Muram, tak ada semangat yang nampak di wajahnya setelah kehilangan gulungan milik Kakak Pertamanya itu. Gadis berambut merah kecokelatan menapak di sepanjang lantai kamarnya, kucing berbulu orange tiba-tiba lompat melalui jendela yang tertutup dari dalam kamar, membuat gadis yang tengah dilanda kegalauan itu terkejut, bagaimana bisa jendelanya terbuka lagi tanpa ada yang menyentuh?
"Tunggu," ucap gadis berambut merah kecokelatan mencoba untuk menghentikan kucing orange yang kabur.
Ophelia, akhirnya dia hanya melihat kucing itu melompat dari kamarnya yang berada di lantai tiga, sungguh aneh tapi nyata, "apakah itu tadi semacam sihir untuk membuka tanpa menyentuhnya?" bertanya dalam hati.
Gadis yang masih mengenakan gaun yang rumit kemudian berganti pakaian dengan menggunakan piama sederhana yang ia miliki, "aku lelah, masih ada banyak hal yang harus dilakukan besok, sebaiknya aku istirahat saja."
***
Di tempat lain,
Beberapa gumpalan awan memenuhi atmosfer langit di Hutan Meadow. Kucing orange yang tak lain adalah wujud dari Tuan Tristan Mort tengah menyusul sahabat yang meninggalkan dirinya sendirian saat berada di kamar Puteri Bungsu Duke Asclepias.
"Ku pikir kau tidak bisa naik ke atas tadi, bagaimana bisa kau sampai di sana dan meninggalkanku sendiri di kamar Puteri Bungsu Duke?" tegur pria dengan tinggi 175 cm yang baru saja merubah dirinya ke wujud manusianya.
"Ck, aku memutar jalan, dan mencoba untuk naik ke atas menggunakan pijakan yang dapat di lewati di sekitar sana. Jika aku harus menggunakan sihir akan terlalu mencolok---" belum selesai Serigala putih itu bicara sudah terpotong duluan oleh si Kucing Orange.
"Terlalu mencolok dan kita akan ketahuan benar begitu, kan? Apalagi jenis sihirmu itu cahayanya terlalu terang sampai menyilaukan mata yang melihatnya wkwkwk, tidak seperti punyaku yang senyap dan---" Pria ini sepertinya terlalu hiperaktif dalam bicara.
"Ya, itu memanglah benar. Kau ini pria atau wanita yang sedang kumpul acara minum teh?" ketus Loukas karena sudah lelah.
"Hei..." pria berambut Orange itu kemudian mendekat ke arah Loukas, "apakah kau mendapatkan gulungannya?" tiba-tiba bertanya.
"Tidak," singkat padat, dan jelas jawab pria berambut putih perak itu.
"Hah... Payah sekali, ku pikir kau mendapatkannya."
"Aku dapat."
Pria dengan tinggi 175cm itupun menyipitkan kedua matanya, sampai-sampai garis di ujung kelopak matanya itu terlihat jelas, "bagaimana jika kita bertarung sekarang?" tersenyum lebar.
"Maafkan aku, Pangeran Tristan, akan tetapi aku sedang malas sekarang," Loukas yang sudah memancing emosi itu langsung berjalan mendahului sahabatnya dengan raut wajah yang datar, "lagipula jika kita bertarung kau akan kalah lagi, jadi sebaiknya tidak usah," lanjutnya.
"Hei?!" berlari menyusul, "apa katamu tadi? Dasar kurang ajar."
***
Hari telah berganti, matahari yang terbenam sebelumnya kini telah memberikan sinarnya kembali kepada bumi. Daun-daun di Ibu Kota Oriana telah resmi berguguran, nampak ranting-ranting bercabang runcing itu seperti tidak lagi memiliki selimut untuk menutupi dirinya sendiri.
Tak ada setitikpun awan yang ada di langit biru, bersih, dan bersinar terang di tengah musim gugur yang cukup dingin. Gadis berumur 19 tahun baru saja membuka matanya untuk melihat dunia yang ia tinggali pada saat ini.
Hari ini gadis berumur 19 tahun, Puteri Bungsu dari Tuan Duke Asclepias akan ikut bersama dengan Kakak Pertamanya menuju ke kediaman Lady Ilona Josephine. Gadis itu berharap semoga tidak ada kejadian aneh yang menimpanya saat ke Mansion Count Marion nantinya.
"Ugh, sudah pagi," Ophelia, gadis dengan mata emerald itu memanggil pelayan untuk menyiapkan sarapan untuknya sebelum bersiap untuk pergi.
