Chereads / Reverse Orbital [IND] / Chapter 1 - The Holy Friday, The Grace, and The Disgrace

Reverse Orbital [IND]

🇮🇩Hamartama
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 22.2k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - The Holy Friday, The Grace, and The Disgrace

Semuanya putih, dan sangat cerah. Saat aku membuka mata, hal pertama yang kulihat hanya langit-langit dengan beberapa lampu terang yang terpasang padanya.

Kucoba untuk bangkit dari tidurku dan duduk di posisiku saat ini. Pandanganku masih kabur, tapi seluruh tubuhku sepertinya baik-baik saja. Sepertinya. Meski ada beberapa flek hitam di kulitku.

"Sudah bangun?"

Aku mencari sumber suara yang menjawabku. Kuharap bukan malaikat yang akan menanyakan, "Kebaikan apa yang sudah Anda lakukan selama hidup Anda?", dan sebagainya.

"Terima kasih telah membantuku. Good job."

Suaranya cukup familier di telingaku, meski aku belum sepenuhnya bisa memastikan sosoknya karena pandanganku yang masih kabur. Yang dapat kulihat hanya seorang gadis bertubuh langsing, dengan rambut hitam panjang dan dua titik berwarna biru cerah di wajahnya.

"Aku sudah menangani semuanya. Pembayaran dan sebagainya."

"..."

"Waktunya untukku pergi..."

Usai dirinya berpamitan, cahaya terang menyambar mataku.

"Tunggu...aku di mana?"

Kucoba untuk bangun dari tempat tidur dan menghampirinya, tapi dia sudah menghilang tepat saat cahayanya juga menghilang.

Masih dalam diamku, kulihat lagi di mana aku berada dan hanya menemukan bahwa ini hanya sebuah ruangan rawat inap di rumah sakit. Sebenarnya aku bisa kembali menikmati waktu di kasur empuk itu. Hanya saja, apa yang bisa kunikmati di atas kasur rumah sakit? Aku bahkan tidak merasa sakit di tubuhku.

"Arggg..."

Sialan kaki meja ini. Selalu saja menabrak jari kelingking kakiku. Oh... berkatnya pandanganku kembali jelas. Tapi apa? Apa aku harus berterima kasih ke benda mati?

Aku ingin berkeliling di sekitar rumah sakit, rasa ingin tahu mendorongku. Mungkin dengan itu, bisa membantuku menyusun ketidakjelasan dalam ingatanku.

Tepat sebelum aku meninggalkan ruangan ini, aku baru menyadari. Mungkin ini adalah salah satu ruangan kelas atas. Satu tempat tidur empuk, sofa, meja kecil, TV LED, AC, wi-fi, kamar mandi dalam, dan fasilitas lain yang tak kalah mewah.

Aku berjalan dari lorong ke lorong, dari ujung ke ujung di lantai ini. Hanya untuk mendapati pemandangan yang lumrah di sebuah rumah sakit. Di lantai 4 ini sangat tenang. Aku hanya melihat beberapa orang yang lewat di sekitar, tapi... apa ada patroli di lantai ini? Terasa seperti VVIP.

Kuputuskan untuk melanjutkan tur rumah sakitku ke lantai 1. Aku ingin tahu siapa dia, dan tentu... berapa lama aku bisa berada di kamar itu. Tunggu, apa ini hotel?

Aku menuruni lantai dengan elevator. Semakin kecil angka lantainya, semakin banyak yang ikut dalam elevator. Aneh. Beberapa orang seperti membawa UFO yang melayang-layang di dekatnya. Beberapa juga memiliki flek hitam seperti yang kumiliki. Apa ini penyakit baru?

Kuputuskan untuk keluar di lantai 2 karena yang mengantre semakin banyak. Orang lain juga ingin menggunakan fasilitas ini. Mungkin karena lantai atas hanya untuk para VVIP, jadi yang bawah penuh sesak. Ya, aku juga salah satu VVIP sih, tanpa membayar pula.

Aku mengalah dan mencari tangga untuk menuju lantai satu. Tapi, di tangga pun ada begitu banyak orang lalu-lalang. Apa terjadi sesuatu?

