Kegelapan Murni
Rigma perlahan membuka kedua matanya ketika merasakan cahaya yang menyilaukan telah hilang.
"Ini dimana…? Aku tidak bisa melihat sama sekali… syna bisa kau jelaskan padaku…?"
'...'
Rigma bertanya pada syna, namun syna tidak menjawab seperti biasanya. Bahkan rigma pun tidak bisa merasakan kehadiran jiwa di dalam tubuhnya.
"Apa maksudnya semua ini…? Syna… wimala… aruna… jawablah kalau kalian mendengar perkataanku…!!"
Tidak ada satupun yang menjawab perkataan rigma meski ia berteriak dengan sangat keras. Seolah suaranya ikut tertelan dalam kegelapan yang menghalangi pandangannya. Kemudian rigma tiba-tiba mengingat kemampuan mata naga yang bisa melihat area yang ditutupi sihir.
[Mata Naga]
Perlahan kegelapan yang menghalangi penglihatan rigma mulai memudar dan sebuah lorong pun terlihat.
"Akhirnya terlihat… tapi aku tidak bisa menahan mata ini terlalu lama… harus ada jeda dalam penggunaannya…"
Rigma mulai berjalan melalui lorong sambil memperhatikan area sekitarnya yang terlihat seperti penjara. Aura tempatnya berjalan sekarang terasa sangat pekat dan membuatnya kesulitan untuk bernafas.
"...!"
*sling…*
Tiba-tiba ada sebuah pedang yang terbang ke arah rigma, berkat [Mata Naga] rigma berhasil menghindar tepat waktu.
"Apa-apaan pedang aneh ini… tebasannya yang barusan mengincar tepat di leherku…"
Rigma memasang kewaspadaan pada pedang yang masih melayang di depannya sambil memasang kuda-kuda.
'Hmmm…? Ada sesuatu yang memegang pedangnya…'
Samar-samar rigma bisa melihat bayangan dari sosok yang menggerakan pedang di depannya. Sosoknya terlihat seperti asap tipis berbentuk manusia dan terbang menggunakan energi jiwa.
'Aku tidak pernah tahu energi jiwa bisa digunakan untuk telekinesis ke tubuh sendiri… ini bisa jadi latihan yang bagus… tapi masalahnya… cuma batas waktu yang aku miliki… sial… kalau pilihannya sudah habis… langsung kekuatan penuh saja...'
[Tato Sakral] [Kekuatan Naga : 30%] [Transformasi Ratu Succubus : Tahap Pertama]
Ketika rigma sibuk dengan musuh barunya di tempat misterius, seisi rumahnya dilanda kepanikan. Dini dan asrea sama-sama bingung karena rigma tiba-tiba menghilang tanpa jejak sedikitpun.
"Bagaimana ini dini…?"
"Saya juga bingung kalau ditanya seperti itu nona asrea…"
"diantara material yang dikelola oleh rigma… hanya rubik ini saja yang terlihat sudah selesai… kemungkinan ia terhisap ke dalamnya sangat tinggi… tapi masih banyak kemungkinan lain… untuk sementara kita harus menyegel ruangan ini agar tidak ada orang lain yang masuk ke sini..."
"Saya setuju…"
"Kalau begitu serahkan padaku… wahai air yang menjadi bagian dari diriku… lindungilah tempat ini dan jangan biarkan siapapun masuk kecuali kami yang berada di dalamnya…"
[Segel Air Segitiga]
Seluruh ruangan tempat rigma bereksperimen sebelumnya pun tertutup lapisan air berbentuk segitiga.
