Keraton laut.
Setelah keluar dari tempat ratu ular di tengah hutan tepatnya di pulau larangan, mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju kearah selatan, seperti yang sudah dikatakan oleh sang ratu Ular yang merupakan bibi dari sang Ardanareswari mereka harus menuju kesana untuk melakukan izin selanjutnya, selain itu ia juga menitipkan sesuatu untuk sang Ratu Laut.
Bara yang menjadi seorang melankolis tiba-tiba melakukan hal konyol layaknya remaja yang baru jatuh cinta, ia tak henti-hentinya menyanyikan lagu-lagu yang menggambarkan dirinya sekarng, suranya yang begitu indah, sehingga menyakiti telinga ketiga kawan seperjalanannya. Para kawannya kompak mengatakan jika mereka lebih baik mendengar suara siamang yang nyaring dari pada seharian mendengar nyanyian bara seharian. Mereka akhirnya memilih menghindari Bara dan melakukn aktifitas lain agar tak mendengar nyanyian dari Bara, professor memilih ke perpustakaan dalam kendaraan terbang itu yang baru ia buat dari buku-buku modern yang berhasil ia selamatkan, dimana buku itu bukan terbuat dari lembaran kertas, seperti buku kuno milik Adidev. Melainkan sebuah kotak kecil seukuran flashdisk memiliki tombol dan jika tombol itu di tekan akan keluar layar hologram berisikan lembaran-lembaran dari isi buku tersebut. Kita hanya tinggal menyentuh dan menggeser layar hologram tersebut jika ingin membalik bukunya, seperti halnya membaca buku biasa.
Wasishta memilih bermain dengan peliharaan barunya, sedangkan Adidev berada di ruangan belakang mendengarkan music kesukaannya dan membaca buku kuno Atlanesia. Selain itu ia juga mencari-cari tentang hewan-hewqn langka yang di ceritakan sang ratu Ular dan juga Wasishta yang berhasil membuatnya penasaran seperti apa wujud para hewan tersebut,
"benarkah gambaran hewan yang dikatakan Wasishta beanar adanya?" batin Adidev, ia mencoba membolak balik buku kuno, siapa tahu Wasishta dimasa lalu juga pernah menceritakannya di buku tersebut berharap mendapatkan jawaban atas pertanyaanya.
Sepanjang perjalanan mereka habiskan dengan kesibukan masing-masing, karena tak bisamemejamkan mata akibat nyanyian Bara sepanjang malam. Hingga tak terasa mereka sudah sampai di wialayah perbatasan keratin laut. Kalung milik Adidev tiba-tiba bersinar, sedangkan iris mata Wasishta berubah merah secara otomatis saat memasuki perbatasan wilayah keraton laut, ia segera menuju kearah depan tempat Bara berada ia memberikan isyarat dari sana untuk para penjaga agar tak menyerang kendaraan yang ia tumpangi. WAsishta memerintahkan Bara untuk mendaratkan kendaraan van panjangnya itu tepat di depan pintu Gerbang luar keraton. Ia menyuruh Bara dan Profesor untuk memkai alat selam berupa baju selam berkalungkan bahan dari karet ringan dengantombol kecil di bagian kalung itu, jika tombol itu di tekan akan keluar kubah kaca seukuran kepala si pemakai yang berisikan banyak oksigen murni, lalu mengeluarkan karbondioksidanya melalui selang kecil yang terpasang di bagian belakang kubah lalu tembus ke celah kecilpada baju selam tersebut (seperti baju milik sandy si tupai, namun memakai baju selam, bukan seperti astronot milik sandy)
Adidev yang keluar yang sedari tadi berada di ruangan paling belakang, tiba-tiba berteriak sehingga membuat para kawan seperjalanannya kaget dan serempak menoleh kearahnya. Professor dan Bara begitu kaget melihat keadaan Adidev, kecuali Wasishta, yang sepertinya telah mengetahui apa yang akan terjadi dengan Adidev. Adidev tiba-tiba berubah menjadi makhluk aneh, wajahnya masih seperti Adidev biasa, namun memiliki sirip di punggung dan pergelangan lalu terdapat lubang seperti luka menganga masing-masing berjumlah tiga di bagian kanan dan kiri leher, iris mata Adidev juga tiba-tiba berubah warna biru terang seperti samudra, layaknya iris mata milik Wasishta. Kulit Adidev yang kuning langsat, berubah menjadi putih pucat (Adidev tak memakai atasannya, karena kaos milikya robek saat ia berubah dalam mode tersebut). Wasishta segera mengajak Adidev terjun ke air diikuti oleh profesor dan Bara, dan juga si warak ngendog kecil yang tiba-tiba juga merubah dirinya menjadi setengah ikan begitu masuk ke air.
