Chereads / Suamiku Sana Keluar Dari Ranjang! / Chapter 4 - Ambil Sendok untuk memberinya makan

Chapter 4 - Ambil Sendok untuk memberinya makan

Tapi tidak lama kemudian jari-jari Heri berhenti, dan dia berhenti mengangkat kerudung di wajah Gita.

Dia melihat ke arah gadis yang sudah tertidur di atas tempat tidur itu. Jika dia membuka matanya, Heri tahu dia akan melihat sepasang mata yang sangat indah, hitam bagaikan langit di malam hati, dan ketika dia menatapmu, dia akan mencakarmu seperti kucing yang manja.

Kombinasi antara kepolosan dan menawan yang sempurna.

Heri melihat tanda merah di lehernya. Kulitnya terlihat halus, dan meskipun dia hanya mencubitnya sebentar, sudah ada bekas merah yang ada di tempat dia mencubitnya.

Heri berbalik, kembali ke sofa, dan berbaring.

Gangguan tidurnya terasa semakin parah perlahan-lahan. Sepertinya jarum perak Gita tidak bisa mengobati kondisinya, tapi harus diakui bahwa keterampilan medisnya luar biasa. Barusan Heri benar-benar tertidur di pangkuannya.

Meskipun hanya untuk sekitar sepuluh menit.

Dia tidak tidur selama sepuluh menit dalam waktu yang lama.

Heri memandangi sosok Gita yang langsing di tempat tidur. Apa yang dia pikirkan? Mengapa tangannya begitu kecil dan begitu lembut?

...

Keesokan paginya.

Gita sedang duduk di ruang makan sambil minum teh dan sup merah yang diantarkan oleh pelayan, sementara Nyonya Hermin sedang mengobrol dengannya sambil tersenyum.

"Gita, aku suka begitu melihatmu. Mulai sekarang, jika Heri berani mengganggumu, kau harus memberi tahu nenek, dan nenek akan membantumu memukulinya ... Makan yang banyak, jangan sungkan. Bagaimanapun juga, aku ingin kau cepat melahirkan anak yang akan menjadi cicitku. Nenek ingin memegang Heri di satu tangan, dan Gita di tangan lainnya agar kalian cepat memberiku cicit... "

Hermin adalah seorang wanita tua yang sudah berambut abu-abu, tapi dia masih sangat energik, baik hati, dan ramah. Jika dia mengabaikan godaannya yang sedikit berlebihan, Gita sangat menyukainya.

Pada saat ini, mereka mendengar suara seorang pelayan yang menyapa Heri, "Tuan, selamat pagi."

Heri turun ke lantai bawah.

Gita mendongak dan menatapnya. Hari ini, Heri mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam. Pakaiannya terlihat sudah rapi seolah-olah baru saja disetrika tanpa kerutan. Dia berjalan di atas karpet merah dengan anggun.

Seorang pelayan yang lebih tua juga mengikuti sambil memegang hipa dengan plum darah di hipa.

Hermin tersenyum dan bersukacita saat melihat sosok Heri, "Hei, selamat. Semoga aku bisa mendapatkan pelukan awal dari cucu buyutku nanti."

"Kerja bagus, para pengurus rumah tangga. Kalian pantas mendapatkan hadiah!"

Hermin memberikan amplop merah pada pelayan-pelayan yang ada di dekatnya, yang menerimanya dengan sangat malu.

Sekilas Gita tahu bahwa Hermin mengira bahwa dia telah berhubungan seks dengan Heri tadi malam. Wanita pasti akan berdarah untuk pertama kalinya, tetapi mereka tidak melakukan apa-apa, jadi... dari mana darah plum itu berasal?

Kemudian Heri berhenti di sampingnya. Dia memasukkan tangannya ke saku celana, kemudian dia membungkuk ke arah Gita dan berbisik, "Anggap saja kita berpura-pura sudah melakukannya, jadi aku tidak akan mengganggumu. Ataukah kau masih... Benar-benar ingin melakukannya tanpa berpura-pura?"

Heri bertanya dengan terlalu lugas, dan Gita bahkan belum berbicara tentang hubungan mereka. Sekarang daun telinganya terasa panas setelah mendengar ucapan Heri.

Pada saat ini, mereka berdua terlihat sedikit romantis, dan saat Heri membungkuk dan berbisik kepada Gita, mereka berdua benar-benar terlihat sangat mirip dengan pasangan pengantin baru yang masih mabuk akan cinta.

Hermin segera menutup matanya dengan tangannya, "Aku tidak melihat apapun, aku tidak melihat apapun, jadi kalian bisa melanjutkannya."

Tapi mereka bisa melihat bahwa Hermin membuka jari-jarinya dan melihat mereka secara diam-diam.

Heri memandangi telinga Gita yang merah dengan tenang. Alisnya sedikit terangkat, dan dia memancarkan sedikit pesona jahat ala seorang pria dewasa, "Ulang tahunmu yang ke-20 belum tiba. Kamu berusia 19 tahun. Apakah kamu belum pernah memiliki hubungan dengan... Seorang laki-laki?"

Gita masih sangat muda, baru berusia 19 tahun.

Sedangkan Heri sudah berusia 27 tahun, seorang pria tampan dan dewasa pada usia yang luar biasa.

Heri terus menekan ke arahnya, dan mereka berdua semakin dekat. Gita hanya merasa bahwa nafas hangatnya menyembur ke wajahnya yang halus dan membuatnya ingin bersembunyi.

