Chereads / ATMA-TRUTH OF SOUL / Chapter 39 - Suara Kematian

Chapter 39 - Suara Kematian

Pasukan Penyergap

"Ehem… karena kalian semua sudah berkumpul… aku akan segera memulai latihan hari ini… tapi sebelum itu… kalian harus melihat nama kalian di papan pengumuman… di sana aku sudah membagi kelompok pasukan menjadi 4 grup…"

Seluruh anggota pasukan sukarelawan menoleh ke arah papan pengumuman yang ada sisi barat area latihan.

"Setelah mengetahui nomor grup kalian... berbarislah sesuai nomor grup yang ada di lapangan…."

Hasil dari pembagian kelompok etranger sukarelawan membuat tiap kelompok berisikan 10 orang etranger. Masing-masing grup terdiri dari 10 orang dan 2 diantaranya adalah ketua dan wakil ketua grup.

"Untuk para ketua dan wakil maju ke barisan paling depan…!"

Nia memimpin komando dan membuat seluruh ketua dan wakil ketua dalam kelompok maju ke barisan depan.

"Mereka adalah orang-orang yang aku pilih berdasarkan kemampuannya… jika ada yang ingin protes silahkan angkat tangan kalian…!"

Lalu seorang pria di barisan grup rigma mengangkat tangannya, ia terlihat sombong dengan armor lengkap di tubuhnya.

"Aku Agnian Putrama protes… aku adalah etranger kelas 2… tapi kenapa yang terpilih menjadi ketua malah etranger kelas 3…?"

"Hooo bagus… akan ada demonstrasi yang menarik… kau boleh maju dan memastikan sendiri kemampuan ketua kelompokmu…!"

'Uwaaa… wanita bernama nia ini ternyata menyebalkan juga… wanita itu malah melempar tanggung jawabnya pada orang-orang yang ia pilih sendiri…'

Rigma melihat nia dengan tatapan kecewa dan wajah yang sedikit pucat. Sementara pria bernama agnian sangat bersemangat sampai melompat ke tempat rigma.

"Aku boleh menggunakan seluruh kekuatanku untuk menguji kelayakannya bukan…?"

"Tepat… tapi kalau kau kalah… jatah makan siangmu akan hilang…"

"Tidak masalah…! Sebab aku tidak mungkin kalah melawannya jika menggunakan kekuatan penuh…"

"Kalau begitu siapapun yang pingsan atau menyerah akan kalah… tidak ada aturan khusus lain… kalian bebas menggunakan segala cara…! Sekarang… pertandingan… dimulai…!!"

*tuing…*

Ketika pertandingan baru dimulai, agnian tiba-tiba merasa tubuhnya terangkat dan melayang. Syna sangat kaget ketika melihat rigma menggunakan kekuatan barunya, [Gravitasi].

"Eh ini kenapa…!? Aku melayang…!? Dan kenapa aku sulit bergerak…?"

[Gravitasi]

"Kau tidak akan bisa bergerak bebas ketika tubuhmu berada di gravitasi nol…. Sekuat apapun dirimu… selama kau tidak memiliki pijakan… kau tidak akan bisa bergerak bebas..."

Rigma menatap agnian dengan tatapan yang penuh dengan aura membunuh. Agnian pun sekarang paham kenapa rigma bisa mendapatkan posisi ketua grup.

"Sialan…!!"

*wush…*

Saat rigma mendekat dengan kecepatan tinggi, agnian hanya bisa menggeliat seperti cacing di udara.

"Sekakmat bro…"

*BAM... DOOM...*

Agnian terpental dengan keras hingga membentur dinding batu 6 lapis pembatas area latihan.

"Pemenangnya adalah rigma…! Ketua dari grup 4…!"