Pemandangan di bawah air semakin membuat profesor dan Bara terkejut, dimana pintu gerbang besar dijaga oleh para pengawal keraton dengan wujud layaknya manusia setengah ikan, para biada dengan wujud yang sama sudah menyambut kedatangan mereka dengan menebarkan bunga yang anehnya bunga tersebut terjatuh layaknya berada di daratan,
"Kriet... Blam!" terdengar pintu gerbang terbuka. Para rombongan Wasishta dipersilahkan masuk, para penjaga menundukkan tubuhnya sebagai tanda hormat, begitu juga para biada.
Profesor yang sedari tadi mencari keberadaan Adidev, kemudian menoleh kearah lain berharap menemukan keberadaan Adidev dan Wasishta, namun ia tak menemukannya, hingga sebuah tangan dari arah kiri menggandengnya,
"aaarrrgghhhh!!!!" teriak profesor kaget, ketika yang dilihatnya adalah Adidev yang sudah berubah menjadi manusia setengah ikan.
"untunglah aku tak memiliki penyakit jantung, bisa-bisa aku akan jadi mayat saat keluar dari sini gara-gara kaget melihat hal aneh seperti ini!" ucap profesor setelah mencoba menenangkan dirinya sendiri.
Berbeda dengan profesor Bara justru kegirangan melihat kecantikan para biada keraton laut, ia sepertinya telah melupakan sang ratu ular yang sempat singgah di hatinya beberapa saat lalu,dan kini berpaling dengan para biada, namun sebelum ia melakukan sesuatu yang lebih ke para biada keraton Wasishta yang juga telah berubah menjadi putri duyung yang cantik membisikkan sesuatu pada Bara
"jangan terlalu dalam berhubungan dengan mereka, atau kau akan terperangkap seperti para *tumbal* disana!". Seketika Bara ciut nyali ketika mendengar *terjebak* ia seperti kembali kedirinya semula yang tak ingin memiliki ikatan yang akan membuatnya terbelenggu seperti orang-orang yang di bilang *tumbal* oleh wasishta. Meskipun sebenarnya Wasishta hanya bercanda.
Mereka tidak tepat jika di katakan tumbal, karena mereka adalah orang yang tersesat di dalam laut, dan orang-orang yang telah dipilih atau dengan keinginannya menyerahkan jiwanya untuk hidup sebagai manusia setengah ikan dan menjadi penduduk lautan di keraton laut untuk menjaga keamanan keraton laut, mereka juga hidup layaknya kehidupannya sebelum berubah menjadi manusia setengah ikan, hanya saja mereka tak pernah bisa lagi kembali kedarat untuk melihat keluarganya atau bahkan sudah melupakannya, mereka juga adalah manusia peradaban kuno yang telah menjadi penduduk laut atas pilihannya sendiri, atau orang-orang terpilih demi terhindar dari ganasnya kekuatan para pelindung Atlanesia kala itu, sebelum akhirnya tenggelam hampir separuh wilayahnya, dan kini menjadi pulau-pulau kecil.
