Jiro, Tadaichi, Hideyoshi, bersama dua orang pengawal dari klan Oda berada beberapa meter di depan pintu besar. Seperti yang diceritakan Hideyoshi, terdapat ukiran kepala naga di tengah pintu itu. Hideyoshi memastikan itulah pintu yang dia maksud.
Pintu itu berada di sisi yang berlawanan. Sebelum mencapai pintu itu, mereka harus melewati air panas yang mengalir tenang. Air itu sangat jernih, sampai– sampai dasarnya terlihat. Air itu mengalir dalam sungai kecil yang lebarnya tak lebih dari lima meter.
Di sana terdapat sebuah pijakan batu yang diratakan. Batu – batu itu seperti disengaja dibangun untuk dijadikan sebagai jembatan, mengantarkan sampai ke depan pintu yang berada di seberang. Mereka harus melompat melalui batu – batu itu.
Ketika sampai di tepian aliran air, Jiro memerintahkan seorang pengawalnya untuk melangkah lebih awal. Tetapi tindakan itu langsung ditahan oleh Tadaichi.
Tadaichi menarik kerah pengawal yang hendak melompat ke batu pertama.
"Jangan diteruskan!" kata Tadaichi dengan suara khasnya yang agak serak dan dalam. Dia masih memegangi pengawal yang sudah hampir melompat itu.
Jiro yang mendengar larangan dari Tadaichi, spontan memeriksa setiap sisi, termasuk langit – langit yang semuanya adalah tanah galian. Terasa hampa dan gelap. Jiro tak dapat menemukan apapun.
"Sepertinya ini aman. Kau tak perlu terlalu khawatir," sergah Jiro kemudian. "Cepat, lakukan!"
"Kau jangan bodoh!" Tadaichi menarik ke belakang tubuh pengawal itu. Dia meminta sebuah koin atau sesuatu yang memiliki beban massa. Hideyoshi pun menyerahkan sebuah kunai miliknya.
Tadaichi menerima kunai yang disodorkan Hideyoshi. Semua pasang mata yang ada di tempat itu tengah menunggu apa yang akan dilakukan oleh Tadaichi dengan kunai tersebut. Mereka sangat penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tapp..
Pria tua itu melempar kunai tersebut ke atas pijakan batu pertama.
Wush..
Wush..
Beberapa detik setelah kunai itu nyaman tergeletak, tiba – tiba empat buah kapak besar yang tergantung pada rantai yang memanjang ke langit – langit ruangan pemisah dua lorong itu, berayun secara horisontal, searah dengan aliran air.
Kapak besar itu sangat tajam, sehingga siapapun pasti akan berpikir ulang untuk melangkah maju. Tapi, mereka tak ada pilihan kecuali harus melewati rintangan berbahaya itu.
Jiro, Hideyoshi, bersama dua pengawalnya terperanjat kaget melihat kapak – kapak raksasa itu mondar – mandir di hadapan mereka. Tentu saja jika tak diingatkan Tadaichi, satu nyawa pasti kembali melayang.
"Tempat ini adalah tempat yang dibangun oleh Kichiemon. Dia seorang arsitektur yang sangat berhati – hati," kata Tadaichi seraya berjalan mundur dan melompat.
Jantung keempat orang di tempat itu kembali dibuat berdegup kencang. Mereka ingin berteriak, tetapi dalam sepersekian detik kemudian, niat mereka berubah menjadi bentuk keheranan.
Tadaichi ternyata melompat ke atas kapak dan berpegangan pada rantai yang menjulur ke atas. Kapak besar itu tetap berayun pada kecepatan yang tak berubah.
Ketika kapak yang dinaikinya bersimpangan dengan kapak di sebelahnya, Tadaichi melompat untuk berpindah. Dia melakukan hal yang sama hingga kapak besar terakhir.
"Kalian cepatlah, atau akan ku tinggal di tempat ini," kata Tadaichi dengan nada menyombongkan diri. Suaranya menggema sampai – sampai terdengar seperti memantul.
Jiro yang sempat terpaku, akhirnya menggerakan tubuhnya dan melakukan hal yang sama seperti Tadaichi perlihatkan barusan. Gerakan itu kemudian diikuti Hideyoshi bersama kedua pengawal mereka.
***
"Aku bertaruh, kau sudah sampai ke tempat ini sebelumnya," kata Jiro kepada Tadaichi yang hendak mendorong pintu besar itu.
Tadaichi menjadi terhenyak, lalu berkata, "Ya aku sudah mengelilingi tempat ini sejak Desa Totsukawa berubah menjadi abu. Tempat ini adalah tempat yang sakral dan penuh misteri. Jika desa itu masih ada, tidak akan ada orang yang bisa sampai ke tempat ini."
