Chereads / Pernikahan Darurat / Chapter 23 - 23. Mimpi

Chapter 23 - 23. Mimpi

Akhirnya, setelah sekian lama tidak kembali ke tanah air tercinta, saat ini Shareen bisa kembali menghirup udara segar di sini. Shareen bisa melihat bagaimana padat rayapnya bandara kebanggaan Indonesia—bandara Soekarno-Hatta. Shareen juga langsung disuguhi dengan ramainya orang yang menjemput di bandara hanya demi melihat orang yang tercinta kembali. Seperti saat ini, Shareen langsung disuguhkan pelukan dari Mikael dan Citra yang khusus menjemputnya. Mereka dengan sangat erat memeluk tubuh Shareen membuatnya sedikit pengap dan sulit bernapas, namun ia senang karena ia masih bisa diberikan kesempatan bertemu para sahabat laknat seperti ini.

"Oh my God, Shareen! Lo makin ke sini makin subur aja, ya. Naik berapa kilo sampai gue pangling gini, astaga." Usai selesai dengan acara berpelukan, Shareen langsung mendapatkan pertanyaan sial yang mau tidak mau ia jawab. Tentu saja pertanyaan tersebut datang dari Mikael, kalau Citra tidak akan sadar jika berat badan Shareen bertambah karena wanita itu asyik dengan komik keluaran terbaru di tangannya. Intinya komik dan teh kotak adalah nomor satu bagi seorang Citrani.

"Sial banget pertanyaan lo!" balas Shareen sembari memanyunkan bibirnya sebal. "Enggak ada pertanyaan yang bagus lagi gitu? Semisal tanya kabar baik apa enggak, jangan tanya kayak gini, sebel banget gue dengernya," lanjut Shareen.

Mikael yang mendengarkan keluhan dari sahabatnya itu hanya bisa tertawa kecil sebelum akhirnya menarik koper milik Shareen untuk dibawa masuk ke dalam mobil. Gadis yang sebentar lagi menikah itu menoleh ke arah Shareen yang masih terfokus dengan bibirnya, sedangkan Citra tentu saja masih terfokus pada komik yang baru saja dibelinya. "Justru itu, Reen. Kalau tanya kabar mah basi banget, toh juga gue udah tau kabar lo baik-baik aja, masih mending gue nanya kayak gini daripada gue tanya kapan nikah ya kan?" ejek Mikael dengan penuh gurauan.

Lagi-lagi Shareen hanya bisa terdiam lesu dengan kaki yang terus menghentak di tanah. Agaknya di antara Mikael dan Citra, ialah orang paling tidak beruntung. Pertama, karena Mikael sebentar lagi akan menikah, sebentar lagi yang dimaksud adalah tujuh hari lagi. Lalu Citra sudah menemukan si tambatan hati dengan mudah, bahkan mungkin akan melanjutkan ke jenjang pernikahan dengan segera. Lantas kembali ke Shareen, ia bahkan baru kenal Andekal beberapa waktu lalu, tentunya masih dalam tahap perkenalan, jadi masih sangat jauh jika ada yang bertanya kapan nikah.

"Gue bakalan nikah kok," ujar Shareen membuat semua pasang mata menatap ke arahnya.

"Seriusan lo bakalan nikah? Sama siapa astaga, Reen! Kok lo enggak cerita ke kita, sih?" sungut sebal Citra komplit dengan mata yang membelalak. Nampaknya Citra benar-benar kaget serta shock.

"Iya, sama jodoh gue nanti. Kalau enggak Sabtu ya Minggu."

Haha, tentunya itu adalah jawaban ngawur saja, jokes untuk membalas orang-orang yang selalu bertanya kapan nikah. Bisa dicoba jika kalian semua sedang merasakan situasi seperti ini.

"Sialan lo! Udah deh ayo masuk, pengen cepet sampai rumah gue, ngantuk."

***

Suasana perjalanan dari bandara ramai lancar, terkadang Mikael dan Shareen bercanda sampai membuat sang supir turut tertawa juga, hanya Citra yang malah terfokus dengan aktivitasnya sendiri—membaca komik. Terkadang Shareen menyindir sahabatnya tersebut, mengatakan jika di saat seperti ini seharusnya dihabiskan dengan bersama dan juga tanpa aktivitas individualis karena waktu sangat berharga. Namun, Citra tetaplah Citra yang bodo amat. Citra tidak mengurusi apa yang dikatakan oleh Shareen. Jadi ya suka-suka dia sajalah.

