Chereads / Atlanesia / Chapter 9 - Kesatria masa lalu

Chapter 9 - Kesatria masa lalu

Adidev dan Wasishta masih berada di antara puing-puing candi milik Roro Jonggrang, setelah mempersilahkan Adidev mengambil barang yang di titipkan Ratu Laut padanya, Roro pun akhirnya terbebas dari dunia ini, Adidev mencoba membuka benda tersebut, benda tersebut terbuat dari batu obsidian hitam dengn ukiran di dalamnya berbentuk matahari seperti lambang Atlanesia, kemudian ia mencoba membukanya dengan cara menekan bagian ukiran tersebut ternyata ukirannya bergeser dan memperlihatkan dalamnya disana terdapat batu obsidian berwarna biru dengan ukiran berbentuk matahari juga dengan ukuran lebih kecil dan di tengahnya muncul batu merah delima, kemudian memancarkan cahaya. dari cahaya yang terpancar itu keluar hologram orang-orang yang dilihat Adidev tadi mengikuti Roro Jonggrang di belakangnya.

Adidev begitu takjub, sedangkan Wasishta memberikan salam hormat kepada mereka dengan sopan, lalu mereka semua melakukan hal yang sama di depan Wasishta dengan cara mereka masing-masing. Adidev yang sedari tadi hanya terdiam lalu memberi hormat dengan sopan begitu mereka (para prajurit dan pemimpinnya) memberi hormat.

Orang-Orang ini berjumlah ribuan, dan berbaris dengan rapi dan sejajar, saling berdampingan, mereka berbentuk hologram, dilihat dari pakaian pemimpinnya mereka berasal dari waktu yang berbeda. Pemimpin yang pertama dia berpakaian lebih tradisional dengan senjata sebuah keris, ribuan prajurit di belakangnya membawa tombak ataupun pedang dan juga tameng di tangan mereka masing-masing.

Barisan kedua masih seperti pakaian tradisional di jaman kerajaan namun kali ini terlihat lebih modern pemimpinnya masih membawa pedang namun juga menyimpan sebuah senapan yang terselip di pingagngnya, ribuan pasukannya juga membawa senjata yang lebih beragam kali ini (keris, kujang, golok dll), seperti memeperlihatkan darimana asal mereka dari senjata yang di bawanya, juga senjata api yang terselip di pinggang mereka.

Lalu barisan ketiga, pemimpinnya kali ini berbusana lebih modern dari pada sebelumnya, dengan baju khas pejuang jaman kolonial, dengan senjata yang lebih modern dari sebelumnya, para ribuan prajuritnya mengenakan pakaian yang sama ( pakaian para pejuang zaman penjajahan). Dengan membawa tombak yang terbuat dari bambu (bambu runcing) dan belati kecil, serta senapan jaman kolonial yang lebih modern dari sebelumnya.

Barisan keempat dan terakhir. berbeda dari sebelumnya kali ini barisan yang terakhir memiliki tiga pemimpin dengan seragam yang berbeda, ketiga pemimpin tersebut begitu terlihat tegas dan berwibawa, dengan tongkat komandonya, dan lencana yang dipakainya memperlihatkan betapa tinggi pangkatnya. dengan baju loreng khas dari masing-masing, memperlihatkan bahwa mereka dari kesatuan yang berbeda, lalu topi kabaret dengan warna yang berbeda dari depan hingga ke belakang sepertinya merupakan simbol dari mana barisan ini di tempatkan.

Para tentara tersebut kemudian kembali memberi hormat kepada Adidev dengan cara mereka masing-masing seperti yang mereka lakukan pada Wasishta tadi. Salah satu pemimpin datang menghampiri Adidev memberikan sebuah kalung dengan liontin GARUDA EMAS membawa trisula. Benar meskipun mereka sebuah hologram namun energi mereka seperti layaknya makhluk hidup yang bisa menyentuh benda mati apapun, bahkan senjata, namun mereka tak dapat disentuh oleh apapun termasuk senjata.

Adidev seperti ingat sesuatu saat melihat mereka lebih teliti lagi. lalu menoleh kearah Wasishta yang terlihat mengetahui sesuatu.

"Apakah mereka yang kemarin memberikan kita bantuan saat penyerangan tentara monster Abra di udara?" sambil menoleh ke arah Wasishta.

"Benar, mari ku perkenalkan dengan mereka, mereka semua ini adalah para kesatria masa lalu, dari peradaban sebelum Atlabesia ini terbentuk!" jelas Wasishta.

