Widya nampak heran dengan jawaban yang baru saja Sandi ucapkan. Pasalnya baru kali ini, Sandi menyebut nama gadis itu. Bahkan Widya pun tak pernah membayangkan ataupun memikirkan, bila Sandi telah memiliki seorang kekasih. Dengan membayangkannya saja, sudah cukup membuat dadanya sesak. Sakit. Mungkinkah benar, dia kekasih Sandi?Pikir Widya tak tenang.
"Irda siapa San?Kok, aku baru denger ya kalo kamu punya temen yang namanya Irda?"ucapnya mengungkapkan rasa penasarannya.
"Irda itu... dia, anaknya rekan bisnis Papa. Baru 2 hari yang lalu kita saling kenal."jelas Sandi memaksakan senyumnya.
"Oh, emang dia sekolah dimana?"ada sedikit perasaan lega di hatinya.
"SMA SEBELAH."jawabnya singkat.
"Jadi, kamu tadi anterin dia ke sekolahnya?Ciee yang punya temen baru. Cantik ya dia?"goda Widya, meski ada rasa tak suka saat mengetahui Sandi mempunyai teman wanita yang lain.
"Cantik sih, tapi...."ucapnya menggantung sembari menatap Widya lekat.
"Tapi kenapa?"tanya Widya penasaran.
Teeeeeetttttt
"Eh udah bel tuh, yuk masuk kelas keburu guru yang masuk duluan!"ajak Sandi tanpa menjawab pertanyaan Widya sebelumnya. Sembari merangkul pundak Widya tak sabar, Sandi terus menarik Widya menuju kelas.
"Ish nyantai dong, ini juga kan baru bel. Butuh waktu juga kali guru yang mau masuk kelas, gak mungkin kan tiba-tiba ada di kelas."Widya hanya bisa mengerucutkan bibirnya kesal, karna Sandi tak menghiraukan dirinya, dan terus merangkulnya erat.
Jam pelajaran pun akhirnga telah usai, semua murid bersiap-siap untuk pulang kembali ke rumah masing-masing. Ada juga beberapa dari mereka yang memilih untuk mengikuti kelas ekskul, ataupun kelas bimbingan belajar tambahan. Widya tengah membereskan buku-bukunya ke dalam tas, saat Sandi pamit untuk pulang terlebih dahulu.
"Wid, maaf ya aku gak bisa anterin kamu pulang. Aku pulang duluan, kamu hati-hati ya!Bye!"Sandi pun segera berlalu keluar dari kelas, meninggalkan Widya.
"Kok gak rela ya rasanya, apa mungkin Sandi bakalan..."gumam Widya lirih melihat Sandi yang begitu saja keluar dari kelasnya.
"Hey, ngelamun aja!Betah banget kayaknya di kelas gak mau pulang emang?"seru Fajar menepuk pundak Widya dengan agak keras. Emang gak gak ada akhlak!
"Awww, ish Fajar!Sakit tau, dikira aku ini bantal apa ditepuk-tepuk?"sewot Widya sembari mengusap-usap pundaknya yang agak nyeuri.
"Lah kok bantal?"tanya Fajar heran.
"Ya kan bantal kalo dijemur suka ditepuk-tepuk gitu biar gak terlalu berdebu."jawabnya asal.
"Ish Lo tuh ya, kayak emak-emak tau gak?"ujar Fajar terkekeh mendengar jawaban Widya. "Eh, si Sandi kemana?Biasanya nempel terus tuh dia,"Fajar celingak celinguk mencari keberadaan Sandi, yang jelas-jelas sudah tak berada di kelas lagi.
"Nempel, emangnya pake lem nempel!Sandi udah pulang barusan."jawabnya acuh, sembari memakai tas nya dan melangkah keluar dari kelas.
"Yakan emang bener, biasanya tuh kalian berdua terus kan kemana-mana. Oya, berarti Lo pulang sendiri dong?"kata Fajar seraya mensejajarkan langkahnya dengan Widya.
"Emang kenapa kalo aku pulang sendiri?"tanya Widya menghentikan langkahnya tepat di samping Fajar, yang juga menghentikan langkahnya.
"Ya kalo Lo mau, Gue bisa kok dengan senang hati anterin Lo pulang..."ucapnya dengan senyuman yang manis. Membuat siapapun yang melihatnya akan langsung terpesona, kecuali Widya.
Karna Fajar termasuk cowok yang cukup popular di SMA JAYA, setelah Sandi tentunya. Widya, Sandi dan Fajar memang murid yang berprestasi di SMA JAYA, dari kelas X mereka selalu menjadi juara. Namun, diantara mereka sama-sama tak ingin menjabat sebagai ketua OSiS, alasannya sama yaitu RIBET.
"Heumm, jadi kamu lagi ngajakin aku pulang bareng?Gitu maksudnya?"Widya mengangkat satu alisnya menatap Fajar dengan tatapan datar.