'Ini membosankan…'

'Hebat juga kau bocah… aku tak mengira sihir yang kugunakan untuk melawan dini dapat kau pakai secepat ini…'

'Aku hanya berpikir konsep sihir yang kau gunakan… secara tidak langsung seharusnya aku juga bisa menggunakannya sebagai wadah penampung jiwamu…'

'Hahaha… jadi karena itu… lumayan lumayan…'

Rigma memang menang, namun ia tetap merasa misinya kali ini hambar dan tidak memiliki tantangan. Apalagi ia merasa jauh lebih kuat dari sebelumnya akibat pemulihan kekuatan tiga jiwa pengelana di tubuhnya hampir selesai.

"Apa ada lagi yang mau protes soal pemilihan ketua grup kalian…?"

Tidak ada lagi etranger yang berani angkat tangan setelah melihat kekalahan agnian yang memalukan sebagai etranger kelas 2.

"Kalau tidak ada kita akan akhi-..."

*TEETTTTT…. TETTTT...!*

Suara alarm markas berbunyi dengan sangat keras ketika sesi latihan akan diakhiri oleh nia. Bunyi alarm tersebut tidak lain untuk menandakan adanya serangan dari kelompok teroris.

"PERINGATAN DARURAT…! PERINGATAN DARURAT…! KITA MENDAPAT SERANGAN DARI GERBANG UTARA…! JUMLAH MUSUH SEKITAR 100 ORANG…!"

"SEMUANYA BERSIAP…! IKUTI AKU DAN DENGARKAN…! GRUP 1 DAN 2 IKUT DENGANKU UNTUK MELAWAN MUSUH DARI DEPAN…! LALU GRUP 3 DAN 4 AMBIL JALUR MEMUTAR DEKAT ALIRAN SUNGAI UNTUK MENGEPUNG MUSUH…!"

Setelah mendengar peringatan darurat sikap nia langsung berubah, ia mencoba menyiapkan pasukan yang baru membentuk kelompok. Semua orang dengan kompak mengikuti arahan nia dan membagi pasukan menjadi 2 bagian.

'Ini baru mulai seru…! Aku harap musuhnya tidak lemah…'

Rigma sangat berharap musuhnya dapat mengurangi rasa bosannya yang telah menumpuk akibat pertarungan sebelumnya. Rigma tidak menyadari di kelompok 3 ada resta yang masih menyimpan rasa kesal dan mencurigai rigma. Ia mencurigai rigma sebagai orang yang memberikan tanda kecupan pada leher asrea.

"Aku sangat yakin dia orang yang memberikan tanda menjijikan itu… walaupun bukan… aku akan tetap menjebak mereka berdua…"

Resta bergumam dengan suara yang sangat pelan ketika dalam perjalanan menuju area pertempuran.

Hantu Kecil

*slash… crat..*

"Sudah 5 monster dimensi yang aku buru malam ini… harusnya ini cukup…"

Dini duduk di atas mayat monster dimensi raksasa yang berhasil ia bunuh untuk mengumpulkan material.

*bep… bep…*

"Masih ada retakan dimensi yang akan muncul di dekat sini ya… area pedesaan memang beda ya… hmmm… ini jumlah energi yang cukup besar…"

Akhirnya dini memutuskan untuk mengecek sumber energi jiwa yang muncul di radarnya. Ia sedikit khawatir melihat angka energi jiwa yang muncul di radar. Ditambah area pedesaan biasanya sangat rawan dan tidak akan mendapatkan penanganan dengan cepat.

"Jadi disini… energi jiwa ini diperkirakan milik monster jiwa rank S+... aku belum pernah melawan yang sekuat ini sebelumnya… jadi mungkin ini akan jadi pengalaman yang bagus…"

Sumber energi jiwa yang terdeteksi berasal dari area persawahan milik warga desa. Saat retakan mulai muncul dini melihat sekelompok orang muncul dengan jubah corak merah putih. Orang-orang yang terlihat begitu mencolok di malam hari itu perlahan mendekati retakan dimensi.

"Siapa mereka…?"