"Dengan begini paling tidak ruangannya akan aman… bahkan jiwa gedung ini hancur… ruangan ini akan tetap utuh…"
"Hebat... Saya tidak begitu pandai soal energi jiwa atau sihir… jadi untuk melakukan yang seperti ini sangat mustahil bagiku…"
"Ya semua orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing… kau mungkin tidak pandai soal sihir atau pengendalian energi jiwa… tapi… dalam hal pertarungan jarak dekat dan skill penggunaan senjata… kau jauh lebih ahli dariku…"
Asrea sangat tahu kalau kemampuan dini sebenarnya jauh diatasnya dan energi jiwanya juga sangat besar. Namun ia tidak ingin dini terlalu terburu-buru dalam mempelajari pengendalian energi jiwa. Sebab asrea tahu seberapa buruk dampak pada tubuhnya saat mencoba mempelajari kekuatan penyihir air dengan cepat. Apalagi dini juga sudah bukan lagi manusia, jika tubuhnya terluka tidak akan mudah untuk diobati.
"Sekarang kita hanya bisa menunggu sampai rigma kembali…"
"Ya kau benar…"
Rigma sendiri sedang duduk bersandar pada dinding lorong yang penuh dengan kegelapan. Ada beberapa luka tebasan pedang di tubuhnya dan ia juga kehabisan nafas akibat pertarungan melawan pedang terbang.
"Sial… bagaimana mungkin makhluk astral yang menggunakan pedang bisa sekuat ini… aku cukup beruntung bisa mengalahkannya dalam 2 menit… tapi luka yang aku dapat juga cukup banyak…"
Sihir penyembuhan bertahap milik rigma aktif dan menyembuhkan lukanya dengan perlahan. Rigma berpikir untuk menghemat energi jiwa miliknya untuk mencari jalan keluar.
"Sekarang mari kita lihat sejauh mana aku bisa maju dalam 3 menit…"
Rigma kembali berdiri setelah lukanya sembuh dan staminanya pulih, ia kembali menggunakan [Mata Naga] untuk menghilangkan kegelapan. Rigma melihat ruangan luas yang dikelilingi jeruji besi saat keluar dari lorong.
"Ruangan ini seperti arena… dan aku merasakan energi pekat di area tengah… untuk sementara aku harus mengistirahatkan mataku dulu…"
Rigma kembali tenggelam dalam kegelapan ketika menonaktifkan [Mata Naga] yang telah digunakan selama 1 menit.
'Anak muda…'
'Siapa…?'
Rigma tiba-tiba mendengar suara seorang lelaki dari dalam kepalanya saat [Mata Naga] baru dinonaktifkan.
'Kau cukup menarik… biasanya tidak ada makhluk hidup yang bisa menelusuri labirin ini…'
'Kau siapa…!?'
'Gunakan penglihatanmu seperti sebelumnya dan kau akan tahu siapa aku…'
[Mata Naga]
Perlahan mata rigma kembali dapat melihat area sekitarnya, ia sedikit terkejut saat melihat sosok di depannya. Ia melihat sosok pria berambut panjang yang dikuncir kuda berdiri di tengah arena. Pria itu memiliki pedang kecil di punggungnya dan ia terus tersenyum sambil melihat ke arah rigma.
"Kau siapa…?"
Rigma memasang kuda-kuda serta meningkatkan kewaspadaannya karena instingnya bilang pria di depannya sangatlah kuat.
'Maaf… tapi aku hanya bisa berbicara lewat pikiran… dan juga kau tidak perlu setegang itu… aku tidak akan menyerang orang yang tidak masuk ke dalam arena…'
'Jadi begitu… maaf atas ketidaksopanan yang aku lakukan… sebab kau terlihat sangat kuat…'
'Hahaha… kau punya penilaian yang bagus ya nak… kalau aku masih memiliki tubuh fisik… kekuatanku sebagai pendekar pedang memang tidak ada duanya… tapi dalam kondisi seperti sekarang aku hanya bisa mengerahkan separuh dari kekuatan originalku...'
Rigma mengeluarkan keringat dingin ketika ia bilang dirinya hanya memiliki separuh kekuatan aslinya. Rigma tidak bisa membayangkan betapa mengerikannya pria yang berdiri di depannya jika memiliki tubuh fisik.