Dengan perasaan tenang gadis berumur 19 tahun ini melakukan persiapan, mulai dari mandi hingga berias. Setelah semuanya selesai barulah pelayan yang di mintai Ophelia untuk menyiapkan sarapan itu datang ke kamarnya, memang terdengar agak lama, namun itulah yang terjadi.
"Ini makananmu, Nona," meletakan meja kecil untuk Puteri Bungsu Duke.
"Terima kasih," balas Ophelia. Gadis ini bahkan tidak menanyakan alasan mengapa pelayan itu terlambat memberikan sarapannya.
Menu yang dijasikan hari ini adalah roti, susu dan juga sup. Ophelia sangat menikmati sarapannya dan tidak merasakan hal janggal apapun.
***
Tepat di ruang keluarga Duke, Kakak pertama Ophelia, Orion Victory telah siap mengenakan setelan jas dengan lencana di kanan kirinya, juga lambang keluarga Duke Asclepias terselip di sana. Gadis berambut merah kecokelatan sedang menuruni tangga untuk segera sampai di ruang keluarga.
Tatapan mata manik hijau emerald milik gadis berambut merah kecokelatan ini sangat intens pada Kakak Pertamanya, membuat pria berambut merah menyala itu merasa terganggu.
"Apakah ada yang aneh dengan Kakakmu ini sehingga kamu melihatku dengan tatapan seperti itu?" bertanya.
"Hehe, bukan seperti dugaanmu, Kakak. Kau terlihat rapi sekali hari ini, tidak seperti biasanya yang mengenakan pakaian seadanya saat mengunjungi kediaman Count Marion," jawab Ophelia, adik bungsunya itu.
Pria yang mengenakan setelan jas hitam sedikit tersenyum kecut, "memangnya kenapa jika Kakakmu berpakaian rapi? Lagipula aku membawamu agar kamu dapat berkenalan dengan Lady Ilona."
"Hehehe... Baiklah Kakak, aku mengerti... Jadi, kapan kita akan berangkat?"
"Sekarang juga."
***
Di hutan Meadow sekarang ini.
"Hei kau, Nenek Tua!" panggil seorang pria berambut orange yang baru saja berburu tikus di pemukiman kumuh Ibu Kota Oriana.
Melihat sinis, "apa katamu? Bicaramu selalu tidak sopan sekali padaku," jawab seorang wanita yang parasnya sangatlah cantik jelita kepada pria berambut orange tersebut, "jangan panggil aku Nenek Tua, dasar bodoh. Aku tidak tua, panggil dengan nama saja itu sudah cukup," lanjutnya.
"Tidak mau, kau ini wanita paruh baya yang menjadi cantik karena pengaruh dari sihirmu hihihi," balas pria itu dengan nada mengejeknya.
"Kau---"
"Sudahlah, Ibu," seorang lelaki yang di bajunya terselip sebilah pedang armor datang untuk menghentikan percakapan mereka, jika di teruskan ini akan semakin buruk.
"Ibu selalu cantik kapan pun, dan dimana pun," memberikan pujian dengan memeluk wanita itu dari belakang.
"Ck, Puteraku memang selalu manis seperti ini, ya?" wanita itu kemudian melirik pria berambut orange di depannya, "apa yang kau lakukan di sini? Jangan bawa-bawa bangkai tikus itu kemari apalagi dengan menggunakan mulutmu!"
"Apa...?! Ugh... Kau menyakiti hatiku... Lagipula aku kan hanya membunuhnya, tidak memakannya! Itu tidak sehat untukku, tahu?"
"Loukas, kenapa sahabatmu ini terlalu banyak gaya? Aku sangat frustasi mendengar dia terus saja berbicara!" wanita itu terlihat marah sekarang.
"Sudahlah, Nenek, tidak usah perdulikan dia, anggap saja Kucing Orange ini tidak ada."
Manik mata pria berambut orange yang tak lain adalah Pangeran Kucing, Tristan Mort itu mengecil mendengarkan ucapan Loukas, "apa? Kau juga, Loukas?! Ugh... Kalian ini benar-benar.... Menyakiti hatiku yang rapuh, ugh..."
"Haha, kau jago sekali membuat orang emosi, ya? Tuan Tristan Mort, tidak ada yang berubah darimu sejak terakhir kali kita bertemu," sahut lelaki berpedang armor menimpali perkataan lebay pria berambut orange ini.
"Hihi, kau juga, Tuan Jashon, Paman angkatnya Loukas... Kau juga tetap sama saja, senang bisa bertemu denganmu setelah sekian lama Tuan pergi dari Negeri Oriana ini."