Prinsip Bodoh
"Guru ini akan jadi pertarungan kita yang terakhir… aku akan mengalahkanmu kali ini..."
'Bagus… sekarang aku bisa mengeluarkan seluruh kemampuanku tanpa harus khawatir kau akan mati… wajah barumu terlihat jauh lebih jantan… sorot matamu juga sudah setajam pedang…'
"288 hari… hampir setahun aku berada disini… dan umurku tidak bertambah sama sekali, rambutku juga tidak memanjang… latihan ini juga tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku… majulah guru…!"
'Setelah berhasil menguasai semua teknik pedang phantom… aku yakin kau dapat mengalahkan para penjaga lainnya dengan mudah… kecuali sang pemilik…'
"Mari kita lihat apa setelah pertarungan ini kau masih bisa bilang aku tidak bisa mengalahkan sang pemilik…"
Rigma menghunuskan pedangnya ke arah ron sambil memasang kuda-kuda dan memunculkan 3 phantom di depannya. Ron juga mengeluarkan 3 phantom ketika memasang kuda-kuda, ia tidak mau kalah dengan muridnya.
'Hebat… kau bisa menggunakan jumlah phantom yang sama denganku… tapi… apa kau bisa mengendalikannya dengan baik…?'
"Kita lihat saja guru…"
Pertarungan rigma dengan gurunya pun kembali dimulai, tarian phantom mereka saling beradu mengikuti gerakan penggunanya. Namun tiba-tiba rigma melompat menerjang ke arah 3 phantom milik ron.
'Apa…!?'
Ron hanya bisa tersenyum melihat rigma bisa mempertahankan phantomnya tanpa memasang kuda-kuda. Salah satu phantom yang berada di bawah rigma menggunakan pedang untuk pijakan. Rigma pun melompat menembus pertahanan 3 phantom milik gurunya dengan memanfaatkan pijakan tersebut.
"Sekakmat…!"
'Heee… gerakanmu cukup terbuka… padahal pembukaannya sudah bagus…'
Rigma hanya tersenyum menanggapi perkataan ron yang mengungkap kelemahan serangannya. Ron menarik mundur ketiga phantomnya dan mengganti kuda-kudanya untuk melepaskan teknik lain.
[Gemerlap Phantom]
*wush… tang…!*
'Phantomnya masih bergerak…!? Bagaimana bisa…!?'
[Tarian Phantom : Modifikasi]
"Ditambah… "
[Gemerlap Phantom : Gaya Udara]
Ron yang disibukkan oleh 1 phantom rigma tentu tidak bisa sembarangan menggunakan teknik. Ditambah rigma memasang kuda-kuda di udara dan kedua kakinya berpijak pada 2 phantom lain miliknya.
'Jangan terlalu meremehkanku anak muda…'
[Pertahanan 100 Phantom]
Ron mengganti kuda-kudanya lagi, kemudian setiap serangan phantom rigma berhasil ia pantulkan. Rigma tetap melesat menggunakan teknik [Gemerlap Phantom : Gaya Udara] untuk menyerangan pertahanan ron.
*tang tang tang tang tang…*
Puluhan tebasan berhasil rigma lancarkan, namun tidak ada satupun yang mengenai gurunya. Setiap tebasannya berhasil ditahan dan dipantulkan oleh ron dengan kecepatan suara.
"Benar-benar guru yang hebat… dia bahkan bisa mengimbangi kecepatan suara…"
'Kau bisa lebih dari ini kan muridku…? Kenapa kau terus menahan diri…?'
"...!"
Rigma terkejut mendengar perkataan gurunya yang tahu soal kemampuan asli rigma. Selama pertarungan rigma terbiasa hanya menggunakan kekuatannya sekitar 70% karena alasan tertentu.
'Bukan hanya dari segi gerakan dan teknik pedang… kau juga mengalami peningkatan pesat dalam energi jiwa bukan…?'
"Sepertinya aku memang tidak bisa menyembunyikan sesuatu dari guru… seumur hidupku… aku hanya pernah sekali menggunakan kekuatan penuh… itu merupakan saat dimana banyak nyawa dipertaruhkan… aku bahkan terkejut dengan kekuatanku sendiri ketika menggunakannya… itu prinsip yang diwariskan dari kakekku..."
'Hahahaha… jangan bodoh…! Kalau kau tidak sepenuh hati dalam pertarungan… cepat atau lambat kau akan mati… prinsip kakekmu memang tidak salah… tapi… prinsipnya hanya berlaku untuk orang yang benar-benar kuat… bukan untuk seorang bocah yang bahkan tidak bisa menggores tubuhku selama 288 hari… aku sarankan untuk membuang prinsip jelekmu… sebab tidak hanya bisa membuatmu terbunuh… tapi juga melukai harga diri lawanmu...'
Rigma termenung ketika mendengar perkataan gurunya yang tidak puas dengan prinsip muridnya.