"Arghhhh"

Lagi? Apa seorang baru saja menabrakkan jari kelingking kakinya ke kaki meja?

"Tolong aku!"

"Anakku, tolong obati anakku..."

"Arggg...kakiku, bisakah kau membantuku dulu. Ini sangat menyakitkan..."

Di lobi lantai 1 terdengar ramai, tapi menurutku itu lumrah. Seseorang akan tergopoh-gopoh mencari bantuan ketika diri mereka atau orang yang seorang yang berharga untuk mereka terluka. Ketika itu terjadi, yang lain biasanya akan menenangkan dengan, "Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja". Itu pola yang normal. Tapi, agak aneh untuk mendengarnya terus-menerus seolah banyaknya pasien membuat para tenaga medis kewalahan.

"Tolong aku, darahnya tidak berhenti... "

"Tanganku!! Tolong!! Luka bakarnya benar-benar perih... Di mana healernya?"

"Di mana healernya? Aku butuh healer!!"

Hmm? Healer? Bukan dokter? Apa aku salah dengar?

"Aku akan membayarmu dengan jumlah yang besar jika kau bisa menyembuhkan putriku. Tolong prioritaskan putriku dulu, Tuan healer!"

HMMM? SEKARANG... ini tidak NORMAL...

***

Kuhentikan tur rumah sakitku dan berhenti di suatu sudut yang tak jauh dari ujung tangga yang bebas dari lalu-lalang orang lain. Hanya untuk beristirahat dan membuat sebuah hipotesis pribadi tentang kejanggalan ini.

"Ini rumah sakit, kan..."

Mereka mencari healer bukan dokter, dan kuasa itu bukan salah eja.

"Mereka halu?"

Tidak, lebih dari satu orang yang mengatakannya. Menurutku, ini jelas rumah sakit. Tapi...

"Apa ini sudah bukan dunia yang dulu kukenal?"

Jangankan memperjelas memori samarku, ini malah jadi semakin keruh.

"Ya, kurang lebih seperti itu. Berapa lama kau tak sadarkan diri, nak?" Seorang pria bertampang 30 tahunan dengan dandanan ala anak metal dari rambut hingga tumit, muncul begitu saja menjawabku.

Ah... aku suka pola ini. Ini seperti skenario pada cerita dan film detektif. Event 'percakapan yang mengungkap kebenaran'. Terjadi saat ada orang kebingungan yang secara tak sengaja menyelipkan kebingungannya dalam ucapan dan orang serba tahu seketika muncul entah dari mana. Aku, harus mengambil peran sebagai orang yang tidak tahu apa-apa untuk membumbui adegan ini.

"A- Aku tidak tahu. Aku tidak dapat mengingat apa pun. Di mana ini? Apa yang terjadi?" Aku mengambil peran itu, meski sebenarnya aku memang benar-benar orang yang tidak tahu apa-apa di sini. Pikiranku masih runyam, dan ingatanku tentang hari itu masih berkabut.

"Ka- Kamu tidak ingat apa-apa? Apa amnesia? Sudah berapa lama kamu dirawat? Apa kamu juga sembuh karena grace?"

Nah kan, dia juga ikut membumbuinya. Padahal aku hanya menaburkan sedikit garam, dia malah menuangkan seluruh botol di atasnya. Tunggu, grace?

"Aku tidak tahu... Apa yang sebenarnya terjadi? Dan...grace?"

"Kamu bahkan tidak tahu grace? Bagaimana dengan Holy Friday?"

Nah, Holy Friday. Itu sepertinya adalah kunci untuk sebagian besar kejanggalan ini.

Sekarang aku sedikit mengingatnya. Jumat itu aku pergi ke sekolah, bertemu gadis itu, terjebak dalam suatu insiden, bertemu dengan gadis itu lagi, gerhana matahari total terjadi, semuanya jadi serba putih, terbangun di sini, bertemu wanita itu lagi, berkeliling rumah sakit, dan sayangnya, malah bertemu Om-om ini.

Bagian detail dari insiden yang terjadi di sekolahku masih buram. Entahlah, hanya ketika aku mencoba mengingat bagian itu kepalaku terasa sakit. Tapi di sisi lain, aku juga mengingatnya, tentang ramalan yang menjadi nyata. Kalau itu memang nyata berarti sekarang, Matahari terbit dari Barat.

