Chereads / ATMA-TRUTH OF SOUL / Chapter 40 - Pengkhianatan

Chapter 40 - Pengkhianatan

Kemampuan Aneh

Pasukan utama sudah berhadapan dengan para teroris yang menyerang markas militer sekaligus markas pasukan sukarelawan. Dentuman keras akibat pertarungan antar etranger mulai terdengar oleh pasukan bantuan.

"Kita semua harus bersiap untuk kemungkinan terburuk…!"

"Yaa..!"

Grup 3 memimpin jalan sambil memberikan arahan pada pasukan cadangan agar tidak gentar. Saat telah mencapai posisi, ketua grup 3 langsung memberikan laporan pada nia sebagai komandan pasukan sukarelawan.

"Bagus sekarang maju dan kepung musuh kita… aku akan segera menghadapi ketuanya…"

"Seperti biasa… etranger yang menjadi anjing pemerintah memang sangat licik… aku tidak menyangka kau menyiapkan pasukan lain untuk mengepung kami…"

"Hahaha… ini yang dinamakan strategi… sepertinya jumlah rambut di kepalamu menentukan kecerdasan yang kau miliki…"

"Wanita jalang…! Beraninya kau menghinaku… aku Jiandi Adipati akan memastikan kematianmu…!"

Pimpinan pasukan musuh Jiandi Adipati adalah sosok pria kuat dengan kepala botak polos dan tubuh kekar. Ia juga pria yang sangat sensitif bila ada yang membahas kepala botak atau rambut di dekatnya.

"Cobalah sendiri bila kau memang mampu pria botak…!"

Nia sudah memasang kuda-kuda dengan dua pedang kecil di kedua tangannya, ia adalah pengguna pedang ganda.

"Kau yang minta gadis kecil…!"

[Perwujudan Jiwa : Naga Hitam]

"Hah…!? Ini benar-benar gila… dia menggunakan perwujudan jiwa di awal pertarungan…"

Tubuh jiandi benar-benar berubah, kulitnya dilapisi oleh sisik hitam dan sebuah sayap tumbuh di punggungnya. Wajahnya juga terlihat seperti monster dengan gigi taring yang tajam juga ekor panjang di bokongnya.

"Matilah…!"

*wush…*

'cepat…!'

Jiandi melesat ke arah nia dan berniat untuk mencabik kepalanya, nia berhasil menghindar di saat-saat terakhir. Nia mencoba sebisa mungkin untuk tidak terlihat kaget karena kecepatan jiandi. Ia tidak mau jiandi semakin besar kepala ketika tahu kalau lawannya terkejut dengan peningkatan kekuatannya.

"Lumayan… aku tidak menyangka ada orang yang bisa menghindari seranganku… padahal aku berniat mengakhiri pertarungan ini dengan separuh kekuatanku saja…"

"Sombong… sekarang giliranku…!"

[Perwujudan Jiwa : Valkyrie]

Sebuah sayap putih membentang dibarengi dengan armor cahaya yang menyelimuti tubuh nia. Dua pedang di tangannya ikut berubah bentuk dan terlihat jauh lebih tajam dari sebelumnya.

"Hahaha… sekarang kita bisa lihat siapa yang lebih kuat…! Valkyrie atau Naga Hitam…!"

Pertempuran area tengah pun semakin sengit, sementara rigma dan grup 4 terus mengikis jumlah musuh.

"Ini membosankan…"

Rigma menggunakan pedang senja seperti mainan dan memenggal kepala para teroris satu persatu. Resta dari kejauhan terlihat tidak senang melihat rigma yang hanya berdiri di tempat dan membiarkan pedangnya mengurus pertarungan.

"Dasar anak sombong… kau akan mati…!"

Tubuh resta perlahan lenyap bagai debu yang ditiup angin, hawa kehadirannya juga benar-benar menghilang.

'Untuk mendapatkan bibit hydra hanya bisa didapatkan dengan 2 cara, mendapat pengakuan dari hydra atau membunuh wadah yang diakui oleh hydra… kalau aku tidak bisa mendapatkan pengakuan dari hydra… tentu membunuhnya adalah satu-satunya cara… awalnya aku ingin membuatnya seolah seperti insiden tapi… sekarang menjadi penjahat juga tidak masalah...'

