Tak terasa sudah satu bulan penuh, Widya tak pernah pulang bersama dengan Sandi. Dan selama itu juga, Widya selalu pulang bersama dengan Fajar. Iya Fajar, sekarang dia semakin dekat dengan Widya. Meski kedekatannya masih kalah jauh dengan Sandi.
"Widya sayang, Bunda boleh masuk?"tanya Bunda sembari mengetuk pintu kamar Widya yang berwarna hijau daun itu.
"Iya Bunda, masuk aja. Gak dikunci kok!"jawabnya sedikit teriak, Widya yang tengah tiduran di kasur segera mengubah posisinya menjadi duduk setelah Bunda Novie membuka pintunya.
"Lah ini anak gadis daritadi di kamar terus, gak ada kegiatan emangnya?"tanya Bunda sembari melangkah masuk menghampiri Widya di kasurnya.
"Mager Bun, lagian emang gak ada kegiatan lain. Gak ada tugas sekolah juga, apalagi yang ngajak maen. Jadi, yaudah tiduran aja di kamar."cengir Widya sembari merebahkan kepalanya ke atas paha bunda Novie, yang duduk di sampingnya.
"Yaudah kalo gitu, bantuin Bunda yuk!Kita masak buat makan siang, daripada tiduran gini."ajak Bunda sambil mengelus rambut panjang Widya, yang agak pirang.
"Yaudah, yuk Bun!Widya bantuin!"akhirnya Widya pun bangun dari tempat tidurnya.
"Nah gitu dong, tapi rapiin dulu tuh kasurnya!Gak baik, kamar anak gadis berantakan gini."
"Iya, siap Bunda!"ujar Widya semangat.
"Yaudah, kalo udah beres langsung ke dapur ya. Bunda tunggu di sana."Bunda pun keluar dari kamar Widya, sedangkan Widya segera merapikan tempat tidurnya dan beberapa barang yang berserakan di kamarnya.
KAFE PURNAMA
"Sandi udah ini kita ke Mall yuk!Gue pengen beli baju baru nih,"ucap Irda dengan nada manja.
"Males. Lo aja sendiri!"jawabnya ketus.
"Yaah, kan Lo janji mau nemenin Gue seharian. Masa Lo gak mau sih temenin Gue ke Mall?"Irda merengek memegang lengan Sandi yang duduk di sebelahnya.
"Gue capek, daritadi udah nemenin Lo kesana kesini."Sandi merasa jengah dengan sikap manja Irda.
"Yaudah kalo gak mau ke Mall, kita ke butik langganan Mami Gue aja ya. Please, cuman bentar kok beli baju doank!"Irda memasang wajah memelas agar Sandi mau menuruti keinginannya.
Menghembuskan nafas dengan kasar, akhirnya Sandi pun menuruti keinginan Irda dengan berat hati.
"Tapi, setelah itu kita pulang!"
"Oke!Thanks ya San,"ucap Irda tersenyum senang.
RUMAH WIDYA
Widya kini sedang membantu Bunda Novie memasak di dapur. Dan ini bukanlah yang pertama kali, Widya membantu Bunda Novie. Maka tak heran, bila Widya sudah mahir dalam memasak beberapa menu masakan rumahan.
Widya memang bukanlah anak gadis yang manja, meski terlahir dari keluarga yang cukup kaya. Dia justru cukup mandiri bagi seorang gadis seusianya. Widya pun tak pernah meminta sesuatu yang berlebihan pada kedua orangtuanya.
"Sayang, kok udah lama ya Sandi gak pernah main ke rumah?Apa kalian sedang ada masalah.?"tanya Ayah yang duduk di salah satu kursi di ruang makan.
"Hah?Enggak kok yah, kita lagi gada masalah apapun,"jawabnya sedikit berbohong.
"Apa dia udah punya pacar?Makannya jadi jarang kesini?"tebak Ayah Irwan membuat Widya mengerucutkan bibirnya tak suka.
"Ish, enggak Yah. Sandi belum punya pacar, kalopun udah gak mungkin dong Widya gak tau."jawabnya ketus.
"Ooh, yaa Ayah kan cuman ngira aja. Gak usah ngambek gitu dong!"goda Ayah.
"Siapa juga yang ngambek ih?!"