"Eh by the way ya, Mik. Lo juga agak berisi gitu, deh. Berat lo nambah berapa? Kayaknya mau menikah jadi subur banget ya, Mik." Shareen berkata demikian setelah menatap lekat tubuh sahabatnya yang terlihat jauh lebih berisi.

Jika Shareen memang benar ia naik berat badan empat kilogram, dikarenakan ia terus-menerus diajak makan sehat serta kaya akan karbohidrat oleh Andekal. Dari siang sampai malam pasti Andekal akan terus mengajak Shareen makan tanpa henti. Namun jika Mikael? Apakah Mikael juga selalu diajak makan tanpa henti bersama dengan Bryan sehingga tubuhnya sedikit lebih berisi?

"Emang iya ya? Gue enggak perhatiin badan gue sendiri, sih. Gue juga belum nimbang berat badan. Tapi akhir-akhir ini gue emang lagi suka banget makan, apa pun dibeliin sama Bryan juga, jadi lumayan berpengaruh lah intinya," jawab Mikael.

"Eh iya, astaga! Gue juga baru sadar kalau lo sedikit lebih berisi, Mik. Kayaknya subur banget nih mau nikah." Citra yang semula membaca komik langsung menghentikan aktivitasnya, ia mendongakkan kepalanya guna menatap tubuh sang sahabat yang memang terlihat jauh lebih berisi.

"Tuh kan, berarti nanti kalau lo mau nikah kayak gitu juga, Cit. Lo bakalan jauh lebih subur," ledek Shareen dengan suara renyah.

Di tengah-tengah pembicaraan tersebut, keringat dingin mulai keluar dari kening Mikael, tangan gadis tersebut langsung memegang perutnya dan mulutnya seketika terasa ingin muntah. Entah apa yang terjadi, semuanya seketika langsung panik dengan kondisi seperti ini.

"Pak, berhenti dulu!" perintah Mikael yang nampaknya ingin segera memuntahkan isi perut.

Mobil berhenti sesuai dengan instruksi, Mikael yang sudah tidak dalam kondisi baik-baik saja itu segera turun dari mobil dan langsung memuntahkan isi perutnya, namun apa yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tidak ada satu pun cairan yang keluar, membuat gadis itu semakin pusing. Shareen langsung mengambil alih keadaan, ia mengambil botol air mineral yang ada di tasnya dan langsung memberikan botol tersebut kepada sang sahabat.

"Minum dulu, Mik." Mikael meminum air mineral yang diberikan oleh Shareen, ia bahkan menghabiskan air tersebut. Sedikit terasa mendingan memang setelah mendapatkan cairan, namun keringat dingin terus saja mengalir dari kening gadis itu.

"Are you okay? Mau ke dokter aja?" tanya Shareen pada Mikael. Mikael membalas dengan gelengan tanda tidak perlu pergi ke dokter, mau bagaimana lagi semuanya menghormati jawaban dari Mikael, ia tidak memaksa sama sekali.

"Mungkin gue emang masuk angin aja."

***

Ramai hilir orang yang memasuki gedung dapat dirasakan oleh gadis dengan dress elegannya, ia tersenyum bahagia menatap pintu masuk gedung yang terus dimasuki oleh para orang-orang penting, jika bukan pebisnis maka para petinggi negara. Senyumnya mengembang terus-menerus dengan mata yang turut tenggelam akibat senyum tersebut.

"Shareen, Mikael enggak ada di kamarnya!"

Ucapan itu seketika membuat senyum Shareen luntur, Shareen langsung terbelalak hebat dan sedikit mundur hingga menyentuh meja. Mulutnya menganga lebar dengan ekspresi masih tak percaya dengan ini semua.

"Enggak mungkin, ini enggak mungkin terjadi. Kenapa bisa Mikael enggak ada di kamarnya, Cit? Apa yang terjadi?"

Sang sahabat yang ditanya seperti itu hanya bisa menggeleng penuh penyesalan, benar-benar tidak tahu jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu.

"Gue enggak tau, Reen. Tapi sekarang yang terpenting adalah rasa malunya keluarga Bryan. Mereka mau bilang apa kalau pengantin perempuannya kabur? Tante Dena aja sampai pingsan setelah tau ini semua, dia takut citra keluarganya buruk. Kita harus gimana sekarang?"

Suara alarm yang berbunyi nyaring seketika memenuhi ruangan berukuran 5x6 meter tersebut, seorang gadis dengan keringat dingin dan napas yang terengah-engah bak dikejar maling seketika membuka matanya secara perlahan. Astaga ... ini mimpi buruk. Shareen tidak pernah berpikir jika hari pertamanya di Indonesia langsung disuguhi oleh mimpi buruk.

Pertanda apalagi ini sebenarnya?