"Good morning, Sayang! Gimana tidurnya semalem, nyenyak atau malah kangen sama aku?" Suara merdu yang mendayu itu dapat Shareen dengar saat ia baru saja membuka matanya beberapa detik lalu. Hari ini ia bangun bukan karena keinginannya sendiri atau suara alarm, tetapi karena suara panggilan telepon serta suara merdu yang berasal dari sang tambatan hati.
Entah apa yang ada di pikiran Andekal sampai membangunkannya pagi ini, bahkan jam masih menunjukkan pukul lima pagi, ayam pun masih sedikit yang berkokok, setelah itu jalanan masih sepi. Mungkin Andekal lupa kenyataan jika saat ini Shareen sedang berada di Indonesia dan jam antara Indonesia serta Singapura berbeda satu jam lamanya. Tentu saja satu jam lebih awal di Singapura, berarti di sana Andekal sedang menikmati suasana pukul enam pagi.
"Good morning, Ekal. Kamu apa-apaan sih telepon sepagi ini, hm? Kamu enggak lupa kan kalau aku lagi ada di Indonesia dan waktu kita berbeda satu jam, Sayang. Jam enam di sana artinya jam lima di sini, jadi aku masih tidur nyenyak pas kamu telepon kamu." Dengan kesal Shareen membalas demikian. Well, siapa yang tidak kesal saat dirinya sedang nyenyak sekali tidur, setelah sekian lama tidak merasakan tidur di rumah ini, namun dengan sangat menjengkelkan sekali suara nada dering telepon mengganggu kalian. Mengesalkan, bukan?
"Aku sih enggak lupa kalau kamu ada di Indonesia, ya. Justru aku sengaja bangunin kamu supaya kamu bangun lebih awal, Sayang." Andekal membalas dengan nada lembut kesukaan Shareen. Sang tambatan hatinya ini memang selalu bisa melakukan banyak hal untuk membuatnya semakin jatuh cinta pada pria itu. Memang pada dasarnya Shareen juga sudah jatuh cinta dengan semua hal yang ada di dalam tubuh Andekal, sih.
Dengan penuh kemalasan Shareen berdiri, ia mulai memasuki kamar mandi dan menatap wajahnya dalam kaca kamar mandi, sangat kusam sekali. Biasa, efek baru bangun. Namun, Shareen tak suka jika wajahnya seperti ini, sehingga gadis itu memutuskan untuk mencuci mukanya dan lanjut skincarean. Tak mandi pun tak masalah karena hari ini Shareen tidak ada agenda atau keinginan pergi ke manapun juga, jadi sangat aman sekali jika Shareen tidur seharian penuh di dalam kasur empuknya.
"Sayang ...."
Astaga, Andekal. Suaranya sangat teleponable sekali, merdu dan penuh mendayu. Wajahnya yang tampan dan juga rekeningnya yang mapan seketika membuat Shareen yakin seratus persen untuk menikah dengan pria itu, namun tetap saja. Satu alasan yang sejak dulu selalu dilontarkan oleh Shareen, ia masih belum siap. Menikah bukan hanya masalah cinta, tampan atau tidak, serta mapan atau tidak. Ada banyak sekali pertimbangan yang harus dipikirkan, yang paling besar tentu saja tanggung jawab. Baik dalam urusan segala macam. Vania masih belum bisa bertanggung jawab seratus persen pada dirinya apalagi mempertanggung jawabkan suaminya, anaknya juga kelak. Persiapannya sangat belum matang.
"Hm? Aku lagi cuci muka, mau pakai skincare. Meskipun di kamar aja, aku harus tetep glowing, dong."
"Iya, deh. Udah lanjutin aja dulu. Aku kangen aja sama kamu, padahal baru beberapa hari. Kamu cepet pulang, ya. Jangan lupa jaga hati karena di Singapura itu ada hati yang harus kamu jaga. Hatiku."
***
Entah racun dari mana, saat ini Shareen memasuki salah satu mall terbesar di Indonesia, ia menjelajahi setiap brand ternama untuk dibeli sekaligus cuci mata. Ya, gadis itu sendirian. Entah dari mana keberaniannya sampai ia mengendarai mobil sampai akhirnya sampai di sini. Padahal tadi pagi ia berniat berada di dalam kamar saja, rebahan, scroll media sosial, namun nyatanya ia malah pergi ke pusat perbelanjaan ini.
