Chereads / Atlanesia / Chapter 4 - Serbuan klan Abra

Chapter 4 - Serbuan klan Abra

"Aku tak menemukan apapun didalam buku ini ayah, apa maksud Ardanareswari itu?" runtuk Adidev yang matanya masih juga membaca ke arah buku temuannya tersebut.

Mungkin benar kata gadis itu, jika kau pintar akan menemukan misteri dari buku ini, sayangnya anakku ini. begitu bodoh! ucap sang ayah sambil memukul pelan kepala anaknya.

Adidev hanya bisa menggerutu yang kemudian berlanjut dengan tawa hangat candaan ayah dan anak itu hingga menggema ke seisi ruang makan dari salah satu keluarga klan Arya tersebut. Tanpa mereka ketahui seseorang sedang memata-matai mereka dari tempat yang tak terlihat.

"Ayo sebaiknya kita pulang nak, esok kita akan berkumpul mendiskusikan ini semua dengan para keluarga lain. Klan kita sudah dipilihnya, kita tak boleh sesantai ini besok!" utus sang Ayah.

"Baiklah Ayah!" jawab Adidev singkat sembari berjalan mengikuti sang Ayah dari belakang.

Setelah mereka pergi seseorang keluar dari persembunyiannya, seseorang berjubah emas sama halnya dengan klan Arya yang lainnya, ia segera pergi menuju ketempat tuannya berada, untuk memberitahukan apa yang ia dengar sejak tadi, dan pertemuan besar dari Klan Arya tanpa di ketahui oleh klan lainnya, ia berhasil mengendap-endap keluar perbatasan klan. dan melaporkan hal tersebut kepada tuannya.

Sementara itu Adidev dan sang ayah sudah sampai di rumahnya, dengan menggunakan papan luncur terbangnya yang sebelumnya ia lipat dan simpan di dalam saku, sedangkan sang ayah dengan kereta kuda robot terbangnya. ayahnya langsung markirkan kendaraannya di Garasi bersama dengan kendaraan miliknya yang lain,

Ibunya sudah menunggu di ruang keluarga, ingin mengetahui apa yang terjadi di rumah salah satu keluarga klan Arya, Ibu dari Adidev memilik kepekaan yang cukup kuat, ia dapat merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi, karena itu ia begitu gelisah sedari tadi, saat mengetahui klan Ardanareswari berada di depan matanya. Biasanya ia akan mengetahui apa yang terjadi, namun kali ini rasanya sungguh membuatnya begitu tercekat hingga gambaran tentang hal buruk itu tak dapat tergambarkan olehnya, sebenarnya ia ingin menceritakan ini pada suami dan anaknya namun ia urungkan ketika melihat kedua orang yang sangat penting baginya kembali dengan selamat.

Mereka kemudian segera beristirahat untuk mengisi tenaga dan otak mereka dalam membuat pertemuan besar esok, yang sudah di sepakati bersama para petinggi klan yang lain. Di tengah malam, tiba-tiba ia di bangunkan oleh suara gadis yang menyuruhnya untuk keluar dari rumahnya dan pergi ke perbatasan klan Abra dan Abdi, itu berarti dekat dengan toko tua milik profesor. Adidev yang kaget langsung terbangun, ia kemudian segera mengambil buku kuno temuannya. Ia mencoba pembangunan kedua orang tuanya namun entah kenapa suaranya seperti tak didengar oleh mereka, suara itu kembali terdengar oleh Adidev, menyuruhnya segera keluar melalui pintu belakang segera, ia tak menghiraukannya, ia masih mencoba membangunkan kedua orang tuanya, tiba-tiba cahaya biru menarik tubuhnya keluar dari rumahnya dengan paksa, tak beberapa lama terdengar suara dari tentara klan Abra mendobrak pintu rumah Adidev dan segera menangkap kedua orangtua Adidev, mereka kemudian terdengar masuk kedalam kamar Adidev namun tak menemukan, Adidev dari tempat persembunyiannya, melihat kejadian itu hanya bisa terkejut, kemudian melihat ke semua arah ternyata hanya para pemuda dari klannya yang selamat dan berhasil bersembunyi seperti dirinya.

Terjadi pembantaian besar-besaran, dimana semua orang tua dari klan Arya di kumpulkan pada tanah lapang di wilayah klan Arya, lalu para petinggi klan Arya dan keluarga dari klan Arya lainnya di bunuh secara bersama-sama tanpa adanya oerlawanan, mereka semua diikat dan ditembaki secara brutal, di panah, bahkan di tusuk secara membabi buta, namun Adidev tak melihat orang tuanya disana, Adidev mencoba mencari kesegala arah namun ia tak melihat sosok kedua orang tuanya di manapun.