"Apakah kamu ingin memakannya?"

Gita berbalik dan mengulurkan sepotong roti langsung ke mulut Heri, mencoba untuk menutup mulutnya.

Pengurus rumah tangga di sampingnya langsung berteriak, "Nona, tolong cuci tanganmu terlebih dahulu! Tuan muda memiliki kecanduan kebersihan yang sangat serius!" Pengurus rumah tangga itu langsung pergi untuk mengambilkan baskom kecil berisi air.

Jari kurus Gita gemetar. Di saat dia baru saja ingin menurunkan rotinya dan mencuci tangannya terlebih dahulu, Heri mengerutkan alisnya yang tampan, dan langsung memakan sepotong roti di tangan Gita di depan semua orang.

Semua pelayan terkejut melihat pemandangan itu. Tuan muda?!, Ada apa ini sebenarnya?

Apakah Anda lupa kalau Anda biasanya disiplin masalah kebersihan?

Hermin mengangguk puas. Dia tahu bahwa firasatnya akurat ketika dia berumur lebih dari 70. Dia menyukai Gita ketika dia melihat Gita. Gadis ini dan cucunya sudah ditakdirkan.

"Wah, wah, kalian berdua terlihat sangat mesra sekali. Sepertinya cucu buyutku akan segera berada di perut Gita." Hermin terlihat sangat bahagia seperti anak kecil.

Pada saat ini, Heri duduk di sebelah Gita, dan dia memandangnya sambil menyipitkan mata, dan berkata dengan penuh perhatian, "Mengapa kamu tidak makan lagi? Makanlah, nanti akan dingin."

"…"

Gita tahu bahwa Heri tidak benar-benar ingin berkata begitu. Dia baru saja memberinya sepotong roti, dan sekarang dia ingin Gita juga memakan roti sepertinya.

Seolah-olah dia benar-benar bertingkah seperti suami yang peduli pada istrinya.

"Ya, Gita, kenapa kamu tidak makan lagi? Makanlah dengan cepat, dan aku akan memberimu makanan tambahan nanti." Kata Hermin.

Gita segera mengambil sendok dan melahap setengah mangkuk sup merah dan sepotong roti. "Tidak usah, aku sudah kenyang."

Melihat penampilan Gita yang manis dan menawan, Heri menjilat bibirnya. Sepertinya suasana hatinya sedang baik.

… Setelah sarapan, Hermin bertanya pada Gita, "Gita, apakah kamu akan keluar nanti?"

Gita mengangguk, "Ya, Nenek. Aku ingin kembali ke rumahku sebentar."

"Benar juga, kau akan kembali ke rumahmu.Heri, kembalilah dengan Gita dan bawakan hadiah. Kesopanan menantu ini tidak bisa hilang." Hermin segera berkata pada Heri.

Sebelum Gita bisa bereaksi, Heri sudah mengangguk dan berkata, "Oke, ayo kita pergi bersama."

Keduanya meninggalkan rumah keluarga Hidayat dan pergi ke halaman. Heri membuka pintu mobil penumpang.

"Masuk ke dalam mobil." Tapi Gita melambaikan tangannya dan menggeleng, "Sekarang nenek tidak bisa melihat kita lagi. Kamu urus urusanmu sendiri dan aku akan naik taksi dan kembali ke keluargaku."

Heri mengangkat alisnya, "Bukankah kau berkata bahwa kamu ingin berakting denganku di depan nenek? Cepat masuk mobil, jangan biarkan aku mengatakan yang ketiga kalinya."

Pria ini benar-benar mendominasi dan tidak bisa diajak kompromi.

Tapi hati Gita melonjak, karena dia setuju dengan perjanjian damai yang dia katakan tadi malam!

Gita pun langsung masuk ke dalam mobil mewah itu dengan patuh.

Mobil mewah itu melaju kencang di jalan, dan tak satu pun dari mereka berbicara lagi. Untuk menghindari rasa malu, Gita hanya memalingkan wajah kecilnya ke luar jendela.

Bayangan Heri terpantul di jendela mobil yang terang. Pria itu sedang mengemudi dengan saksama. Kedua tangannya memegang setir dengan tenang, dan mereka berbelok dan berpindah jalur untuk mempercepat perjalanan.

Gita melihat arloji berharga yang dikenakan di pergelangan tangan kokoh pria itu. Sepertinya itu adalah arloji dengan harga puluhan juta yang sering dia lihat di majalah.

Gita tidak tahu siapa dia sebenarnya. Dia hanya tahu bahwa mereka berdua telah mencapai kesepakatan damai sekarang, yang membuatnya lebih nyaman untuk bertindak dalam keluarga Ginanjar.

Gita menatap pemandangan yang berlalu-lalang di luar jendela.

...

Setengah jam kemudian, mobil mewah itu berhenti di depan rumah keluarga Ginanjar, dan Gita menunduk untuk melepas sabuk pengaman di tubuhnya.

Namun, dia tidak bisa melepasnya.

"Biarkan aku yang melepasnya." Heri memiringkan tubuh panjangnya dalam sekejap.

Gita meminta Heri untuk membantu melepaskannya.

Faktanya, Heri mencium aroma tubuh Gita tadi malam Dan sekarang saat mereka berdua bersandar seperti ini, aroma menyenangkan yang sama dari tubuh gadis itu tercium oleh hidungnya.