'Haha… itu artinya kau benar-benar monster ketika masih memiliki tubuh fisik…'
'Benar… orang-orang sering memanggilku monster… tapi aku memiliki nama… Ron Joying… yah meskipun namaku tidak terlalu penting… ditambah sekarang orang yang dijuluki monster seperti diriku terkurung di tempat ini… dan berakhir menyedihkan sebagai penjaga penjara jiwa tanpa tubuh fisik...'
'Anu… bisakah kau tidak berbelit-belit…? Aku yakin kau bukan tipe orang yang mau mengajakku bicara kalau cuma membahas soal dirimu…'
'Pfft… bwhahahaha… kau benar-benar anak yang menarik… kalau langsung ke intinya… aku ingin memiliki penerus… dilihat dari telapak tanganmu… kau ini terbiasa menggunakan pedang yang ukurannya sama denganku…'
Tubuh rigma langsung bergetar ketika melihat mata ron yang terbuka dan menatap tajam ke arahnya. Senyuman pun terlihat menghiasi wajah rigma karena ia merasa akhirnya ada orang yang pantas disebut guru.
Tetesan Darah
Seorang gadis berlari kecil menuju rumahnya dengan wajah panik dan terlihat penuh kekhawatiran. Gadis itu tidak lain adalah harun, ia buru-buru pulang ke rumahnya ketika mendengar berita tentang ayahnya.
"Ayah…!"
Ketika membuka pintu kamar orang tuanya, harun melihat ibunya sedang memegang tangan sang ayah. Tangan kiri sang ayah sudah dibalut perban hingga tertutup rapat dan wajahnya memiliki bekas luka sayatan.
"Si-siapa yang tega melakukan ini padamu ayah…?"
"Ini murni kecelakaan kerja… tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain…"
"Kalau begitu kita harus segera membawa ayah ke organisasi penyembuhan… agar tangan ayah kembali normal…!"
"Tidak perlu nak… biaya penyembuhan tangan yang putus sangat mahal… bahkan harganya hampir sama dengan biaya kuliahmu selama 4 tahun penuh…"
"Tapi ayah…"
"Tidak…! Harun… ingat kita memiliki sesuatu yang lebih penting ketimbang tangan kiriku… aku tidak mau masa depanmu sirna hanya karena tangan kiriku…"
Ayah harun dengan tegas menolak permintaan anaknya untuk pergi ke organisasi penyembuh. Organisasi penyembuh adalah organisasi yang fokus pada penyembuhan luka etranger, perawatan khusus dan penyakit langka. Etranger yang menjadi anggotanya rata-rata ahli dalam sihir dan teknik pengobatan. Namun biaya untuk perawatan mereka puluhan kali lebih mahal dari rumah sakit biasa.
"Alasan ayah dan ibu memanggilmu... untuk membahas rahasia besar keluarga kita… aku merasa sekarang adalah waktu yang tepat untuk mewariskannya padamu…"
"Rahasia keluarga…? Aku tidak pernah tahu kita memiliki hal seperti itu…"
"Ya kita punya… dan tidak boleh ada satupun orang luar yang boleh tahu soal ini… jadi ayah tidak pernah memberitahumu ketika kau belum siap..."
Harun sedikit gugup ketika melihat wajah orang tuanya yang sangat serius. Namun hati kecilnya sangat penasaran dengan rahasia yang dimiliki keluarganya. Harun pun menarik nafas panjang untuk menenangkan dirinya.
"Jadi rahasia seperti apa yang keluarga kita miliki…?"
"Rahasia keluarga kita sangatlah kelam… tapi melihatmu yang sangat yakin dan siap menerima apapun… membuatku semakin yakin sekarang sudah saatnya kau tahu…"
Ibu harun pun mengiris telapak tangannya dan meneteskan darahnya ke tangan kanan sang ayah. Kemudian cahaya yang membentuk sebuah simbol bintang merah pun muncul di tangan sang ayah. Harun yang sangat mengenal simbol tersebut langsung terkejut, ia tidak menyangka ayahnya memiliki simbol bintang merah.
Bersambung…