"Sepertinya memang masih kurang… tapi aku masih ingin jadi lebih kuat… jadi aku ingin bisa menang melawan guru yang hanya bisa menggunakan separuh kekuatannya dengan 70% kekuatanku…"
'Jadi kau tetap memegang prinsip kakekmu… kalau begitu latihan akan aku perketat...'
"Dengan senang hati guru…!"
Rigma pun melanjutkan pertarungannya melawan ron untuk melatih teknik-tekniknya. Di dunia luar waktu sudah berlalu dua hari sejak rigma ditelan oleh rubik cube.
Harun : Kebangkitan
Aku tidak bisa tenang sejak mengetahui rahasia keluarga yang ditambah dengan masalah nona dini. Aku terus memikirkan rigma yang menghilang sejak hari kepulangan ayahku dari perjalanan bisnisnya. Mungkin lebih tepat disebut tugas organisasi ketimbang perjalanan bisnis, sebab ia melakukannya demi kelompok revolusioner. Hatiku masih ragu untuk mengambil keputusan antara tetap di samping rigma atau mengikuti ajakan orang tuaku.
"Harun… harun…"
"Eh iya maaf…"
"Kamu tuh melamun terus sejak rigma izin… apa yang sebenarnya terjadi…? Aku bisa jadi tempat curhatmu kok…"
Gadis baik ini adalah Kiki Ristansa, dia teman dekatku sejak pertama kali masuk kampus atma. Namun dia tidak pernah tahu soal laboratorium rahasia ataupun dunia bawah. Aku juga tidak ingin melibatkannya ke dalam sesuatu yang berbahaya seperti dunia bawah.
"Tidak… bukan hanya soal rigma… aku sedang memikirkan banyak hal… mulai dari keluarga, teman hingga masa depanku…"
"Jadi kamu juga bingung memikirkan masa depan ya… kalau kamu mau… nanti kita berdua bisa masuk menjadi pegawai kepolisian khusus… ayahku memiliki jabatan cukup berpengaruh di sana… jadi aku yakin dia bisa memasukkan kita berdua…"
"Iya terima kasih… kalau aku sudah selesai memutuskannya aku pasti akan memberitahumu… tapi untuk sekarang… terlalu banyak pilihan… dan itu membuatku bingung…"
Kiki terlihat sangat ingin menghibur diriku yang sedang gusar, namun di kepalaku masih penuh dengan banyak masalah.
"Hmmm… bagaimana kalau kita mengubah suasana agar hatimu juga tidak bingung lagi…? orang tuaku pernah bilang… kalau sedang pusing memikirkan suatu masalah yang rumit… jalan terbaik adalah menyegarkan pikiran… lalu memikirkan masalah tersebut esok hari…"
"Tapi kemana…?"
"Kita liburan ke taman air mancur sri baduga…!"
Kiki langsung menarikku setelah mata kuliah selesai dan membawaku menggunakan mobilnya. Aku benar-benar terkejut karena baru pertama kalinya merasakan rekreasi bersama teman sekampus. Dalam sekejap aku dan kiki sudah berada di depan pintu masuk taman air mancur sri baduga.
"Ayo kita lupakan masalah yang menyebalkan dan bersenang-senang untuk sehari…"
Senyuman kiki yang begitu hangat seperti cahaya matahari pagi membuatku tidak bisa menolaknya. Aku seperti diseret oleh seorang malaikat untuk melupakan masalah dunia yang begitu berbelit. Rantai yang membelengguku perlahan terkikis oleh kesenangan bermain bersama kiki. Tanpa sadar aku ikut tersenyum ketika bermain di sekitar air mancur bersamanya hingga matahari terbenam.
"Hahaha hari ini sungguh menyenangkan… aku tidak menyangka senyuman harun tadi begitu lepas..."
"Hahaha… Iya… aku tidak pernah tahu liburan bersama teman bisa begitu menyenangkan seperti ini…"
"Lain kali kita main lagi ya… di tempat wisata yang berbeda…"
Kata lain kali yang disebutkan oleh kiki membuatku teringat soal masalah keluargaku dan rigma. Senyumku pun hilang karena aku tidak mungkin bisa bersenang-senang seperti ini untuk kedua kalinya.
"Makasih ya kiki… kamu sangat baik… aku sekarang bisa berpikir lebih jernih…"
"Benarkan… jadi lain kali kalau ada masalah yang membuatmu bingung… aku akan mengajakmu bersenang-senang lagi…"
"Maaf… tapi sepertinya hal seperti ini… mungkin tidak akan pernah terjadi untuk kedua kalinya… masalah yang aku pegang saat ini lebih serius dan lebih dalam dari yang kamu kira… mungkin ini pertama dan terakhir kalinya aku bisa bersenang-senang dan tertawa lepas… terima kasih…"
"Ha-harun…?"