"Sejak hari itu, tempat ini selalu seperti ini."

Tunggu kenapa menggunakan 'sejak hari itu'?

"Enggg maaf...ini hari apa? Sudah berapa hari sejak hari itu?"

"Sekarang hari Selasa, 27 Desember 2033. Empat hari sejak Holy Friday."

Sialan, kalau hanya empat hari kenapa mengatakannya seolah itu sudah lama sekali?

"Lalu apa i-"

"Itu adalah kemampuan super yang diterima beberapa orang sejak Jumat lalu."

"Apa grace milik Om adalah membaca pik-"

"Bukan kok."

Sialan orang ini. Dia seperti sedang bermain game dan menekan tombol 'skip' pada tiap dialog NPC. Mungkin ini karmaku karena aku juga sering melakukannya saat bermain game.

"Grace milikku adalah 'healing', aku adalah healer"

Tunggu dulu. Jadi, kau... mereka sedang mencarimu Om-om sialan. Dan, grace itu, jujur, tidak sesuai dengan dandananmu, serius.

"Om datang kesini untuk menyembuhkan mereka?"

"Ya, rum- banyak rumah sakit yang memperkerjakan healer sepertiku. Sejak Holy Friday, hal seperti ini lumrah. Tingkat kriminalitas meningkat dalam sekejap mata. Grace ini seperti pisau bermata dua."

Kurang lebih aku paham apa yang ingin ia sampaikan. Manusia memang seperti ini.

"Sedini ini, orang cenderung menggunakannya sembarangan karena belum ada hukum tertulis tentang penggunaan grace. Mereka mencoba pamer, menyombongkan diri, bersaing dengan yang lain, dan dengan sengaja melukai orang lain adalah akar dari pemandangan ini."

"Itu tidak bisa dihindari kan? Saat manusia mendapat sesuatu seperti ini, bukannya itu normal? Untuk mencoba pamer, bersaing, atau bahkan balas dendam. Menginjak atau diinjak. Maksudku, ini seperti tombol reset untuk hierarki yang sudah ada, kan?"

Matanya membelalak. Sial, aku mengatakan apa yang kupikirkan

Bagiku, untuk mengatakan sesuatu seperti perspektif pribadi adalah sebuah pantangan. Yang kupelajari selama ini, mereka yang menampakkan dirinya, maka ia juga membuka kemungkinan untuk dikendalikan dan dipermainkan seperti pion oleh orang lain.

"Kamu tenang sekali. Cara bicaramu juga tidak mencerminkan anak seusiamu..."

"Hahaha, aku rasa aku terlalu banyak lihat film. Kata-kataku tadi keren kan hahaha..."

"Anak aneh. Apa kau juga mendapatkannya?"

"Dapat apa?"

Dia menunjukkan telapak tangan kanannya yang besar dan bersih dari luka. Sedangkan yang kiri sedang merogoh sesuatu di kantong jaketnya, pisau.

*Grittt... Dia menyayat telapak tangan kanannya dengan hati-hati.

"Ughhh..."

Ada goresan sekarang di sana. Panjangnya sekitar 2 cm dan tidak terlalu dalam, mungkin sekitar 1,5 mm. Tak lama, cahaya hijau muncul dari luka itu dan goresan itu pun perlahan menutup. Sekitar 5 detik, goresan itu hilang total seperti tidak pernah terjadi.

"Keren kan? Tapi aku tidak bisa melakukannya terus-menerus bahkan jika aku dibayar."

Sekarang aku tahu kenapa dia ada di sini. Seolah ia sedang menjawab pertanyaan yang belum sempat kutanyakan. Tapi, dengan itu muncul keingintahuan baru dalam benakku.

Dibutuhkan waktu 5 detik untuk menyembuhkan goresan itu. Aku tidak bisa membayangkan jika itu adalah luka yang dalam, atau fatal.