"Ya kalo Lo mau sih itu juga, Gue gak maksa kok."menggaruk tak gatal kepalanya, melihat tatapan Widya yang pasti akan kembali menolaknya. Iya, karna ini bukanlah yang pertama kalinya Fajar mengajak pulang bareng Widya. Ini mungkin sudah yang keseratus kalinya (Yakali beneran diitung -_).
"Oke, karna hari ini aku juga lagi males naik Ojol. Boleh deh yuk!"balas Widya sembari melangkahkan kakinya meninggalkan Fajar yang masih terdiam di tempatnya.
"Hei, jadi nganterin gak?"teriak Widya yang sudah agak jauh dari tempat Fajar.
"Eh, iya iya jadi!"teriak Fajar seraya menyusul Widya yang terus melangkah menuju parkiran.
"Yess, akhirnya bisa pulang bareng juga sama Lo Wid!"gumam Fajar dalam hati merasa senang.
Akhirnya Widya pun pulang bersama Fajar, ketua kelas yang selalu menjadi teman sekelas Widya sejak dari kelas X. Berbeda dengan Sandi yang baru kali ini bisa satu kelas dengannya. Meski begitu, Fajar tak bisa sedekat itu dengan Widya. Seperti Sandi yang selalu bisa dekat dengan Widya, kemana-mana selalu bersama meski dulu tak satu kelas.
"Hai, sayang maaf lama ya nunggunya?"ujar Irda menghampiri Sandi yang tengah duduk di atas motornya.
"Jangan panggil Gue sayang, kita gak ada hubungan apa-apa kalo Lo lupa!"ujar Sandi dingin.
"Kok gitu, kan kemarin..."ucap Irda terpotong dengan ucapan Sandi yang membuatnya merasa kesal.
"Terpaksa!Inget, kita sama sekali gak ada hubungan apa-apa!Udah buruan, mau Gue anterin pulang gak?"Sandi segera menyalakan mesin sepeda motornya.
Dengan kesal, Irda pun segera naik dan duduk di belakang Sandi. Memeluknya dengan erat.
"Lepas, gak usah meluk-meluk bisa kan?"Sandi merasa geram dengan sikap Irda yang seenaknya.
"Kalo Gue gak pegangan nanti jatoh, San!"Irda masih tetap memeluk Sandi.
"Lepas Da, Gue geli! Kalo Lo gak mau lepas, mending Lo naik Ojol aja sanah!"dengan terpaksa, Irda pun melepaskan pelukannya dan hanya memegang pinggang Sandi.
Rumah Widya.
"Makasih ya Fajar, udah nganterin pulang!"ucap Widya yang baru saja turun dari motor milik Fajar.
"Iya sama-sama Wid, lain kali kalo emang Lo pulang sendiri lagi, Gue bisa kok anterin Lo pulang dengan senang hati."ujar Fajar tersenyum, seraya membukakan helm yang dipakai Widya.
"Eh, aku bisa sendiri Jar."kata Widya kaget.
"Gak apapa. Yaudah, Gue pulang dulu ya Wid!"
"Oke, makasih. Kamu hati-hati Jar!"Widya pun masuk ke dalam rumah, setelah Fajar melajukan motornya menjauh dari rumah Widya.
"Aahh senangnya, coba bisa setiap hari kayak gini. Nganterin Lo Wid!"gumam Fajar dalam hati tersenyum bahagia.
Di dalam kamarnya, Widya membaringkan tubuhnya di atas kasur queen size nya sembari menatap langit-langit kamarnya. Dia merasakan perasaan yang tak menentu, ada perasaan takut. Takut membayangkan bila Sandi benar-benar memiliki seorang kekasih. Baru saja mendengar, Sandi berteman dengan Irda sudah membuatnya tak tenang. Apalagi demi Irda, Sandi membiarkan dirinya pulang sendiri.
"Kok aku makin ngerasa gak rela ya Sandi deket sama yang lain?Apa aku terlalu egois?Maafin aku San, karna aku gak bisa jaga perasaan aku...harusnya aku tetap jaga perasaan ini sebagai sahabat, nyatanya sekarang aku.."Widya tak bisa menahan air matanya yang tiba-tiba turun membasahi kedua pipinya. Memikirkan Sandi bersama yang lain, membuat dirinya semakin merasa sesak dan sakit.
Widya memang diam-diam memiliki perasaan yang lebih dari sekedar perasaan terhadap seorang sahabat. Itu karna mereka yang selalu bersama-sama sejak mereka berusia 7 tahun. Orangtua Sandi yang selalu sibuk bekerja, membuat Sandi semakin dekat dengan kedua orangtua Widya. Yang kebetulan rumah mereka pun berdekatan.
Hanya saja, saat mereka masuk SMP Sandi dan kedua orangtuanya harus pindah rumah. Meski rumah mereka berjauhan, Sandi tetap selalu berkunjung ke rumah Widya untuk bertemu dengan orangtua Widya. Karna baginya, keluarga Widya adalah keluarga kedua untuknya. Disaat orangtuanya sibuk bekerja, hanya Widya dan orangtuanya lah yang selalu menemani Sandi. Walau begitu, Sandi juga tetap menyayangi kedua orangtuanya.