Chereads / Lady's De Light / Chapter 21 - KE-KHAWATIRAN

Chapter 21 - KE-KHAWATIRAN

"Dia sangat dekil, juga tak terawat, dan ku lihat dia terus saja memandangi Nona dari luar, itu membuat diriku merasa khawatir, jadi aku mencoba untuk mengusirnya dari sini, akan tetapi terlalu sulit untuk di lakukan, dia terus saja berdiri di situ," ucap pelayan pribadi Orion, sekaligus kesatria wanita Keluarga Duke Asclepias.

"Aku akan membawanya pulang."

"A-apa katamu, Nona?" terkejut, "bagaimana jika Tuan Besar marah nanti?"

Gadis berambut merah kecokelatan itu tertawa, "apasih maksudmu... Audrey. Bukankah kau terlalu hiperbola?"

"Hiperbola? Apa itu, Nona?"

Gadis itupun menyentuh dagunya sendiri, "hum.... Itu adalah kata-kata yang di ucapkan jika seseorang terlalu melebih-lebihkan sesuatu, kurang lebihnya seperti itu, apa kau paham?"

"Ah... Jadi begitu, maaf, Nona. Aku baru pertama kali mendengarnya," membungkuk.

"Heish, angkat kepalamu. Tidak usah meminta maaf... Kau tidak bersalah," Ophelia Violetta menyentuh pundak pelayan pribadi Kakaknya, dan memintanya untuk kembali berdiri tegak.

"Lagipula itu salahku karena mengucapkan kata-kata yang belum kau mengerti," dalam hati.

Melirik, "jadi..." gadis yang berada di depan pintu café itupun menatap sesuatu yang ada di bawahnya, "let's go! Hahaha," mengambilnya, lalu gadis itupun pergi tanpa mengucapkan apapun.

"Nona!" teriak pelayan pribadi Tuan Muda Pertama Duke.

Sampai dikejauhan Ophelia mulai bicara karena dia tadi lupa mengatakan sesuatu pada Audrey, "kalau kau mau mengatakannya pada Kakak, katakan saja! Aku akan pergi duluan, tidak usah cemaskan aku."

"Astaga... Nona Ophelia, sejak kapan jadi aktif seperti itu?" geleng-geleng kepala, "padahal dia dulu bicara sedikit saja sulit sekali."

***

Ophelia memilih untuk berjalan kaki, padahal dia sedang mengenakan gaun berwarna biru, dan ungu yang cukup ribet jika digunakan untuk perjalanan yang cukup jauh jaraknya.

"Pilihan yang buruk, bukan begitu?" dia bicara pada sesuatu yang dia bawa bersamanya tadi.

Gadis berambut merah kecokelatan itupun mengeluarkan kembali kertas yang ia ambil dari perkemahan tambang.

Menghela napas, "aku sangat ingin segera membaca ini, kira-kira apa isinya?"

***

Selang beberapa menit Ophelia pulang, Tuan Muda Pertama Duke keluar dari café bersama dengan rekan kerjanya, Jacklandro Apallo. Lantas dirinya langsung menanyai Audrey, karena adik perempuannya itu tidak terlihat dimanapun.

"Sepertinya tadi Ophelia keluar karena bosan, kemana dia, kenapa tidak kelihatan?"

Menunduk, "Nona sudah pulang duluan, Tuan."

Kaget, "pulang?" kata-kata pria berambut merah menyala seperti api itupun disahut oleh rekan kerjanya, "bukankah kereta kuda miliknya tadi sudah pergi selepas tiba di café ini? Dia sudah meng-iya-kan akan pulang bersamamu bukan?"

"Kau benar, kenapa dia pulang lebih dulu?"

"Itu..." Audrey harus menjelaskan kenapa Ophelia pergi.

"Dia pulang dengan berjalan kaki, dan juga membawa seekor kucing liar?!"

"Iya, Tuan... Aku sudah melarangnya untuk mendekat namun, sepertinya perkataanku tidak di gubris Nona Ophelia..."

***

Ditengah-tengah gadis berambut merah kecokelatan itu berjalan, dari arah barat terlihat satu buah kereta kuda tiba-tiba memperlambat rodanya ke arah dia sedang berdiri, hal itu membuat Ophelia sedikit curiga, akan tetapi ternyata-

"A-ayah," gadis itu terkejut, sesuatu yang tak lain adalah kucing yang ia bawa tadi spontan melompat, dan lari begitu Tuan Duke Asclepias turun dari kereta kuda.

"Puteriku, kenapa berjalan sendiri, dimana pelayan pribadimu?!" marah.

Mata gadis itu terpejam, setelah Tuan Duke selesai bicara iapun segera menjawab, "Ayah, aku pergi menyusul Kakak Pertama--"

"Apa katamu?!"

"Astaga... Ini terlalu menyeramkan, bisa-bisa aku kena mental. Kenapa Ayah pemeran utama wanita marah? Sepertinya sedang ada masalah," dalam hati Violet berkata.