Apa tergantung luas permukaannya? Apa yang ia sembuhkan juga berpengaruh? Apa waktu penyembuhannya juga sama untuk luka dengan ukuran yang sama pada organ dalam, misal...arteri? Jantung? Om-om itu juga mengatakan kalau dia tidak bisa melakukannya terus-menerus. Apa itu juga mempengaruhi penggunaan energi? Tunggu, bentuk energi apa yang terujuk? Stamina? Ki? Atau mana?

"Apa kau punya nak?"

"Bagaimana cara memeriksanya?"

"Nah, kau harus mengetahuinya sendiri."

"Om sendiri, bagaimana bisa tahu kalau itu healing?"

"Ceritanya panjang..."

Yup... awalan yang klise, pose yang klise, ekspresi yang klise.

"Aku menghadiri sebuah acara musik dengan temanku dan terlibat dalam perkelahian saat perjalanan pulang. FYI, aku menang dan hanya mendapat sedikit luka memar. Tapi, temanku mendapat luka yang dalam di punggungnya karena sabetan pedang. Aku mencoba menutupnya dengan tanganku dan berharap seseorang melewati daerah itu dan memanggil ambulans. Saat itulah aku tahu grace apa yang kuterima."

"Om juga bisa mengobati luka yang parah?"

Dia menggelengkan kepalanya.

"Butuh waktu yang lama untuk sekedar menghentikan pendarahannya. Untungnya, ambulans datang tepat saat aku merasa akan pingsan. Aku merasa sangat lelah karena itu dibanding ketika aku berkelahi dengan 10 orang. Mungkin karena aku hanya healer E-Rank."

Jadi grace juga ada peringkatnya ya? Dia juga mengatakan, "saat itulah aku mengetahui grace apa yang sudah kuterima" daripada, "aku akhirnya tahu bahwa aku juga menerima grace". Berarti dia sudah menerima grace sebelumnya, dan hanya belum mengetahui apa bentuknya?

"Apa setiap orang punya?"

"Tidak semua. Tapi, mereka yang tidak memilikinya mungkin hanya belum menerima. Tiap orang bisa secara tiba-tiba menerima grace kapan pun, tidak terbatas saat Holy Friday saja. Mereka yang sudah menerimanya disebut high-human."

Aku tidak bisa mengharapkan lebih dari manusia. Meski masih banyak terjadi diskriminasi antar ras manusia, mereka mendeklarasikan ras baru.

"Bagaimana cara memeriksa kalau kita sudah menerimanya atau belum?"

Dia melihat sekeliling. Seolah sudah memastikan bahwa keadaannya 'ok', dia memelototiku dan mengambil beberapa langkah ke belakang.

"Al-Grace"

Sebuah kubus hitam yang mengambang di udara muncul selatah ia mengucapkan kata itu. Itu benar-benar materi yang hitam pekat karena benda itu tidak memantulkan cahaya. Aku pun hampir tidak tahu kalau bentuknya kubus. Untungnya kemunculan pertamanya adalah ketika ia mengambang secara diagonal pada dua porosnya.

Sekarang om-om itu menyentuh udara seolah sedang menekan sebuah menu pada layar transparan.

"Kotak ini adalah black-box yang berisi tentang data pemiliknya. Ini juga menunjukkan kalau seorang sudah menerima grace. Ini akan tetap muncul untuk beberapa saat dan kemudian akan hilang secara otomatdis saat sudah tidak dioperasikan."

Oh, Jadi begitu ya cara memanggil dan mengembalikannya...

"Om tidak bisa mengecek apakah aku punya atau tidak? Aku agak takut dengan penilaian keberuntungan semacam ini."

"Hahaha aku paham yang kau rasakan. Agak mengecewakan memang ketika kita tidak memiliki sesuatu yang dimiliki banyak orang. Tapi, memang harus dirimu sendiri yang memastikannya."

Ok, saatnya mencoba. Tapi apa harus diucapkan dengan keras? Atau digumamkan saja sudah muncul? Akan memalukan kalau aku mengucapkannya dengan keras tapi hasilnya nihil. Tapi aku butuh memastikan beberapa hal dengan cara yang benar-benar pasti. Jadi...

"Al-Grace"

"..."

"Enggg... apa ada prosedur lain untuk memanggilnya? Seperti, harus percaya diri, atau mungkin mengosongkan pikiran dan membayangkan sebuah kubus melayang lalu..."

