menguap bosan melihat kakaknya yang sekaligus kepala Godfather tertarik pada mainan barunya.
"Hei dia milikku." Protes Smith.
"Aku pinjam."
"Hn, " guman Smith malas. Kakaknya sangat menyebalkan hari ini.
Axton menjegal Patricia yang menari. Gadis jatuh tersungkur di lantai. Patricia berjongkok dan ketakutan. Tetapi dia tidak berani berdiri.
Mata Axton menggelap melihat pantat berbentuk love itu. Dia menyeringai lebar melihat kucing kecil yang siap menjadi mangsanya meringkuk.
"Kita akan bersenang-senang, sugar. "
Tbc