Patricia Pov.
Aku meronta agar bisa lepas dari dekapan Smith. Tubuhku yang mungil seakan tenggelam-- tidak berdaya melawan tubuh kekar Smith yang penuh dengan otot. Satu gerakan yang salah maka aku akan hancur berkeping-keping.
"Menarilah untukku, cantik. Nanti di markasku ahahaha... "
Smith dengan tegas mendorong masuk aku yang meronta-ronta ke dalam mobil. Sesaat kemudian dia berada di sampingku. Aku sudah pasrah. Tidak ada gunanya lagi berjuang. Sekarang hanya tinggal menunggu nasib yang lebih buruk menghampiri atau mungkin saja aku tidak memiliki nasib lagi karena terbunuh.
Suara mesin mobil menyala. Sesaat kemudian Bentley mengkilap dan mewah ini membawaku pergi. Diikuti suara mobil dari belakang mobil yang mengikuti mobil ini. Bisa disimpulkan jika rombongan anak buah Smith meninggalkan club Max.
Penyesalan karena tidak menghiraukan peringatan Max tidak lagi berguna. Seharusnya aku tau jika wanita adalah komoditi berharga sebagai alat emulsi cairan mani. Terutama pada pria yang memiliki kekayaan, kekuasaan dan senjata seperti Smith. Dia tinggal memilih mana korbannya.
"Jangan takut padaku, Sayang. Aku jamin kita akan bersenang-senang. "
Suaranya yang dalam sangat menggoda. Wajahnya yang tampan dan tegas seperti racun kenikmatan yang siap membunuh wanita. Aku bahkan curiga jika pria ini adalah incubus yang menyamar menjadi manusia--sungguh pesona yang mematikan. Setiap wanita akan jatuh ke kakinya, tergila-gila.
Itupun jika mereka belum menjadi korban kebrutalan Smith yang gila. Sama sepertiku, aku terlalu takut untuk terpesona dengan pria ini. Dia seperti api yang membakar jika ada yang berani mendekat.
"S-sir... " Aku merintih kesakitan.
Tangannya yang besar meraih kedua dadaku, memainkannya. Mereka yang belum pernah tersentuh pria manapun dan itu terasa panas juga menyakitkan. Sementara tangannya yang lain masih menahanku dengan kuat.
"Berhentilah berbohong, aku tau kau menyukainya."
'Lelucon yang konyol, aku tidak menikmati tangan terkutuk yang bergerak di dadaku tanpa ijin. '
Dia mungkin menyadari ketidaknyaman yang aku rasakan, bibirnya mendekat ke telinga dan berbisik.
"Keluarkan suaramu, aku tidak menyukai wanita yang diam seperti patung. Atau kau lebih suka aku membuatmu menjerit keras."
Ucapannya menyiutkan nyaliku. Terpaksa bibirku merintih sesuai yang ia inginkan.
"Mm... S-sir, ini sakit. "
Satu alis smith terangkat seksi. Mata gelapnya menelusuri tubuhku. Matanya terlihat penasaran padaku.
Set.
"Akh...! "
Aku tidak menyangka jika satu jarinya menyusup ke dalam celana dalam yang aku kenal. Aku semakin mengigil karena takut.
Patricia Pov End.
Di dalam club.
Max sangat panik. Dia berpikir keras untuk menyelamatkan Patricia yang sebenarnya adalah adik beda ayah.
Mey adalah ibu kandungnya, Patricia lahir ketika Mey menikah lagi dengan Kendal. Max tau setelah secara tidak sengaja melihatnya bersama Mey saat dirinya berada di luar kota.
Tidak ada yang tau jika Max memiliki seorang adik, ia diam-diam mendekati Patricia semasa sekolah dulu. Akhirnya mereka menjadi dekat.
Pria berambut jabrik itu mondar-mandir sambil memikirkan cara agar Patricia bisa di selamatkan. Dia tidak akan membiarkan Patricia hancur di tangan Smith seperti wanita yang jatuh kedalam cengkraman tangannya.
Lihat saja jalang di club ini. Sebagian besar adalah wanita yang pernah jatuh ke tangan Smith. Kondisi mereka ketika mendatanginya sangat mengenaskan. Mereka menangis, lapar dan terluka. Para gadis itu meminta bekerja di sini pada Max.