Ah... begitu ya... ia hanya menggelengkan kepalanya.

"Jangan kawatir, mungkin tidak sekarang. Setiap orang punya waktunya sendiri untuk bersinar hahahaha..."

Lagi-lagi aku kurang beruntung ya...

"Tidak masalah. Oke, aku kembali bekerja dulu ya..."

Dia berpaling ke arah lobi yang dipenuhi dengan pasien yang terluka.

Aku menundukkan kepalaku untuk mengungkapkan rasa terima kasihku atas informasinya, lalu kembali ke kamarku.

***

*Kriekkk... klak

"Orang yang baik."

Ya, benar-benar om-om yang baik. Kondisi seperti ini, harusnya seseorang bungkam untuk informasi yang mereka miliki, namun ia malah memberitahuku banyak hal. Dalam kondisi 'dunia yang diatur ulang' ini, informasi bernilai beberapa kali lipat.

Dia bercerita tentang apa yang terjadi setelah Holy Friday dan tentang apa itu grace. Dia juga memberi tahu tentang black-box, bagaimana cara memanggilnya, mengembalikannya, dan nilai benda itu. Juga tentang keberadaannya, dan motif tersembunyinya.

Pertama, ada beberapa orang yang berpatroli di rumah sakit ini, di tiap lantai. Mereka tampaknya sedang mencari orang-orang sepertiku. Orang yang miskin informasi tentang Holy Friday, lalu memberi tahu informasi versi 'mereka'. Salah satunya juga suah mengikutiku dari lantai 4.

Selanjutnya, black-box bisa dicuri dari pemiliknya. Asumsi sementara, adalah karena itu akan meningkatkan kekuatan mereka dengan metode pencurian tertentu. Seperti menyentuhnya, atau mungkin menempelkan kedua black-box. Orang itu mencoba untuk mencuri black-box orang lain, karena orang yang mengikutiku sejak lantai 4 terus berjalan mondar-mandir di dekat tangga.

Tepat sebelum dia menunjukkan black-box miliknya padaku, ia mengonfirmasi sesuatu dengan penguntit itu. Tindakannya yang mengambil langkah mundur dariku adalah untuk menyampaikan bahwa dia takut akan sesuatu yang mungkin akan terjadi. Sehingga ia dapat mendeklarasikan bahwa dirinya sebagai pihak ketiga atau korban ketika sesuatu terjadi.

Dia sengaja hanya memberitahuku 'Al-Grace' tanpa memberitahu 'Dis'. Black-box tidak akan menghilang secara otomatis, itu harus dihilangkan. Butuh beberapa waktu bagiku untuk menyadarinya. Bahwa black-box miliknya tidak kembali dengan sendirinya, tapi ketika ia mengatakan "...otomatdis...". Ia, masih mengoperasikannya tepat sebelum itu benda itu menghilang.

Itu bukanlah sebuah salah ucap yang tidak disengaja. Rencana itu untuk membiarkan seseorang memanggilnya tanpa mengembalikannya. Sehingga saat mereka memiliki kesempatan, mereka akan mencuri black-box itu dari orang lain. Itulah gunanya orang yang berpatroli. Orang-orang yang membawa UFO melayang tadi mungkin adalah calon korban mereka.

Ketiga, dari informasi itu, aku tahu kalau aku memang bukan salah satu penerima grace. Dan, orang lain pun tak bisa memastikan bahwa seseorang memiliki grace atau tidak tanpa diindikasikan dengan adanya black-box.

Yang terakhir adalah...aku bisa melihatnya meski benda itu tak dipanggil. Flek hitam yang kulihat dari tadi bukanlah penyakit. Itu mungkin adalah black-box mereka.

Aku bisa melihat apakah seseorang sudah menjadi 'high-human' atau hanya 'human'. Tapi, aku tidak tahu apakah aku bisa mengambil milik mereka atau tidak.

"Kalau aku bisa mencurinya...apa aku akan mendapat grace dengan cara paksa dan akan merusak sistem? Tapi...kalau memang aku enggak punya grace, terus ini apa?" Refleksiku di cermin terbagi menjadi 2 warna. Setengah hitam dan setengah putih.