Gabriel duduk di kantin seraya memijit pelipis keningnya. Cowok itu kepikiran tentang mimpi semalam. Kenapa seperti nyata? Lalu menyebut-nyebut nama gadis kecil itu membuat Kayla cemburu tak karuan. Gabriel benar-benar pusing, setiap kali Kayla merengek meminta penjelasan darinya.
Andai dulu tidak terjadi sesuatu, pasti Gabriel dan Kayla akan masih bersama sekarang. Hiks,
"Woi, napa bengong?" senggol Syaiful, "Mikirin kondomnya Zaenal? Keknya emang itu milik dia. Ya kali, punya kakaknya. Nggak mungkin bre!" cerocos Syaiful masih curiga tentang benda berharga dan intim milik Zaenal.
"Anjing lo! Dibilangin itu bukan punya gue juga!" sarkas Zaenal tidak setuju dengan perkataan Syaiful.
"Dih ngambek," sahut Dimas.
"Terkampret kelen bedua!"
"Heh, heh, yaelah. Kalau bener milik Zaenal ya kagak papa. Lagian dia juga normal! Punya nafsu juga njir!" bela Gabriel.
"Tap--"
"Masih mau pusing ngurusin kondom? Makanya punya Doi!" cetus Zaenal memotong omongan Ipul.
"Sa ae lu!"
"Gue punya doi, kagak gitu-gitu amat dah!" cibir Dimas, merasa iri dengan Zaenal yang bisa mmmhhh mmmh yeah bareng doi!
Astaga otak author tak jauh-jauh dari itu🥺.
Gabriel menggeleng-gelengkan kepalanya heran, pembahasan mereka tidak jauh dari dunia mesum. Wajar, mereka manusia normal!
****
Ramainya kantin, membuat Kayla bingung mencari keberadaan Gabriel. Matanya menelusuri sudut-sudut serta pojokan kantin. Iyaps! Kayla menemukan sosok gunung es tengah duduk seraya menatap tanpa ekspressi pada teman-temannya yang sibuk mengobrol.
"Kek orang nggak ada tujuan idup, temennya pada ngakak. Dia diem aja, astaga kok bisa-bisanya lo cinta mati sama dia." celetuk Elina seraya mengeraskan suaranya di telinga Kayla.
"Dia itu udah jadi bagian dalam hidup gue, kayaknya gue udah pernah liat dia waktu kecil. Tapi, dalem mimpi." balas Kayla.
"Lo pernah ngalamin kecelakaan waktu kecil ya?" tanya Elina.
"Enggak, nggak tau." jawab Kayla. Yang ia tahu, dirinya tidak pernah kecelakaan atau memang ia tidak ingat? Duh,
"Kok gitu?"
"Gue mau nyamperin ayang beb dulu!" ujar Kayla sembari beranjak dari tempat duduknya lalu melangkah pergi menghampiri Gabriel. Sesuatu yang ia tanyakan tadi belum dijawab oleh cowok itu.
Baru beberapa langkah bel masuk pun berbunyi. Kayla menghembuskan nafasnya kasar. Lalu kembali menghampiri kedua temannya.
"Kasian amat," ledek Azura.
"Ck, kangen."
"Astaga, padahal tadi pagi lo bedua kan berangkat bareng." cibir Elina.
"Tidur bareng juga." ucap Kayla dengan santai.
"Ha?! serius?" keduanya spontan terkejut. Jadi mereka apa udah anu?
"Pikiran lo jangan kemana-mana, dia ketiduran di kamar gue. Gue juga ketiduran. Iman gue masih kentel, kalik!" tukas Kayla, agar otak mesum mereka tidak traveling kemana-mana. Haha,
"Ouh," Elina dan Azura menghela nafasnya bersamaan.
Kayla memutarkan bola matanya malas, kemudian mempercepat jalannya menuju kelas. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat para siswa yang sedang latihan dance. Jujur, ia merasa iri dengan mereka yang bisa mengembangkan bakatnya.
Ia menghela nafasnya panjang, kemudian memilih masuk ke dalam kelasnya.
"Gue tau keinginan Kayla. Tapi, gue nggak bisa bantu banyak. Soalnya ini urusan keluarga dia juga."
"Memangnya Kayla pengen banget ya masuk ke dance club itu?" tanya Azura, tentu ia belum tahu banyak tentang Kayla.
"Iya, makanya gue selalu semangattin dia. Ngajak dia dance bareng di tempat kakak gue. Jujur, gue juga sedih liat dia sedih."
"Kita harus mendukung dia, namanya juga sahabat El. Udah kek saudara sendiri. Apalagi udah bertahun-tahun, gue aja yang baru kenal kalian merasa deket banget sama kalian."
"Semoga kita bisa menjadi sahabat untuk selamanya ya. Saling suport satu sama lain. Dan doain gue biar jadian sama Rexsa!"
"Amin, btw kalian deket?"
"Enggak, tapi ya mau deket."
"Serius, El? Bukannya dia----,"
"Azura, kenapa dengan otakmu!" potong Elina kesal, kenapa Azura tidak mengerti-mengerti apa yang ia maksud.
Azura hanya menyengir polos memperlihatkan gigi rapihnya. Cantik, pake banget. Pantes aja Anak gamers itu suka sama dia. Berjuang terosss.