Kesatria masa lalu, adalah kumpulan para prajurit dan panglima perang dari jaman kerajaan hingga jaman 1000 tahun sebelum Atlanesia terbentuk. mereka telah di pilih oleh Raja Gunung dan Ratu Laut untuk menjadi kesatria abadi dengan persetujuan mereka. Lalu mereka akan menghilang tanpa bekas, seperti layaknya raja yang moksa di jaman dahulu. namun sebenarnya mereka dilindungi oleh Ratu Laut dan Raja Gunung dan merubah mereka dalam bentuk energi dan sebagai wujud penghormatan dan terimakasih mereka menempatkan seluruh energi kesatria yang berani membela wilayah atau negaranya ini dengan menempatkan energi mereka pada batu merah delima, lalu di sembunyikan dengan baik pada batu obsidian tersebut oleh mereka (Ratu Laut dan Raja Gunung) yang sekarang berada ditangan Adidev.

Dan saat semua hantaman dan kerusakan berat yang terjadi di peradaban 1000tahun sebelum Atlanesia terbentuk wadah dari batu ini akhirnya dipindah tangankan ke Roro Jonggrang, atas permintaan Ratu Laut, ia ditugaskan sebagai penjaga para kesatria itu, hingga nanti seseorang yang di tunggu para kesatria tersebut datang. Saat itu kekasih Roro datang seperti yang di katakan Ratu Laut, ia tak sengaja dapat membuka wadah tersebut yang seharusnya tidak dapat di buka oleh siapapun. Atas izin Roro Jonggrang.

Bandung kemudian mencoba memodifikasi batu tersebut dan seperti yang di lakukan ke patung Roro Jonggrang, ia juga memberikan alat yang super kecil agar penggambaran energi dari par kesatria tersebut dapat tergambarkan dalam bentuk hologram, namun berbeda dari patung Roro Jonggrang, apa bila alat itu di matikan atau tercabut maka gambaran dari mereka akan menghilang, hanya gambarannya yang menghilang, sedangkan energi mereka masih tetap berada di batu tersebut, mereka akan terpisah dari dunia ini jika batu itu hancur atau jika mereka sudah menyelesaikan tugas terakhir mereka, yaitu melindungi para PELINDUNG Atlanesia (Raja Gunung, Ratu Laut, Ardanareswari, dan Sang Kesatria Atlanesia yang belum di ketahui keberadaannya).

Setelah itu Wasishta mengenalkan para pemimpin dari masing-masing barisan ke Adidev, lalu begitu semuanya selesai mereka pamit undur diri, lalu Adidev kembali menekan batu merah delima pada wadah batu tersebut dan wadah batu itu tertutup bersamaan dengan hilangnya para kesatria masa lalu tadi. Wasishta menyuruh Adidev untuk merahasiakan tentang kesatria ini pada semua orang termasuk profesor dan Bara, karena tak ingin siapapun mengetahui keberadaan mereka. dan untuk kalung itu Wasishta hanya memberi penjelasan jika itu adalah bukti Adidev sekarang pemilik kesatria tersebut. Adidev hanya mengiyakan, tapi ia masih memiliki tanda tanya besar tentang kalung berlambang Garuda Emas dengan membawa trisula ini, hanya saja ia urungkan untuk ingin lebih mengetahuinya.

"Mungkin belum saatnya!" pikir Adidev

Mereka kembali ke kota klan Arya. Adidev tiba-tiba mengingat pembicaraan dari sang Putri kerajaan Baka tadi sebelum ia meninggalkan dunia ini, benar tentang ramalan Atlanesia,

"Siapa yang bisa menyelamatkan Atlabesia nantinya? lalu bagaimana caranya menemukan orang yabg bisa menolongnya?" Ucap Adidev dalam hati.

"Aku harus membaca buku itu lagi lebih dalam lagi.!" lanjutnya.

"Nanti kau akan tahu!" sahut Wasishta tiba-tiba yang sedari tadi berjalan di depannya.

"Tunggu? Kau bisa mendengar yangku ucapkan dalam hati?" Adidev heran.

"Dengan Jelas, sedari tadi, apa yang kau pikirkan tadi juga aku mengetahuinya. kau benar-benar ingin tahu tentang kalung itu juga bukan?" ucap Wasishta.

" Kau harus benar-benar mempelajari buku itu dengan baik, buku milikku!" lanjutnya sambil tersenyum lalu berlari meninggalkan Adidev.

Adidev hanya berjalan sambil terlihat bingung, ia tak mengerti apa yang di bicarakan gadis itu, semua yang di ucapkan begitu penuh teka-teki. kali ini hanya diam yang mengiringi perjalanan mereka kembali ke kota. Adidev mencoba untuk tidak memikirkan apapun setelah mengetahui bahwa Wasishta bisa membaca pikirannya, bukan karena takut, tapi ia tak ingin rahasianya yang konyol juga ikut di ketahui oleh Wasishta, ia ingin terlihat bermartabat di banding anak manja di depan yang lain.