Jenderal Ryu ditemani dua pengawal terbaiknya, Satoru dan Shima pergi ke wilayah Minamoto di pesisir selatan Pulau Honshu. Mereka membawa surat dari Griffin untuk menyerahkannya kepada Sengoku, penguasa klan tersebut, sebagai bagian dari rencana awal membentuk aliansi Oda – Minamoto.
Perjalanan mereka menuju wilayah Minamoto akan sedikit memakan waktu. Kira – kira tiga hari tiga malam dengan mengendarai kuda. Dan bisa sampai delapan hingga sepuluh hari dengan berjalan kaki.
Misi dengan jangkauan yang jauh tersebut bukanlah misi pertama yang dilakukan oleh Jenderal Ryu. Walaupun sebenarnya, misi tersebut sangat beresiko, mengingat pemerintahan Oda yang belum begitu mengakar kuat di wilayah bekas Fujiwara.
Apalagi Sengoku terkenal kejam dan bengis. Sebelum – sebelumnya, Sengoku tak segan memenggal utusan Fujiwara ketika mengajaknya menjadi sekutu mereka. Selain memenggal kepala utusan Fujiwara, Sengoku juga mengirim surat ancaman sebagai balasan terhadap Fujiwara.
Meski Jenderal Ryu mengetahui sifat orang yang akan ditemuinya, dia tetap dengan penuh percaya diri bisa menyelesaikan misi tersebut. Dia juga yakin cukup membawa dua pengawal terbaik yang dimilikinya.
Kemampuan Satoru dalam mendeteksi musuh akan sangat berguna sepanjang perjalanan. Sementara kemampuan Shima juga tak kalah hebatnya. Dia mampu memanipulasi pikiran lawan ke dalam alam bawah sadarnya.
Sebelum sampai ke Minamoto, Jenderal Ryu dan dua pengawalnya harus melewati jalur yang menembus jantung Hutan Aokigahara. Hutan yang menyimpan banyak misteri. Hutan yang terkenal dengan julukan The Sea of Trees atau Lautan Pohon karena saking banyaknya pepohonan yang tumbuh di sana.
"Jenderal, kami sudah siap dengan semua persiapan dan bekal selama di perjalanan," kata Satoru mantap. Dia merasa bahwa misi yang akan ditempuhnya sama seperti misi – misi yang lain.
"Baiklah, Satoru.. Shima," balas Jenderal Ryu dari punggung kudanya, menoleh ke belakang, tepat di mana Satoru dan Shima berada. "Kita bergerak sekarang. Misi ini adalah misi yang penting, karena menyangkut masa depan kerja sama Oda dan Minamoto."
"Baik, Jenderal," jawab keduanya kompak.
Jenderal Ryu berjalan di depan. Sementara dua pengawalnya berada di sisi kanan dan kiri, sedikit lebih mundur ke belakang.
"Apakah di antara kalian sudah ada yang pernah melewati jalur tengah Hutan Aokigahara?" tanya Jenderal Ryu dengan tetap fokus pada jalanan tanah di depannya.
"Hutan Aokigahara?" Satoru nanya balik. Dia jelas mengerti tentang cerita – cerita di balik ngerinya hutan tersebut. "Maaf, Jenderal, bukankah lebih baik melewati Jalur Shinagawa di sebelah timur. Selain lebih aman, jalur tersebut adalah jalur utama yang menghubungkan wilayah utara dan selatan."
"Kita tak punya banyak waktu untuk berputar. Jika melewati Jalur Shinagawa, kita akan kehabisan banyak waktu di jalan. Lagi pula, Jalur Shinagawa itu melewati perkampungan yang masih memiliki pengaruh kuat Fujiwara di sana."
"Bisa juga melalui Jalur Marunouchi. Sepertinya jalur itu lebih mendekati jarak waktu tempuh Jalur Hutan Aokigahara," Satoru memberi rekomendasi jalur lain.
"Apakah kau belum membaca kabar hari ini, Satoru?"
"Maaf, Jenderal, kabar tentang apa?" Satoru menahan rasa penasaran.
Jenderal Ryu sedikit menoleh, lalu berkata, "Jalur Marunouchi hari ini ditutup karena terjadi longsor di beberapa titik di kawasan Bukit Aoi. Jadi, kita tak punya pilihan lain selain melewati Jalur Hutan Aokigahara."
Satoru dan Shima hanya mengangguk. Mereka belum tahu informasi tersebut. Sepanjang sepengetahuan mereka berdua, Bukit Aoi memang sering terjadi longsor. Tapi baru kali ini mereka mendengar longsor tersebut membuat Jalur Marunouchi jadi lumpuh.
Setelah dua jam meninggalkan Benteng Goryokaku, Jenderal Ryu bersama dua pengawalnya sampai di pinggiran bagian utara Hutan Aokigahara. Hutan yang tampak hitam pekat dari kejauhan. Lebih mirip disebut hutan mati karena selain sangat luas, tak ada satupun orang yang berani melewatinya.