"Pantas saja kau sepertinya sudah tahu dengan semua jebakan – jebakan di tempat ini," kata Jiro yang berdiri menatap lorong di seberang.
"Tidak, aku hanya mengikuti aturan yang berlaku. Aturan yang dibuat oleh Kichiemon untuk orang – orang pemburu harta karun sepertiku."
"Lalu, buat apa buku ini?" tanya Jiro seraya mengambil buku kecil itu dari balik jubah hitamnya, kemudian menatapnya mendalam.
"Buku itu bukan sekedar memberi informasi tentang aturan di tempat ini, tetapi juga bagaimana cara keluar dari tempat terkutuk ini."
"Darimana kau tahu isi buku ini?" Jiro kembali tanya. Dia heran mengapa Tadaichi bisa mengerti isi buku tersebut padahal dia hanya membaca pada lembar di bagian awal saja.
"Itu adalah bukuku yang ku curi dari rumah salah satu penduduk desa itu. Aku sudah lama mencarinya. Tak ku sangka buku itu nyaris terbakar bersama dengan rumah orang itu."
Jiro terdiam.
"Tidak salah lagi, ini adalah Kuil Yamaguchi. Kuil suci peninggalan Arnius. Kuil yang dibangun oleh Samizu Kichiemon. Aku sudah tak saba ingin melihat ke dalam," kata Tadaichi.
Krekk
Tadaichi membuka pintu besar itu. Cahaya remang berwarna orange berhamburan menyinari tempat di mana mereka berdiri. Dari balik pintu itu ternyata ada sebuah ruangan cukup luas, dengan beberapa patung mengelilinginya, ditemani obor – obor yang menyala terang. Patung – patung itu semuanya terbuat dari tanah yang diukir, lalu diawetkan.
Di ujung ruangan itu, sesosok manusia tanggung sedang berdiri membelakangi mereka. Orang itu seperti sedang membuka kotak peti dan akan mengambil isi dari kotak peti tersebut.
Sesaat kemudian, orang itu mengambil sebuah barang, mirip gulungan terbuat dari kulit hewan dari dalam kotak peti di depannya. Dia memerhatikan gulungan itu penuh takjub.
Wushh..
Jiro melempar sebuah kunai dan mengenai gulungan yang sedang diperhatikan oleh orang asing di depannya. Seketika, gulungan itu menancap dalam pada dinding tanah, bersama kunai yang tadi sempat dilemparkan Jiro.
"Apa?"
Orang asing itu menjadi terkejut, lalu memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat. Dia memeriksa siapa gerangan yang berani mengusik dirinya. Dia mendapati lima pasang mata tengah memandanginya.
"Akhirnya ku temukan kau, Akira!" teriak Jiro yang langsung melompat, menyerang sosok orang asing yang ternyata adalah Akira.
Akira yang tak sempat menangkis serangan dadakan dari Jiro, hanya bisa mengindar. Dia sama terkejutnya dengan ketika Jiro melempar kunai ke gulungan yang dipegangnya. Akira menjadi bertanya – tanya mengapa Jiro bisa mengetahui Kuil Yamaguchi yang merupakan tempat rahasia di Desa Totsukawa itu.
"Kali ini kau tak akan lolos. Kesempatanmu telah berakhir di tempat ini," Jiro masih terus menyerang. Dia tak memberi Akira kesempatan kabur, apalagi menyerang balik.
Akira yang terus – terusan menghindari serangan Jiro, tak membuang kesempatan untuk setengah memandang arah belakang lawannya. Akira melihat sosok Tadaichi, orang tua licik yang dikenalnya, bersama Hideyoshi dan dua pengawal. Mereka di dekat pintu keluar.
"Orang itu? Pantas saja Jiro bisa sampai ke tempat ini," gumam Akira dalam pikirannya.
"Aku kecewa denganmu, Akira. Mengapa kau menjadi begitu lamban, tak seperti biasanya," kata Jiro ketus. Terakhir kali mereka bertarung adalah ketika keduanya bertemu di depan Benteng Fujiwara beberapa hari lalu. Pada pertarungan itu, Akira memilih menghindar, karena saat itu Benteng Fujiwara benar – benar dalam situasi genting.
Ting..
Ting..
Suara dua kunai yang beradu terus mengeluarkan suara gemerincing memenuhi ruangan itu. Akira hanya bisa bertahan dari serangan – serangan cepat Jiro. Dia tidak bisa melakukan teknik teleportasinya di ruangan itu karena radiusnya terlalu sempit. Jika dia memaksakan diri, Jiro akan dengan mudah menghalaunya.