"Terus, kalo anak gadis Bunda ini udah punya pacar apa belum?"goda sang Bunda yang kini duduk di samping ayah Irwan.
"Ya belumlah Bun, Widya belum mau pacaran...masih enakan jomblo. Bebasssss!"ucapnya lantang sembari merentangkan kedua tangannya.
"Padahal mah nunggu Sandi yang nembak!"sambungnya dalam hati.
"Bebas?Emangnya kalo udah punya pacar gak akan bebas?"tanya Ayah sembari memasukkan sendok berisi penuh dengan makanan.
"Yaiyalah Yah, kan kalo punya pacar kemana-mana pasti harus sama pacar. Mau main sama temen jadi gak bisa sering-sering. Apa-apa harus bilang dulu, ya kalo dibolehin. Kalo enggak kan bete!"ucap Widya menggebu-gebu.
"Seperti itu?Ya Ayah sih, mau kamu punya pacar atau enggak. Yang penting tetep harus bisa jaga diri, jangan lupa kewajiban kamu sebagai pelajar."Widya hanya mengangguk dan tersenyum menanggapi ucapan ayahnya.
"Yaudah, sekarang abisin dulu makannya. Daritadi malah ngobrol terus."ujar Bunda, dan mereka pun makan dengan tenang.
Widya memang sangat berharap, suatu saat nanti Sandi bisa membalas perasaannya. Seperti dirinya yang menyayanginya, lebih dari sekedar sahabat. Mungkinkah keinginannya akan terjadi. Itulah yang selalu Widya pikirkan.
drttt
drttt
drttt
Suara ringtone dari Hp milik Widya berbunyi, menandakan ada telfon masuk.
"Sandi?"gumam Widya saat melihat nama yang tertera di layar Hp miliknya.
"Ya hallo, assalamu'alaikum San!"salamnya setelah menggeser tombol hijau di layar Hpnya.
"Wa'alaikumussalam, hai Wid!Lagi apa nih?"jawab Sandi di seberang sana.
"Lagi diem aja sih, kenapa?Gak biasanya kamu nelfon aku. Baru inget ya, masih punya sahabat?!"ujar Widya yang menekankan kata sahabat pada Sandi.
"Hehe, gitu amat sih. Masa iya aku lupa, enggak lah. Tiap hari juga inget kali!Apalagi sahabat aku yang satu ini, cewek paling cantik, imut, pinter dan paliiing baik!"ucap Sandi sembari tersenyum manis, meski Widya pasti tak akan melihatnya.
"Ish, mau gombal tuh sama pacar bukan sama sahabat!"balas Widya ketus. Meski dalam hati, dirinya sangat senang dengan semua ucapan Sandi barusan.
"Yaelah, siapa juga yang ngegombal?Eh, nanti malem aku maen ya ke rumah. Udah kangen soalnya,"ucap Sandi sengaja menggantung.
"Kangen?"tanyanya mengulang ucapan Sandi.
"Iya kangen...sama Bunda!Hahaha"seru Sandi sembari tertawa, karna berhasil menggoda sahabatnya itu.
"Ish, kamu mah nyebelin tau gak?!"rutuk Widya manyun.
"Nyebelin kenapa coba?Udah ah, aku tutup ya. Mau siap-siap, soalnya mau ketemu sama orang yang spesial. Sampe ketemu ya, daahh!"Sandi pun segera memutus sambungan telfonnya, tanpa menunggu jawaban dari Widya.
"Kirain kamu tuh kangen sama aku San. Siapa lagi yang dimaksud orang spesial?Apa mungkin Irda, ini kan masih sore. Sandi bilang kesini nya mau nanti malem. Hhff, kenapa sih aku tuh kayak gini?!"gumam Widya resah.
Widya pun membuka sebuah album foto. Yang isinya semua foto tentang Sandi juga ada beberapa foto bersama dengan dirinya.
Entah sampai kapan, Widya sanggup menutupi perasaannya terhadap Sandi. Baru dengar Sandi dekat dengan gadis lain saja, dirinya sudah merasa sangat sakit dan khawatir.
Haruskah dirinya mengutarakan perasaannya terhadap Sandi, agar dirinya merasa tenang. Namun, Widya juga merasa takut. Takut Sandi akan menjauh darinya, bila perasaannya tak berbalas.
Salahkah bila mencintai sahabat sendiri?