Dini memiringkan kepalanya sambil menatap kelompok aneh di depannya dengan mata penuh kebencian. Dini menganggap mereka terlihat menyebalkan dan mengganggu tugasnya untuk mengumpulkan material.

"Sebaiknya aku bunuh saja semuanya…"

Sebuah sabit raksasa pun keluar dari tangan kanan dini yang sedang berdiri di atas atap rumah warga.

"Akhirnya kita menemukan retakan dimensi juga…"

"Yah mau bagaimana lagi… hantu kecil selalu mendahului kita dalam mencari retakan dimensi…"

"Ketua kita harus menghabisi monster dimensinya sebelum setan kecil itu datang ke sini…"

"Itu memang rencanaku sejak awal… aku tidak berniat untuk kalah dari hantu kecil yang terus mencuri retakan dimensi di sekitar area purwakarta…"

Kelompok berjubah merah putih pun selesai mengepung retakan dimensi yang baru terbuka sedikit. Biasanya butuh waktu 10 menit sampai retakan dimensi terbuka sempurna, namun ada beberapa kasus yang retakannya langsung terbuka lebar. Semuanya tergantung pada energi jiwa dari retakan dimensi itu sendiri.

"Hooo… jadi kalian kelompok yang sering mengganggu tugasku…"

"...!!"

Orang-orang berjubah merah putih terkejut melihat dini yang tiba-tiba sudah berdiri di dekat retakan dimensi.

"Ha-hantu kecil…!?"

"Hoo, jadi itu julukan yang diberikan orang-orang kepadaku ya…"

"JANGAN GENTAR…!! DIA HANYA SENDIRI…!"

Pimpinan kelompok berjubah merah putih pun berusaha untuk menguatkan mental anggotanya. Perlahan anggotanya mulai menarik nafas untuk menenangkan diri dan tangan mereka pun berhenti bergetar.

"Lumayan… padahal kalian merasakan energi jiwa bercampur hawa membunuhku… tapi masih bisa setenang ini…"

Pancaran energi jiwa milik dini sendiri sudah setara dengan tingkat spesial yang memiliki dua jiwa pengelana.

*crack…*

Dini terkejut ketika mendengar suara retakan di belakangnya bercampur dengan hawa dingin yang membuatnya merinding. Para anggota kelompok berjubah merah putih pun ikut panik ketika melihat sosok yang membuka paksa retakan dimensi. Monster dimensi dengan kulit hitam yang terlihat sangat keras muncul. Empat tangan dan 2 kaki menghiasi tubuhnya dengan 4 sayap seperti sayap capung.

"Ti-tipe… serangga…!"

"Cih ini memang tipe yang menyulitkan… ditambah energi jiwanya sangat pekat…"

Dini berharap bisa membantai orang-orang berjubah merah putih tanpa halangan, namun tipe serangga adalah tipe monster dimensi yang menyulitkan. Monster tipe serangga sangat sulit dilawan hanya dengan menggunakan kekuatan. Sebab kecepatan mereka berbeda dari monster tipe lainnya dan kebanyakan dari mereka bisa terbang.

"O… oi… hantu kecil…"

"Apa…?"

Dini menatap pimpinan grup merah putih dengan tatapan dingin ketika mencoba mengajaknya bicara.

"Bagaimana kalau kita gencatan senjata dulu… tipe serangga sangat sulit dilawan… apalagi yang ini sangat kuat…atau kita bisa bekerja sama…?"

"Tidak terima kasih… kalian bisa menghadapinya duluan…"

"Kalau begitu kami akan sangat berterima kasih…"

Dini pun melompat ke tepi jalan yang paling dekat dengan lokasi retakan dimensi untuk mengawasi.

'Mereka bodoh…'

Senyuman dengan penuh kepercayaan diri muncul diwajah dini dan membuatnya terlihat seperti hantu yang menyeramkan.

"Semuanya, kita harus bersiap menghancurkan sayapnya terlebih dulu… saat ia berhasil membuka retakan dimensi sepenuhnya… incar bagian sayapnya dengan seluruh kekuatan kalian…"

"Siap…!"