Para korban Smith tersebut tidak peduli meski diperlakukan seperti jalang. Bagaimana tidak, mereka telah diperlakukan lebih rendah dari pada wanita penghibur. Digilir setiap hari untuk para anak buahnya setelah mendapatkan kegadisan para wanita itu. Tanpa makanan dan juga disiksa. Terkadang mereka membiarkan gadis-gadis itu telanjang dan kelaparan di jalan hingga nekat menuju club-nya.
Max menampung mereka, memberikan bantuan kesehatan dan pekerjaan. Meski bukan pekerjaan yang baik setidaknya mereka mampu membeli makanan, tempat tinggal dan hidup yang layak.
"Apa yang harus ku lakukan?" tanya Max. Waktu seakan menjadi musuhnya, semakin lama waktu berjalan maka Patricia semakin berada dalam bahaya.
Pandangan Max jatuh ke arah ruang VIP. Tatapannya tidak lepas pada seseorang berambut kemerahan dengan mata jade. Pria itu memejamkan matanya menikmati wine di tangan. Tampaknya dia tidak terganggu meskipun wanita yang mengapitnya bahkan hanya menggunakan baju tipis sekaligus transparan.
Dimitri Redford.
'Benar juga. Aku harus mengambil resiko untuk menyelamatkan Patricia, ' batin Max.
Max langsung menuju ruangannya, sedikit berlari dan membuka brankas di balik pintu rahasia. Sesaat kemudian dia mengambil sesuatu seperti tabung kecil. Max sebenarnya tidak ingin menggunakan cara ini. Tapi keselamatan Patricia jauh lebih penting dari apapun.
Chip berisi bukti kejahatan Smith Blackfire...
Mata Max melayang ke seluruh ruang club. Dari lantai bawah hingga skywalk ia pindai demi keamanan. Setelah memastikan tidak ada anak buah Smith yang tinggal di club--Max menuju ruang VVIP tempat Dimitri duduk.
Melihat sosok Yahiko, anak buah Dimitri bereaksi. Mereka menghadang langkahnya dan hendak mengeluarkan pistol dari balik jasnya mereka. Tetapi gerakan itu dihentikan oleh Dimitri dengan mengangkat satu tangannya.
"Kalian keluarlah."
Suara dingin dan datar itu begitu menusuk. Para wanita langsung keluar setelah mendapatkan bayaran dari Ken. Lalu mereka mengosongkan tempat ini meninggalkan Max dan Dimitri sendiri.
Dimitri masih acuh tak acuh dengan kehadiran Max. Dia seolah lebih tertarik dengan minuman di tangannya dari pada kehadiran Max
"Katakan, ada urusan apa kau mencariku?" tanya Dimitri.
Max menelan ludah gugup.
'Sial, mengapa para Godfather mengeluarkan atmosfer mencekam,' batin Max.
"Aku ingin bertransaksi."
Dimitri menaruh gelas winenya.
"Aku sudah punya pelanggan dan tidak memungkinkan menerima pesanan lain."
"Bukan itu. Tapi aku ingin anda menyelamatkan seorang gadis untukku."
Alis Dimitri berkerut. Baru kali ini dia mendengar seseorang yang ingin melakukan pertukaran dengannya demi seorang gadis.
"Seorang gadis?"
"Yah, gadis yang masih virgin, " jawab Max.
Bibir Dimitri sedikit berkedut. Bukankah gadis perawan di kota ini bahkan sudah punah. Ternyata masih ada yang tersisa.
"Apa pertukaran yang kau tawarkan?"
Max mengambil sebuah tabung dari balik jasnya.
"Ini adalah chip berisi bukti kejahatan Smith Blackfire. Aku harap anda mau menyelamatkan gadis yang diseret Smith tadi."
Dimitri menatap penuh minat pada tabung kecil dari plastik yang berisi chip itu.
Dia mengambilnya dan memasukkan chip itu ke smartphone. Mata jadenya serius menatap ke arah ponselnya.
"Baiklah."
Dengan ini Dimitri bisa menghancurkan Smith kapan saja. Posisi Godfather terlalu bagus untuk pria pengemar gadis itu.
"Kita perlu rencana untuk mengambil gadis itu dari Smith. Aku akan memberi instruksi dan lakukan perintahku, " ucap Dimitri.
Ternyata kunjungannya ke Kenned berbuah manis. Ada keuntungan langka yang ia dapatkan. Terlebih tugasnya terlalu mudah. Dimitri hanya berdoa Axton tidak ikut campur dengan masalah ini atau semuanya menjadi lebih sulit dari seharusnya.
Tbc