"Seorang Puteri Duke berjalan sendiri di jalanan Ibu Kota?! Bagaimana jika ada orang yang tidak suka keluarga kita datang untuk menculikmu?!" nada suaranya sangat tinggi, membuat gadis berambut panjang merah kecokelatan itu terdiam. Ophelia tak berani mengelurakan satu patah kata pun dari dalam mulutnya.

"Ayo kita pulang!" menyuruh Puterinya untuk segera masuk ke dalam kereta kuda, "kusir, batalkan pertemuanku hari ini dengan Madam Cartene."

"Baik, Tuan Duke," kusir itu langsung memutar balik arah kereta kuda menuju Mansion Duke Asclepias.

***

Ditengah perjalanan,

Gadis berambut merah kecokelatan itu baru sadar, kucing liar yang ia bawa sudah tidak ada ditangannya, "apakah dia kabur karena melihat Ayah tadi? Aku jadi tidak bisa membawanya pulang."

Suasana di dalam kereta kuda sangatlah hening, Ophelia sesaat berpikir untuk bicara pada Tuan Duke, akan tetapi hal itu selalu saja tak jadi ia lakukan, sampai Ayahnya itu buka suara.

"Ophelia," panggilnya lembut seperti merasa telah berbuat salah pada Puterinya itu.

Gadis berambut merah kecokelatan langsung membenarkan posisi duduknya, dan menjawab panggilan Ayahnya, "Ya, Ayah..."

"Kau benar-benar ingin membatalkan pertunanganmu dengan Putera Mahkota?" tiba-tiba.

Kedua kelopak mata gadis itu langsung terbuka lebar, pupilnya sedikit mengecil karena mendengar kata-kata Putera Mahkota di sebut oleh Ayahnya, "Ya, aku sangat ingin membatalkannya."

"Ini menjadi perbincangan para bangsawan dalam rapat kalangan atas di istana tanpa adanya Putera Mahkota yang menghadiri," ucapan ayahnya terdengar sedikit serius di telinga gadis berumur 19 tahun, dirinya hanya diam tak menjawab.

"Katanya kau punya alasan sendiri untuk membatalkan pertunangannya?"

"Aku punya, Ayah... Akan aku beri tahu setelah sampai di Mansion nanti. Aku berjanji."

***

Kasak kusuk, beribu-ribu orang datang ke pasar Dodes, tempat dimana semua emas di Oriana dibentuk menjadi koin, batangan, hingga perhiasan, dan lain sebagainya.

Putera Mahkota sendirilah yang memantau rakyatnya membuat emas menjadi sesuatu yang bernilai harganya. Ia berkeliling dengan kuda mengenakan jubah berseragam kerajaan dengan lambang matahari, dan dua pedang di saku kanan atas miliknya, ada banyak lencana yang ia kenakan saat itu.

Pria berambut hitam legam turun dari tunggangan kudanya itu, ia menghampiri seorang pekerja yang membentuk emas menjadi sebuah batangan yang berkilau.

"Salam kepada Matahari terbit Oriana, Yang Mulia Putera Mahkota," para pekerja di sana semuanya langsung tunduk sujud dihadapan pria berlencana itu.

"Berapa banyak yang sudah kalian kerjakan hari ini?" bertanya.

"Ada sekitar tiga ribu emas batangan yang sudah terbentuk, Yang Mulia."

"Tiga ribu katamu?" tatapannya tajam seperti akan meledak.

"B-benar, Yang Mulia," cemas.

Tatapan itu seketika pecah dengan senyuman yang menawan di mata para rakyatnya, "haha, itu kerja bagus. Lanjutkan pekerjaan kalian, upah yang kalian terima bisa di ambil besok... Datanglah ke istana jika kau mau."

"T-terima kasih! Yang Mulia. Kau memang pantas menjadi Putera Mahkota," semua orang di sana bergembira mendengar upah mereka akan segera turun besok, sorak sorai, pujian dan kata-kata "Hidup Putera Mahkota Oriana!" turut meramaikan suasana di pasar Dodes itu.

Akan tetapi kegembiraan yang barusan terjadi tak sempat dinikmati terlalu lama oleh pria berambut hitam legam disana, tangan kanannya, Rouvin, datang menghampirinya untuk mengucapkan informasi yang baru saja ia dapatkan.

"Yang Mulia, tersebar gosip bahwa Puteri Duke Asclepias ingin membatalkan pertunangannya denganmu," berbisik ke telinga Putera Mahkota.

Pria berambut hitam legam itu hanya tersenyum kecut, "berani-beraninya dia ingin membatalkan pertunangannya denganku?"

"Itu hanyalah gosip, Yang Mulia. Anda tidak perlu memikirkannya," ucap tangan kanan setianya untuk meredam suasana.

Putera Mahkota lantas menatap dirinya, "bagaimana jika dia sungguhan melakukan itu?"

"Bisa-bisa hilang koneksiku dengan Bangsawan tertinggi di negeri ini," dalam hati.