"Mana kecepatan yang kau banggakan itu, Akira! Keluarkanlah atau kau akan mati di sini," Jiro semakin bernafsu memburu Akira. Beberapa kali dia mengeluarkan teknik apinya.
Setelah mampu menghindar dalam beberapa serangan, api yang dikeluarkan Jiro akhirnya mengenai lengan kiri Akira. Baju bagian lengannya menjadi sedikit terbakar, dan dia terjatuh ke belakang.
Jiro berhenti menyerang, lalu berjalan pelan dengan senyum sinis, mendekati Akira yang tertunduk. "Riwayat Fujiwara no Kiiroi Senko berakhir di sini."
Jiro masih tersenyum sinis saat melihat Akira yang terluka. Dia merasa senang dan penuh kemenangan. Setelah cukup dekat dengan Akira, Jiro melempar sebuah kunai yang tepat mengawah ke kepala Akira.
Crapp..
Kunai itu tepat sasaran, menancap pada kepala pria di depannya. Darah muncrat bertebaran ke lantai. Jiro terkejut karena ternyata orang yang terkena kunai itu bukanlah Akira, melainkan malah salah satu pengawalnya. Sementara Akira sudah berada di belakang pengawal satunya.
Tadaichi, Hideyoshi, dan seorang pengawal yang sedang terancam nyawanya tak kalah terkejutnya dengan Jiro. Kemampuan Akira benar – benar tak terduga, membuat mereka semua hanya bisa melongo.
"Teknik teleportasi?" tanya Jiro pada diri sendiri. Dia kaget karena sepertinya itu bukan teknik teleportasi yang biasa dilakukan Akira. Dia menoleh ke belakang.
"Tadi bukanlah teknik teleportasi biasa. Itu adalah teknik bertukar tempat. Kemampuan teleportasi yang sudah ku tingkatkan levelnya. Kau mungkin sudah lupa dengan kemapuanku ini, karena hanya bisa ku lakukan sekali dalam sebuah pertarungan," kata Akira menjawab keheranan Jiro.
Kemampuan bertukar tempat milik Akira, hanya bisa dilakukan terhadap sesama makhluk hidup yang masuk pada area pandangan matanya saja. Teknik ini berbeda dengan teleportasi yang biasa Akira lakukan dengan bantuan penanda berupa segel khusus.
Slashh..
Setelah berkata – kata cukup panjang, Akira menggoreskan kunai di tangannya ke leher pengawal Jiro.
Secepat kilat, dia kembali berteleportasi ke gulungan yang menancap di tembok. Sebelum Jiro melempar kunai tadi, Akira telah lebih dulu memberi segel khusus di gulungan itu sehingga dia tidak mudah kehilangan benda berharga tersebut.
"Akiraaa!" teriak Jiro penuh emosi. Angin kemenangan berganti. Sekarang berembus ke arah Akira. "Sialan, kau!"
Akira hanya mengamati Jiro yang kembali hendak menyerang. Setelah mengambil gulungan itu, Akira kembali ke tempat di mana dia membunuh pengawal tadi. Dia juga sudah memberi segel khusus di punggung pengawal yang sudah menjadi mayat itu, sehingga dia mampu dengan mudah berteleportasi ke lokasi itu.
"Jangan biarkan dia lolos!" Jiro menjadi benar – benar marah. Dia berteriak kepada Hideyoshi untuk tidak melepaskan Akira.
Hideyoshi menyerang Akira, namun usahanya sia – sia karena Akira melesat dengan cepat keluar dari ruangan itu melalui pintu besar di depan. Setelah itu Akira menutupnya dengan rapat.
"Selamat tinggal, Sahabatku," kata Akira menatap gerendel pintu, menguncinya sebelum memberi kecupan, lalu pergi dari tempat itu dengan membawa gulungan yang menjadi peninggalan Arnius.
Akira bisa saja melawan Jiro, tetapi dengan kondisinya yang sekarang, dia tidak terlalu yakin bisa mengalahkan Jiro dengan mudah. Apalagi di sana masih ada Tadaichi dan Hideyoshi. Itu pun jika tidak ada pengawal lain yang dibawa Jiro yang mengawasi tempat itu.
Karena terlalu lelah dan banyak berpikir, Akira pun bergegas meninggalkan tempat itu setelah mendapatkan apa yang dicarinya. Dia sedang tidak ingin berurusan lebih jauh lagi dengan orang – orang Oda. Setidaknya untuk saat itu. (RS)