Perlahan kumpulan debu kembali membentuk wujud resta seperti sedia kala, ia sudah memasang kuda-kuda untuk menyerang asrea. Asrea yang sedang sibuk menghabisi musuh di sekitarnya tidak memperhatikan keberadaan resta.

"Matilah…!"

"Eh…?"

*jleb…*

Dua pisau besar yang digunakan resta berhasil menembus perut asrea dengan mudah. Darah asrea pun keluar dari mulut dan perutnya ketika serangan resta berhasil.

"Kak… resta… ke… kenapa…?"

"Maaf tapi aku tahu rahasia jiwa pengelana yang kau miliki…"

"Jadi karena bibit hydra ya…."

Rigma membuka lebar kedua matanya ketika melihat resta menusuk asrea dari belakang dengan dua pisau belati. Aura jiwa rigma meluap bagai kobaran api hijau yang sangat besar di tengah arena peperangan.

"RESTA…!!"

Rigma melesat ke arah resta dengan aura membunuh yang sangat kuat, pedang senja juga melesat ke arah resta. saat pedang senja menebas kepala resta, potongan kepala resta berubah menjadi abu. Senyuman lebar pun muncul dari bagian tubuh resta yang tersisa dan ia pun menoleh ke arah rigma.

"Hihihihi… sayang sekali bocah… seranganmu tidak akan bisa menggoresku…"

Setelah menertawai rigma tubuhnya berhamburan seperti debu yang tertiup angin. Kemudian debu-debu itu pun berkumpul di belakang rigma. Saat menoleh rigma melihat resta yang sudah siap melancarkan serangan dari belakang.

'Cepat… tapi…'

*tang…*

"....!?"

Resta terkejut ketika pisau belatinya memantul saat hendak menusuk punggung rigma. Rigma sudah melapisi tubuhnya dengan sisik naga milik aruna sebelumnya.

'Kau memberikan sisikmu…?'

'Ya mau bagaimana lagi… dia yang memintanya…'

'Haaaa… padahal aku pikir akan menyenangkan bila ia memohon bantuan saat terluka…'

Syna sedikit kecewa ketika melihat sisik naga terkuat melindungi tubuh rigma tanpa sepengetahuannya.

"Bagaimana…!? Pisau belati ini terbuat dari taring monster dimensi rank S lho…!"

"Heran ya…?"

*slash slash slash slash…*

Rigma tersenyum jahat ketika melihat resta yang kebingungan sambil menebasnya dengan pedang senja berkali-kali.

"Hahaha… sayangnya kau juga tidak bisa melukaiku…"

Garis tebasan pedang rigma berubah menjadi kumpulan debu, kemudian debu-debu itu menyatu kembali. Resta benar-benar seperti makhluk abadi yang tidak bisa terluka meski diserang berkali-kali.

"Sialan…. Sepertinya aku tidak bisa melawanmu dengan cara biasa…"

'1 menit… tidak boleh lebih dari itu…'

'Ya tenang saja… semua akan selesai dalam 30 detik...'

Aruna langsung memberikan peringatan pada rigma ketika melihatnya menggunakan mata naga. Mata naga membuat rigma berhasil melihat sebuah lingkaran sihir pada inti jiwa resta seperti sebuah pelindung. Ada juga tali hijau yang menghubungkan inti jiwa resta dengan tubuh fisiknya.

'Dugaanku benar… dia bukannya tidak bisa diserang… hanya saja inti jiwanya dapat dengan mudah bergerak di luar tubuhnya… tapi aku hanya memiliki satu kesempatan untuk menyerang...'

Asrea yang sedang sekarat melihat pertarungan sengit antara resta dengan rigma dengan tatapan sayu.

'Sudah rigma… tidak perlu segitunya bertarung demi diriku… aku hanya wanita lemah yang bahkan tidak bisa melindungi diriku sendiri…'

Asrea mencoba berbicara, namun lukanya sudah terlalu parah karena kehilangan banyak darah. Tiba-tiba di alam bawah sadar asrea muncul sosok wanita dengan penampilan seperti seorang penyihir.