"Oh my God, bagus banget sih barang-barang di sini. Lucu-lucu," komentar Shareen sembari memperhatikan secara rinci barang yang sedang ia pegang. "Please, gue harus beli sih ini. Wajib banget, lucu soalnya."
"Loh, Shareen?" Tubuh Shareen langsung menoleh saat mendengarkan panggilan yang memanggil namanya. Ia tersenyum dan menyalami orang di hadapannya, orang yang memanggil namanya itu.
"Astaga, Tante Dena! Lama banget enggak ketemu, tante apa kabar? Baik-baik aja kan, Tante?" tanya Shareen dengan sangat sopan.
"Kabar tante baik, Sayang. Kamu gimana kabarnya? Baik juga kan pastinya?" tanya balik Dena.
Shareen mengangguk sembari terkekeh pelan. "Baik banget dong pastinya, Tante. Semuanya oke pokoknya. Tante tenang aja. Keluarga gimana, Tante? Om sehat? Bryan sehat?"
Dena merangkul Shareen, wanita itu turut berjalan mengikuti langkah wanita cantik di sebelahnya. "Semuanya baik, Sayang. Persiapan nikah juga baik semua pokoknya. Ini tante juga lagi cari barang buat dikasih ke Mikael. Masa iya sih tante enggak kasih apa pun ke calon mantu tante, kan enggak enak ya. Dia juga kemarin ada bantu-bantu sedikit buat nyumbang bantuin acara nikahan, sedikit doang sih. But its okay lah, tante terima. Tante ngerti banget gimana kondisi dia yang sebatang kara jadi enggak usah dipusingin."
Shareen hanya mengangguk paham, gadis itu tak mau banyak omong yang berujung menjadi kesalahan. Di sini posisinya sebagai bridesmaid dari Mikael, jadi ia harus mendukung Mikael. Walaupun Tante Dena seolah sedang menyindir sahabatnya itu, Shareen pun tak bisa sepenuhnya menyalahkan wanita paruh baya yang masih tetap modis itu. Ia tahu jika semua ibu menginginkan yang terbaik untuk putranya.
"Oh iya kamu lagi cari apa di sini, Sayang? Lagi belanja aja atau gimana nih?"
"Lagi pengen belanja aja sih, Tante. Soalnya Shareen enggak ada kegiatan selain di rumah makanya Shareen gabut gitu. Citra lagi kerja juga kan, Mikael juga pasti lagi enggak mau keluar rumah karena bentar lagi nikah. Sedangkan Shareen ada jadwal bantu-bantu buat nikahan gitu kan besok ya, Tante. Jadinya hari ini buat belanja aja lah."
"Bagus itu, supaya menghilangkan stress apalagi sebentar lagi kamu disibukan jadi bridesmaid sahabat kamu. Tante itu justru suka sama kamu loh, Reen. Kamu itu cantik tau. Selain cantik kamu juga pinter, terus kamu juga mandiri, kamu hebat, dan kamu sukses. Jarang banget di zaman sekarang yang kayak kamu, masih muda tapi udah sesukses ini. Orang tua kamu pasti bangga sama semuanya. Ajaran yang mereka ajarkan ke kamu bisa kamu serap dengan baik."
Gadis dengan kacamata coklat yang melekat di batang hidungnya itu hanya bisa terkekeh pelan mendengarkan apa yang dikatakan oleh calon mertua dari sahabatnya. Anggukan juga ia lakukan supaya Tante Dena tahu ia mendengarkan serta memperhatikan apa yang dikatakan wanita berusia lima puluh tahunan itu.
"Makasih banyak, Tante. Padahal masih banyak yang jauh lebih sukses daripada Shareen. Shareen masih sedikit banget pokoknya deh kesuksesan dalam berkarir. Anak tante justru jauh lebih hebat daripada Shareen. Dia pinter bikin bisnis."
"Itu kan cowok, Shareen. Beda dong, cewek yang berani bikin bisnis dan berhasil itu hebat, kamu salah satunya. Oh iya, kita makan siang bareng yuk, Reen? Tante ke sini sama Bryan juga sebenernya, dia ada di toilet tapi."