****
Sepulang sekolah, Kayla langsung menuju parkiran mengikuti langkah panjang Gabriel. Cowok itu berada di depannya, melarang Kayla untuk mendekat. Padahal sebagian murid di sana sudah mengetahui kedekatan mereka.
"Gabriel, jawab pertanyaan aku tadi pagi!" rengek Kayla mempercepat langkahnya.
Gabriel tidak menggubris omongan Kayla, langkahnya terhenti ketika Airin memanggilnya. Gabriel langsung menoleh, dan tersenyum tipis. Tumben, kemudian mereka berbincang-bincang kecil.
Kayla berhenti. Memandang tak suka dengan kedekatan mereka. Cewek itu mengepalkan tangannya, kesal dan cemburu. Padahal respon Gabriel seperti tidak sudi melihat wajah Airin. Hanya saja untuk mengalihkan pertanyaan Kayla.
Itu tidak berlaku. Kayla menggandeng paksa lengan Gabriel. "Airin, gue peringatin ya sama lo! Nggak usah ngumbar senyum palsu dan wajah sok cantik lo itu. Geli gue liatnya." celetuk Kayla jujur,
"Maksud lo apa?" nada sok polos ditambah mimik melasnya.
"Gabriel, gue mual nih. Pulang yuk," ajak Kayla. Dan betapa anehnya Gabriel langsung mengiyakan ucapan Kayla. Tidak menghiraukan Airin yang merasa tersolimi.
"Asu!" gerutu Airin. Ketika melihat Kayla memeluk Gabriel dengan erat. Cemburu? Dah pasti.
"Liat aja lo! Nanti." cewek itu menghentakkan kakinya kasar.
Saingannya terlalu cantik!
****
"Kamu hati-hati ya, jangan lupa nanti langsung kabari aku." pinta Kayla seraya mengulum senyum manis. Tak lupa matanya menyimpan moment mimik Gabriel yang tersenyum tipis ke arahnya. Tidak biasanya cowok itu tersenyum di hadapannya.
"Atau mau mampir dulu?" tanya Kayla. Tapi, mustahil. Gabriel tidak akan mau.
"Nggak, lo masuk aja. Gue mau balik."
"Daah."
Kayla membuka pintu pagar rumahnya. Kemudian masuk, dan melihat ada 2 mobil mewah yang terparkir di depan rumahnya. Membuat Kayla buru-buru masuk, apa Papa marcel pulang? Atau hanya teman sang Ibu? Ia berharap kalau sang Ayah pulang. Rindu sudah tidak bisa ditahan lagi olehnya. Setiap kali Kayla ingin berkomunikasi lewat ponsel. Pasti takut menggangu pekerjaan Ayahnya.
Membuka pintu utama dengan tergesa-gesa, tak sabar siapa yang bertamu ke rumahnya. Ketika pintu terbuka, betapa terkejutnya sosok beliau langsung tersenyum lebar dan merentangkan kedua tangannya mengizinkan Kayla untuk memeluknya erat-erat.
"Papa! Papa pulang!" girangnya seraya memeluk erat sang Ayah. Rindu serindu-rindunya tak terpungkiri. Kayla tak mampu menahan air matanya yang tumpah begitu deras. Untuk sementara waktu, Kayla tidak menderita karena siksaan yang diberikan oleh Aleta.
"Papa, Kayla kangen banget. Banget pah!" ucapnya sembari terisak,
"Papa juga kangen banget sama Kayla. Gimana kabar kamu nak, sehat kan. Anak papa pinterkan?"
"Hek eh papa, Kayla sehat banget, makin pinter pa. Papa gimana hiksss, pengen ikut papa ke korea." rengeknya, selalu seperti itu kalau bertemu. Ia ingin ikut bersama papanya di korea.
Setelah puas berpelukan. Kayla menggandeng lengan sang Ayah menuju sofa. Melirik ke arah sang Ibu yang tersenyum palsu dan mimik sedih seperti ibu melihat anaknya bertemu sang papa. Modus! Kayla mual melihat ibunya seperti itu. Astaga tidak. Munafik sekali bukan?
"Makan dulu yuk, tadi mama masak banyak banget. Karena spesial buat papa hari ini pulang." ujar Aleta lemah lembut, hebatnya wanita itu bermuka dua.
"Kayla ganti baju dulu ya pa, tunggu." Kayla langsung berlari menuju kamar.
"Sekolah Kayla gimana? SPP aman?" tanya Marcel seraya berdiri menghampiri istrinya. Dengan sopan Aletta langsung menggandeng lengan suaminya.
"Aman mas. Tapi, kebutuhan kita semakin hari semakin bertambah. Bisa kan kirim uangnya lebih dari sebelumnya?"
"Aku sedang pusing. Pekerjaanku banyak tapi perusahaan belum juga normal. Sudah meminta bantuan Devano tetap saja kurang." Marcel sendiri bingung, harusnya ia tidak merepotkan Devano dalam urusan bisnisnya. Tapi, mendiang Renno sudah tidak ada. Devano lah pengganti sahabatnya sekarang.
"Sabar. Aku selalu mendukung mas di sini."
"Makasih ya sayang."
"Sama-sama mas."
"Pa, Kay---" cewek itu menghentikkan ucapannya. Setelah papanya pergi lagi, pasti ia akan dihajar habis oleh Aleta.
To be continue❤
Jangan lupa komen yak❤
Masih mau mikirin kond*m?