Retakan dimensi semakin melebar akibat pembukaan paksa oleh sang monster dimensi dan akhirnya terbuka sempurna dalam 1 menit.

"SERANG…!"

[Api Biru] [Pedang Kilat] [Panah Surga] [Lima Bola Api Jiwa] [Pedang Angin] [Burung Petir]

Semua petarung yang memiliki serangan jarak jauh langsung menyerang sayap monster dimensi secara bersamaan. Mereka langsung menyerang ketika monster dimensi baru keluar dari retakan dimensi.

"GRAAAAA….!"

"TANKER TAHAN PERGERAKANNYA…!"

[Kulit Besi] [Sisik Baja] [Armor Batu] [Kulit Perak]

Empat orang dengan kemampuan pertahanan terkuat dalam kelompok menghentikan gerakan 4 tangan sang monster dimensi.

"SEKARANG SERANG TANGANNYA SAMPAI PUTUS…!"

Secara bersamaan 6 orang penyerang jarak dekat mencoba menyerang 4 tangan monster dimensi. Namun momentum mereka dalam sekejap hancur ketika sebuah sabit hitam menyerang.

*slash… tang...*

Tubuh 5 orang penyerang jarak dekat terbelah menjadi dua bagian dan hanya sang ketua yang berhasil menahan serangan sabit hitam. Tapi sabit hitam juga berhasil membuat luka pada wajah sang ketua dan membuatnya terpental.

"Urghh…! HANTU KECIL…!!"

"Maaf aku tidak pernah bilang akan menyerahkan monster ini pada kalian…"

"UNIT SIHIR SERANG…!"

*jleb…*

Sesaat setelah ketua grup berjubah merah putih memerintahkan anggota untuk menyerang, terdengar suara tusukan.

"Ke-ketua… maafkan kami… urgh... "

Perlahan sinar rembulan menyinari area sekitar retakan dimensi, sang ketua melihat pasak hitam menembus dada 6 orang penyerang yang tersisa.

"KETUA…! Kami tidak sanggup lagi…!"

*bushhh... *

"Uwaaa…! "

Para anggota yang menahan gerakan monster dimensi akhirnya terpental dan formasi mereka pun hancur.

"GRAAAAA….!!!"

"Berisik..."

*jleb jleb jleb …*

Tiga pasak hitam ukuran besar langsung menembus tubuh monster dimensi yang baru lepas dari kekangan 4 orang.

"Ma...mati dalam sekejap…! Jadi ini kekuatan hantu kecil… tapi…!"

"Hmmm…. Masih mencoba melawan ya… matilah…"

"AKU SANG PENDEKAR 100 PEDANG…!! TIDAK AKAN MATI HARI INI…!"

Dini terkejut ketika melihat banyak pedang muncul di sekitar pimpinan kelompok berjubah merah putih.

"Mari kita lihat pedang siapa yang lebih kuat…"

"A-apa…!? mustahil..."

Suara keputusasaan terdengar dari lawan dini ketika melihat dini mengeluarkan banyak pedang hitam. Pertarungan panjang pun dimulai antara dini dengan pimpinan kelompok berjubah merah putih. Namun pertarungan tersebut berakhir tragis untuk pimpinan kelompok berjubah karena dini jauh lebih unggul.

"Cih lemah… setelah kehilangan tangan kirimu… kau langsung tumbang… menyedihkan… anggap ini belas kasihan dariku… dan jika kau bertemu lagi denganku… akan kupastikan kau merasakan kematian yang sebenarnya…"

Dini pun pergi meninggalkan mayat-mayat kelompok berjubah merah putih di tengah sawah. Satu orang yang selamat dari grup pertahanan pun bangkit ketika dini sudah pergi. Ia membantu ketuanya yang masih bernafas pergi dari lokasi pembantaian kelompoknya.

Bersambung.