"Halo… aku yakin ini pertama kalinya kita bicara seperti ini…"

"Eh…? Kamu siapa…? Ini dimana,...?"

Asrea terkejut melihat sekelilingnya yang hanya penuh dengan cahaya biru seperti air dan seorang wanita asing di depannya.

"Namaku adalah Riasto Aqustian Van Bianto…. Penyihir air yang selama ini menjadi jiwa pengelana turun temurun di keluargamu..."

"Namanya kepanjangan… akan ku singkat jadi rias saja…"

"Hahaha… kalian memang seperti ibu dan anak… sifat kalian mirip sekali…"

"Kau kenal ibuku…?"

"Iya… karena aku pernah menjadi jiwa pengelana pendamping ibumu…"

Rias menceritakan masa lalunya yang pernah menjadi jiwa pengelana dari ibu kandung asrea. Namun sebuah kecelakaan saat melakukan penaklukan monster dimensi membuat dirinya harus dipindahkan ke sang ayah. Tapi ayah asrea juga tidak bisa bertahan menghadapi kekuatan jiwa milik penyihir air. Sebab penyihir air memiliki kekuatan jiwa dan bibit hydra bersamanya. Itu sebabnya asrea langsung menjadi etranger ketika ulang tahunnya yang ke 19 dan menjadi tulang punggung keluarga.

"Jadi begitu… alasan ayah menyerahkan jiwa pengelana miliknya… karena tubuhnya tidak sanggup menahan kekuatan jiwa penyihir air…"

"Benar… aku sudah 6 kali diwariskan di dalam keluargamu… kau adalah wadahku yang ke 7… atau lebih tepatnya aku bisa bilang sudah 6 jiwa yang diserap oleh bibit hydra…"

"Jangan bilang alasan ayah dan ibuku meninggal…"

Asrea sangat terkejut mendengar penjelasan penyihir air soal bibit hydra yang ia miliki. Sebuah bibit tentunya butuh nutrisi untuk tumbuh dan berkembang hingga menjadi tanaman dewasa.

"Benar… bibit hydra akan menelan jiwa mereka tepat ketika diriku diwariskan ke wadah baru… "

*bam…*

Tanpa peringatan asrea langsung memukul wajah sang penyihir air sekuat tenaga hingga membuat gelombang angin. Kepala sang penyihir air hancur dan berubah menjadi air yang berhamburan ,ke berbagai arah. Setelah asrea melampiaskan amarahnya perlahan ceceran air di sekitar ruangan cahaya itu pun bersatu kembali.

"Sudah puas…? Maaf… tapi semua orang yang diwariskan bibit hydra dan diriku tahu semua resikonya menjadi wadah kami… hanya kau wadah yang belum tahu apa-apa soal kami karena kamu adalah wadah yang disiapkan secara tergesa-gesa…"

"Sial… jadi memukul wajahmu pun tidak membuatku lega… jadi… selanjutnya apa yang ingin kau lakukan…? Aku sudah sekarat… bibit hydra akan jatuh ke tangan orang lain…"

"Kalau soal itu… aku sudah memikirkan solusinya… dengan ini aku juga akan menebus dosaku kepada para pendahulumu..."

Sang penyihir air menjawab pertanyaan asrea dengan senyuman sambil menatap ke langit. Asrea sendiri tidak begitu mengerti soal apa yang ada dipikiran sang penyihir air. Namun ia tahu kalau cara untuk mengakhiri semua kekacauan yang telah terjadi bukanlah sesuatu yang mudah.

"Kalau kamu mau mengikuti caraku… aku berjanji akan mengakhiri semua kekacauan ini bahkan jika harus mengorbankan keberadaanku…"

"Kalau aku bisa membantu rigma dengan tubuh sekarang dan nyawa yang tidak berarti ini… aku akan melakukan apapun…!"

"Jawaban yang bagus… seorang gadis yang sedang jatuh cinta memang beda…"

Wajah asrea berubah menjadi merah merona akibat perkataan sang penyihir air. Lalu sebuah lingkaran sihir besar di bawah kaki asrea pun mulai memancarkan sinar kebiruan.

"Mari kita mulai ritualnya…"

Bersambung...