"Oh iya… sudah malam… lebih baik kita pulang sekarang…"
"Iya… aku akan mengantarmu…"
Aku pun diantar oleh kiki menuju rumah, diperjalanan aku dan kiki sama-sama tidak tersenyum. Seolah senyuman kami di taman air mancur sri baduga hanya sebuah fatamorgana. Aku tahu keputusanku akan memiliki beban yang sangat berat bagi orang-orang di sekitarku. Tapi aku sudah siap dengan segala konsekuensi yang akan aku terima nantinya. Tapi aku tidak pernah menyangka konsekuensinya akan datang sangat cepat.
"I-itu… harusnya rumah kamu bukan…?
"Ku-kubah barikade…? Gak mungkin…!"
Aku tidak pernah menyangka akan melihat kubah barikade polisi khusus di area rumahku. Cuma satu kemungkinan yang menyebabkan adanya barikade tersebut, kemunculan retakan dimensi.
"Ayah…! Ibu…!!"
"Maaf nona tidak boleh ke sana…"
Ketika aku berteriak dan berniat memasuki barikade, 2 orang polisi khusus yang berjaga menghalangiku.
"Harun…! Kamu harus tenang…! Kamu tidak bisa kesana…!!"
Kiki juga ikut menarik tubuhku agar menjauh dari barikade polisi khusus tempat ayah dan ibuku berada.
"Tidak….! Ayah dan ibuku masih disana…!! Aku harus kesana…! Tidak peduli apapun caranya…!!"
"Tidak boleh harun…!! Itu adalah retakan dimensi…! Monster yang bahkan tidak bisa dikalahkan oleh robot petarung muncul disana…!!"
Aku terus memberontak agar bisa pergi menyelamatkan kedua orang tuaku, sebab hanya mereka yang aku miliki di dunia ini. Aku tidak bisa membiarkan takdir dari retakan dimensi merebut mereka berdua dariku.
'Tuhan… dewa… iblis… atau siapapun boleh…! Berikan aku kekuatan untuk menjaga orang-orang yang aku sayangi sekali saja dalam hidupku…!! Aku sungguh memohon…!'
Hatiku terus berteriak meminta bantuan karena aku benar-benar merasa tidak berdaya sebagai seorang manusia biasa.
'Kamu butuh kekuatan…?'
Ditengah rasa putus asa yang aku rasakan tiba-tiba terdengar suara misterius di kepalaku. Suara yang terdengar begitu lembut dari cahaya hijau di depanku menawarkan sebuah bantuan.
'Iya aku butuh kekuatan… apapun itu asalkan bisa membuatku menggapai kedua orang tuaku…'
'Baiklah… kau akan menjadi wadahku… sentuhkan cahaya hijau ini… kita akan memulai kontraknya…'
Tanpa pikir panjang aku menyentuh cahaya hijau kecil yang ada di depanku menggunakan jari telunjuk. Kemudian cahaya hijau membalut seluruh tubuhku hingga membentuk sebuah kepompong.
"HARUN…!!"
Aku mendengar suara teriakan kiki yang panik ketika melihatku terbungkus oleh kepompong hijau.
*creak...*
Bersamaan dengan hal proses kontrak yang aku terima dari sosok misterius, retakan dari barikade polisi khusus terlihat. Itulah hal yang terakhir aku lihat sebelum seluruh tubuhku terkurung kepompong hijau.
'Luar biasa… bakat dan tingkat kecocokan yang kamu miliki sangat besar… kau adalah wadah paling sempurna yang aku temui… beruntungnya diriku…'
'Dengan siapa aku akan menjalin kontrak…?'
'Oh sungguh tidak sopannya diriku… perkenal namaku adalah Eberon Castinival… salah satu dari 13 raja besar… saya raja ke 4 sang penguasa alam…'
Sosok yang terdengar sangat kuat sekarang ingin menjalin kontrak dengan wanita tidak berguna seperti diriku. Takdir memang tidak bisa ditebak, bahkan gadis tidak berguna seperti diriku bisa mendapat keberuntungan seperti ini.
'Mohon maaf sebelumnya ini bukan keberuntungan… saya rasa ini adalah takdir…'
Aku terkejut ketika mendengar perkataannya yang terdengar seperti tahu apa yang aku pikirkan.
'Benar… saya bisa membaca pikiran orang lain… kemampuan ini juga bisa kamu gunakan bila kontraknya sudah selesai…'
'Kalau begitu langsung saja… aku tidak peduli apa isi kontraknya asal aku bisa dapat kekuatan…'
'Bagus… kalau begitu tanda tangani ini dan kita akan bisa bertarung bersama…'
Eberon tersenyum puas ketika mendengarku yang tidak mau bertele-tele dan langsung ingin menandatangani kontraknya. Mulai dari sini hidupku akan berubah sepenuhnya, perlahan tanganku memberikan cap darah di kontrak. Cahaya hijau yang mengelilingiku pun sirna bersamaan dengan mahkota emas yang muncul di kepalaku.
'Terimalah sosok baru anda… wujud keagungan raja alam…'
[Cestinal : Raja Alam]
Bersambung..