Jalur itu sebelumnya menjadi jalan yang dilalui Akira dan lima ninja Fujiwara menyelinap masuk ke belakang pertahanan Oda. Tetapi hanya sebagian kecil dari Hutan Aokigahara yang mereka lewati.
Sekarang, Jenderal Ryu harus membelah jalur tengah hutan tersebut.
Sebelum benar – benar memasuki hutan tersebut, tampak sebuah papan informasi berdiri kokoh di pinggir mulut jalur ke dalam hutan. Papan itu menjadi daya tarik Satoru yang ingin membaca isinya.
Satoru turun dari kudanya, lalu mendekati papan kayu yang mulai lapuk dan berdebu itu. Pada papan tersebut tertulis pengumuman dalam tulisan Kanji yang intinya meminta pengembara tidak melanjutkan perjalanan melalui jalur tersebut.
"Bagaimana, Jenderal?" tanya Satoru menatap Jenderal Ryu.
"Kita tetap melanjutkan perjalanan," jawab Jenderal Ryu santai. "Satoru, gunakan kemampuanmu!"
Satoru bersiap, lalu menggunakan kemampuan sensornya untuk mendeteksi apakah ada orang di sekitar tempat itu atau tidak.
Satoru memiliki kemampuan sensorik yang dikenal sebagai teknik Mata Elang, yang memungkinkan dirinya untuk melacak target apapun melalui energi yang mereka pancarkan.
Meski tak sehebat kemampuan sensor Yoshimitsu, Jiro pernah memuji Satoru sebagai ninja tipe sensor yang sangat terampil. Kemampuan Satoru dalam merasakan energi orang lain tidak seperti kebanyakan ninja tipe sensor. Dia bahkan mampu mendeteksi lawan tanpa perlu khawatir lawan tersebu menyadarinya.
Satoru dapat memperluas jangkauannya untuk mendeteksi keberadaan orang lain, mudah membedakan apakah individu tertentu di antara kerumunan, dan menentukan apakah target mendekati dan berapa banyak atau jenis apa.
***
"Apakah kau menemukan sesuatu, Satoru?" tanya Shima. Dia tampak memerhatikan rekan di sampingnya yang sedang fokus mendeteksi keberadaan musuh.
"Tidak. Aku tidak merasakan tempat ini pernah dilalui seseorang," balas Satoru yang telah menyelesaikan teknik sensornya.
Jenderal Ryu mulai menarik tali kudanya, dan berjalan pelan masuk ke dalam Hutan Aokigahara. Kedua pengawalnya masih tetap mengikuti di belakang. Dedaunan kering menumpuk tebal menutupi seisi punggung jalan kecil.
Di pinggiran hutan, pepohonan mendayu dengan batang sebesar paha orang dewasa, berserakan, membentuk barikade alami seperti telah menyambut kedatangan mereka. Akar – akar pohon malang melintang sampai ke jalan kecil. Kelap – kalip cahaya matahari menembus lewat sela – sela ranting pohon atau dedaunan hijau tua yang rindang.
Kuda yang ditunggangi Jenderal Ryu berjalan pelan. Selain karena jalan itu bukan jalan yang biasa, juga karena belum menguasai medan tersebut. Lebih lagi mereka harus waspada jika terjadi serangan mendadak dari lawan yang tak diketahui.
"Tempat ini benar – benar menyeramkan," kata Shima berbisik pelan. Bola matanya terus berkeliling ke atas dan ke bawah, samping kanan dan kiri.
Tiba – tiba saja Jenderal Ryu berhenti. Dia melihat sekelebat putih bergerak cepat di depannya. Apakah ada ninja di tempat seperti itu? Satoru yang tak merasakan apapun jelas memberi tanda bahwa di tempat itu tak ada ninja, atau orang lain selain mereka bertiga.
"Apakah kalian melihatnya?" tanya Jenderal Ryu memastikan.
"Benar, Jenderal. Sepertinya cerita penduduk yang sering ku dengar tentang hutan ini adalah benar adanya," kata Satoru membalas pertanyaan Jenderal Ryu. Meski dia seorang ninja, tetap saja dia masih memiliki sisi sebagai manusia biasa.
"Apa yang kau rasakan, Satoru? Apakah dia seorang ninja?" kali ini Jenderal Ryu menoleh ke arah Satoru. Dia masih belum percaya dengan keberadaan makhluk astral.
Tak sempat membalas pertanyaan itu, muncul sesosok wanita berpakaian serba putih dengan rambut hitam panjang, menjuntai hingga tanah, tak jauh dari tempat mereka berhenti.
"S.. siapa w.. wanita itu?" tanya Shima pelan. Telunjuknya terbuka mengarah kepada sesosok wanita di depan mereka.