Setelah disambut dari gerbang luar keraton, kali ini mereka berenang kembali menuju ke gerbang dalam, perjalanan menuju ke gerbang dalam mereka dimanjakan oleh para pengawal yang sedang berlatih tempur dengan manusia setengah ikan yang terlihat lebih kuat disbanding lainnya sebagai pemipin, begitu rombongan Wasishta melintas mereka serempak membungkukkan badannya sebagai tanda penghormatan. Sebelum masuk ke gerbang dalam yang juga dijaga oleh makhluk raksasa berwujud naga dengan ekor ikan, para biyada disana juga masih berwujud sama, namun kali ini lebih cantik, dengan memakai kemben berwarna kuning emas, sedangkan sebelumnya memakai kain jarik yang dililitkan ketubuh mereka yang setengah ikan, para biyada di gerbang dalam kemudian memberikan kalung mutiara untuk dipakai oleh para tamu, sebagai hadiah dari sang ratu, yang tengah menunggu kedatangan mereka di dalam keraton, yang belum terlihat di mata Adidev dan kawan-kawannya. "Krieeettt... Blam!" kembali terdengar suara gerbang terbuka. Mereka kembali berenang dengan di kawal oleh para pengawal keraton yang memakai kain berwarna kuning emas serupa dengan pakaian para biada sebelumnya. Mereka diantar hingga sampai tepat di gerbang depan pendopo keraton.
Letak Gerbang luar hingga gerbang pendopo sekitar 60 kilometer, dan dari gerbang pendopo hingga di kekeraton sekitar 40-50kilometer, jadi terlihat berapa luasnya keraton Laut tersebut, dan mereka harus berenang sejauh itu, namun anehnya mereka tak merasa lelah sama sekali, merekapun juga tak bisa menjelaskannya. Selama perjalanan dari gerbang luar hingga gerbang pendopo mereka disuguhkan pemandangan laut yang indah begitu memanjakan mata, lalu desa-desa bawah laut dengan para penghuninya (yang disebut tumbal oleh Wasishta) yang tinggal disana di sepanjang memasuki gerbang, tak ada klan yang membatasi mereka, semua terlihat sama rata. Tak ada yang terlihat begitu kekurangan dan berlebihan, taka da yang terlihat menyedihkan dan sombong, semua terlihat bahagia
"Kriet...Blam!" gerbang pendopo terbuka, kalung milik Adidev kembali bersinar, kali ini Adidev berubah kembali menjadi manusia. Di gerbang pendopo mereka disambut oleh para hulubalang dan abdi dalem keraton namun kali ini wujudnya seperti manusia biasa, hanya saja kulitnya berwarna putih pucat, para hulu balang dan Abdi dalem tersebut memakai beskap yang kali ini memiliki corak yang berbeda. Entah apa yang membedakan kedudukan mereka sehingga seragamnya di buat berbeda, lalu ada mbok-mbok memakai kain hijau seprti warna baju Wasishta mendatangi rombongan Wasishta, mereka memberikan Adidev, professor, dan Bara minuman dalam gelas emas, dan memberikan Adidev baju baru berupa kaos berwarna hijau, dengan gambar sisik ikan di bagian depannya.
Terdengar suara gamelan dari arah dalam pendopo, lalu muncul para Bedaya (penari) menyambut mereka, WAsishta mengajak kawan-kawannya masuk kedalam pendopo tepat di arah para bedaya keluar, di dalam ada para pemain gamelan sedang memukul alat musik tradisional tersebut sesuai keahlian mereka masing-masing. Lalu para biada muda yang juga berada di dalam ruangan pendopo telah menunggu, untuk kesekian kalinya, kembali mereka melihat penjaga gerbang berwujud monster laut membuka pintu menuju kearah keraton
"Kriet!" kembali terdengar pintu belakang ruangan dalam pendopo terbuka kali ini mereka disambut oleh kereta kuda, namun kudanya bukanlah kuda asli melainkan kuda berekor ikan, dan kusirnya berwujud naga laut. Mereka di persilahkan oleh para biada yang mengikuti mereka tadi untuk masuk kedalam kereta kencana yang telah di siapkan untuk mereka tersebut, kereta tersebut berjumlah 4 dengan masing-masing kuda ada dua ekor dan satu kusir. Mereka segera masuk ke dalam kereta masing-masing begitu Wasishta mengawalinya, lalu kereta kuda tersebut mengantar mereka langsung menuju kekeraton tempat Ratu Laut tengah menunggu kedatangan mereka.