Sebuah cahaya biru kembali menarik tubuhnya dan juga para pemuda lainnya menjauh dari tempat persembunyian, seakan ada tembok penghalang yang menyembunyikan mereka, para tentara Abra tak mengetahui keberadaan para klan Arya muda yang melihat kekejaman klan Abra terhadap orang tua mereka. Beberapa detik kemudian pemukiman klan Arya berubah menjadi lautan api, semua hanya bisa mematung melihat kejadian yang begitu cepat itu. tak ada satupun kata keluar dari mereka, hanya tetesan air mata yang keluar tanpa mereka sadari, peradaban klan Arya di Kartavia punah dalam semalam, dan klan Ados di pemukiman klan Arya yang tadi berkumpul menyaksikan hal tersebut juga di tangkap dan diseret masuk kedalam tembok Abra oleh para monster-monster yang sudah diciptakan oleh klan Abra.

Cahaya biru itu melepaskan para Arya muda begitu mendekati perbatasan, ternyata disana sudah Wasishta, begitu berada di depan toko antik tersebut Adidev langsung masuk mencari sang profesor, tapi ia sama sekali tak menemukan sosoknya, Adidev mengira mungkin ia salah satu korban dari tentara monster itu, namun tiba-tiba ia muncul di belakang Adidev.

"Adidev, sedang apa kau disini tengah malam?" ucap profesor Abimata yang terkejut dengan keberadaan Adidev di tempatnya saat tengah malam. Ternyata saat kejadian mengerikan itu terjadi profesor Abimata sedang mencari harta karun puing-puing peradaban masa lalu Atlanesia di laut lagi, dan baru selesai tengah malam ini, karena itu ia lolos dari pembantaian menyeramkan itu. Adidev langsung memeluknya begitu mendengar suaranya. tak ada kata yang keluar dari Adidev hanya isakan lirih yang keluar dari mulutnya.

"Ada apa? kenapa kau tiba-tiba seperti ini Adidev? dan sedang apa para Arya muda di luar sana? dan cahaya apa dari tengah kota Arya?" tanya profesor yang bingung itu. Namun Adidev tetap tak menjawabnya, mulutnya seperti terkunci, lidahnya begitu keluh untuk mengeluarkan satu kata.

"Pembantaian klan Arya telah terjadi!" tiba-tiba terdengar suara Gadis dari arah depan, profesor segera mengarah ke sumber suara, Gadis yang tak dikenalnya berdiri tepat dihadapannya, iris mata berwarna merah darah, namun teduh saat di pandang, jubah berwarna hijau kebiruan seperti warna samudra, dengan sebuah batu rubi kecil di dahinya yang tertutup oleh rambutnya yang hitam memanjang, warna kulitnya yang bersinar di kegelapan.

"Siapa kau? dan apa yang kau maksud tadi?" tanya profesor yang masih bingung dengan apa yang terjadi sekarang.

"Kita harus meninggalkan kota Arya sekarang, mereka akan segera mencarimu juga!" ucap Gadis itu, yang tak menghiraukan pertanyaannya.

"Turuti saja, demi keselamatan kita, bawa barang yang penting dan perbekalan yang cukup, kita sudah tak punya waktu!" Ucap Adidev tiba-tiba.

Profesor hanya menurutinya, ia segera menyimpan semua penemuannya di tempat yng aman, lalu mengambil jurnal penelitian dan senjata miliknya, lalu perbekalan yang ia butuhkan.

Wasishta segera mengeluarkan sinar biru itu lagi untuk melindungi para Arya muda melewati perbatasan, dan benar saja tak selang beberapa menit kemudian tentara Abra mendatangi toko kecil tersebut, ketika tak menemukan yang mereka cari, mereka segera merayakan bangunan tua tersebut hingga rata dengan tanah. Profesor yang melihat para tentara tersebut begitu kaget, ia tak menyangka ada monster di area klan Abra di Kartavia ini. dan ia begitu kesal melihat semua oenemuannya di ratakan dengan tanah, seperti semua yang ia kerjakan sia-sia gara-gara para monster itu menghancurkannya secara tiba-tiba dan membabi buta.

Begitu sudah melewati perbatasan klan Arya mereka memasuki pemukiman klan Abdi, profesor Abimata teringat mengenal seseorang yang dikenalnya di klan Abdi, ada salah satu temannya yang mungkin dapat membantu mereka. Profesor segera mengajak semua pergi ke kediaman orang yang di maksud profesor. begitu sampai di tempat yang dituju ia segera menemui teman lamanya itu dan meminta bantuannya ia seorang perakit kendaraan namanya adalah Bara, ia merupakan teman lama profesor. profesor segera menceritakan semua yag ia dengar dari Gadis beriris merah darah itu. yang ia masih belum tahu namanya. mendengar hal itu Bara langsung mengarahkan mereka semua ke kendaraan seperti bus terbang, dengan kapasitas besar. ia juga menawarkan dirinya untuk ikut sebagai supir kendaraan itu, karena ia sudah lama ingin berpetualang kembali, dan mungkin tenaganya akan di butuhkan. mereka segera pergi malam itu juga dengan Bus terbang yang memiliki mesin super cepat tersebut dengan suara mesinnya yang tak terdengar ditelinga sehingga tak mengganggu penduduk Abdi yang lain, dengan Bara yang sebagai sopirnya, mereka meninggalkan Kartavia dalam kesunyian dan kesedihan yang mereka bawa.