Kehadirannya membuat Jenderal Ryu dan dua pengawalnya terkejut. Apalagi dia adalah seorang wanita, pergi sendirian di tempat berbahaya seperti Hutan Aokigahara. Mereka berpikir mungkin wanita itu tersesat dan tidak menemukan jalan keluar.
***
"Apa yang kau lakukan di sini, Nona?" tanya Jenderal Ryu. Dia sendiri tak mengerti mengapa Satoru tak bisa mendeteksi keberadaannya.
Wanita itu hanya diam saja. Beberapa menit kemudian, tubuh wanita itu berubah menjadi kumpulan daun kering.
Tiga pasang mata itu bergerak mengikuti arah pergerakan kumpulan dedaunan serupa kawanan burung yang bergerombol, mendekati Jenderal Ryu dan dua pengawalnya, lalu kembali berubah menjadi wujud seorang wanita seperti semula, tepat di belakang Satoru.
Wanita itu mendekatkan wajahnya ke telinga kanan Satoru, lalu berbisik lirih, "Ikutlah bersamaku!"
Setelah memengaruhi Satoru, wanita itu kembali berubah menjadi kumpulan dedaunan kering yang terbang ke depan jalur Jenderal Ryu.
Mendengar ucapan itu, pupil mata Satoru semuanya memutih. Dia bergerak mengikuti perintah wanita itu. Perintahnya adalah untuk menyerang Jenderal Ryu bersama Shima.
"Hentikan, Satoru!" teriak Shima seraya menangkis serangan brutal Satoru yang tiba – tiba mengarah kepadanya. "Mengapa kau menyerang kami?"
Jenderal Ryu dan Shima melompat dari kudanya, dan bertarung dengan Satoru di area itu.
"Jiwanya telah dikuasai makhluk itu. Satoru tak akan bisa mendengarmu, Shima," Jenderal Ryu juga tak luput dari serangan Satoru.
"Sial.."
"Hehehe.." wanita itu tertawa senang melihat tiga ninja saling bertarung. "Sekarang dia adalah bonekaku."
"Sadarlah, Satoru!" Shima masih berusaha membuat Satoru kembali pada dirinya sendiri. "Kau bukanlah boneka siapapun."
Jenderal Ryu berhasil menendang Satoru ke belakang.
Dengan gerakan cepat, Jenderal Ryu membuat segel tangan. Dia memanfaatkan elemen api miliknya untuk menyerang tubuh Satoru yang terpental, mengeluarkan teknik bola – bola api kecil yang membuat ledakan berujung gumpalan asap di sekitar Satoru.
"Apakah berhasil?" tanya Jenderal Ryu dalam batin. Tatapannya tetap fokus pada kepulan asap putih bekas dari serangan bola – bola api miliknya.
Beberapa saat kemudian, Satoru keluar dari kepungan asap itu, melesat dengan cepat, dan mengarahkan kaki kanannya menuju Jenderal Ryu layaknya sebuah roket menuju target. Tampak fisik Satoru seperti tak mendapat serangan apapun.
"Mustahil dia bisa menahan serangan bola apiku," kata Jenderal Ryu terkejut. Kedua tangannya menyilang di depan, menahan serangan Satoru, meski tetap terpental ke belakang.
"Satoru, kami tak pernah melihat kemampuan bertarungmu. Ternyata kau cukup hebat untuk ninja tipe sensor," kata Shima lirih, memuji rekan yang masih berada di bawah kendali wanita misterius itu. Tatapannya fokus pada sosok Satoru di depannya.
Setelah serangan itu, Satoru membuat segel tangan, mengeluarkan teknik air sebesar kelereng dalam jumlah cukup banyak di sekitarnya. Butir – butir air itu mengarah langsung kepada Jenderal Ryu dan membuat ledakan yang hebat.
Wanita misterius itu tak menyangka ninja yang dipengaruhinya ternyata memiliki teknik yang lumayan hebat.
"Jenderal Ryuu!" teriak Shima yang melihat serangan itu terkena langsung ke tubuh Jenderal Ryu. Karena tak fokus, Shima terkena tendangan Satoru yang entah sejak kapan dia mulai menyerangnya.
Bughh..
Tubuh Shima terpelanting, menukik ke belakang, menabrak batang bagian sebuah pohon besar, lalu jatuh tergeletak ke tanah berselimutkan dedaunan kering. Dia meringis kesakitan. "Cepat sekali serangan itu."
Di tempat lain, Jenderal Ryu yang sedang dalam posisi seperti kodok setelah terkena serangan Satoru, menatap wanita misterius dengan tajam. Dia tak mengerti apa yang menjadi alasan mengapa wanita itu menyerang mereka. "Siapa sebenarnya dia?"
Jenderal Ryu berdiri. Dia mengenal teknik wanita misterius itu dan berpikir sepertinya pengaruh terhadap Satoru tak bisa dipatahkan kecuali dengan membunuh penggunanya. (RS)