Waktu benar-benar berjalan begitu cepat, padahal baru saja kemarin rasanya Shareen kembali ke Indonesia, saat ini Shareen sudah harus pergi ke negara tercinta tersebut lagi. Shareen harus mendatangi acara sakral yang selalu ditunggu-tunggu oleh sahabatnya, Mikael. Hari ini tepat tujuh hari sebelum pernikahan Mikael. Seharusnya Shareen sudah berada di Indonesia kemarin, namun gadis tersebut lupa telah mengiyakan rapat sehingga jadwal penerbangan pun ditunda hari ini.
Kesal? Pasti. Mikael bahkan sudah mencak-mencak kepada Shareen karena gadis tersebut telah mengingkari janjinya untuk kembali ke Indonesia kemarin, namun dengan segala bujuk rayunya Shareen berhasil membuat Mikael lupa akan kemarahannya tersebut.
Suara bunyi ponsel menyeruak, membuat Shareen yang sedang siap-siap di rumahnya menghentikan aktivitas tersebut dan mendatangi ponselnya yang berbunyi terus-menerus. Diraihnya ponsel keluaran terbaru yang harganya bisa mencapai tiga puluh lima juta itu, rupanya Mikael yang menelponnya. Sudah dapat dipastikan jika Mikael tidak mau Shareen terlambat, Shareen tahu itu.
"Halo!" Dengan sangat lihai Shareen menjempit ponselnya di tengah-tengah telinganya dan bahunya. Gadis tersebut kembali ke aktivitas awal, mulai menyiapkan barang yang akan ia bawa.
"Halo, Reen! Lo udah berangkat ke bandara belum?" tanya Mikael dari seberang sana.
Kan, sudah dapat Shareen pastikan jika Mikael pasti akan terus bertanya pada Shareen. Lalu setelah itu jika jawaban yang diberikan oleh Shareen kurang memuaskan, Mikael akan memarahi Shareen. Sudah dapat dipastikan sejak awal memang seperti itu jalan ceritanya.
"Ini mau on the way, Mik." Tak ambil pusing, Shareen menjawab demikian. Masa bodo jika nantinya Mikael akan ceramah tujuh hari tujuh malam, Shareen akan langsung mematikan ponselnya.
"Oh Tuhan, Shareen! Lo itu niat gak sih buat balik ke Jakarta? Lo niat gak sih ke acara nikahannya gue? Emang temen enggak ada akhlak ya lo! Bisa-bisanya enggak ada niat buat berangkat cepet ke bandara! Sumpah, gue pecat lo jadi temen gue!" Omelan Mikael membuat Shareen meringis sejenak, jika seperti ini ceritanya Shareen pun ingin cepat-cepat bertemu dengan para sahabatnya.
Shareen tentu saja merindukan Mikael yang amat sangat bawel, selalu menceritakan apa yang membuat Mikael bahagia, selalu menceritakan apa yang membuat Mikael terluka juga. Ah iya, Shareen juga tentunya merindukan Citra yang sangat pendiam dan menyukai teh kotak serta membaca komik di manapun. Mereka berdua memiliki ciri khas tersendiri yang selalu membuat Shareen merindukan keduanya.
"Niat, Sayangku. Niat banget kok," balas Shareen dengan lembut. "Sebentar lagi juga on the way ini, kalau lo enggak telepon justru bisa lebih cepat. Udah, ya. Gue mau berangkat, bye!" Tanpa menunggu lama-lama, gadis dengan dress putih tersebut langsung mematikan sambungan telepon. Ia merasa sangat sibuk sekali saat ini, lima belas menit lagi Andekal akan menjemput Shareen menuju ke bandara, sedangkan perlengkapan dan segala macam belum disiapkan. Memang anak gadis satu ini!
"Puyeng gue, Gusti!" keluhnya dengan membanting ponsel ke kasur.
***
Pakaian sudah siap semuanya, tas sudah siap, uang dan segala macamnya juga sudah siap. Oke, saat ini Shareen juga siap. Gadis dengan rambut diurai dan kacamata cokelat yang selalu menemaninya itu saat ini langsung menggeret koper keluar dari kamar. Di bawah sudah dapat dipastikan sudah berada Andekal di sana, Andekal pasti sudah menunggu Shareen yang sangat tidak tepat waktu ini.
"Ayo Shareen, semangat!" katanya menyemangati diri sendiri. Dibutuhkan semangat khusus tentunya untuk bertemu dengan pria yang sejauh ini menjadi tambatan hati Shareen. Shareen sudah memutuskan jika dirinya akan bersama dengan Andekal sampai ke jenjang yang serius.
Teruntuk perasaan sendiri, Shareen menyayangi Andekal. Selama sejauh ini mengenal Andekal, ia adalah tipikal pria tak banyak menuntut dan Shareen menyukai itu semua.
"Mah, Pah, Shareen pergi dulu, ya! Mamah sama papah jangan lupa buat minum obat, minum vitamin, banyakin minum air putih, jangan sampai dehidrasi pokoknya! Jangan lupa juga buat kerja yang ringan aja, jangan terlalu berat, oke?" Menuruni anak tangga sambil berpesan tersebut seketika membuat Shareen merasa sedikit berat. Entah mengapa nampaknya kepergian satu ini adalah kepergian jauh yang membuat Shareen harus memeluk kedua orang tuanya dengan erat.
Padahal, Shareen hanya pergi ke Indonesia saja. Shareen hanya datang ke acara pernikahan sahabatnya saja, tidak lebih. Tetapi rasanya seperti ada dinding kejadian yang akan terjadi dan membuat Shareen merasa berat untuk pergi. Entahlah, nampaknya Shareen sudah terlalu banyak menonton film sehingga pikiran Shareen terkontaminasi olehnya.
"Kamu ini pergi ke Indonesia aja kayak mau ke mana! Pokoknya kamu juga harus hati-hati, ya! Jaga hati, jaga pikiran di sana. Inget kalau ada Andekal yang nunggu di sini," goda Audrey sembari memberikan kerlingan andalannya.
Memang ibundanya satu ini tidak bisa diajak serius, selalu saja senang menggoda putrinya!
"Ih, males lah kalau sama mamah! Shareen pergi dulu ya, Mah, Pah! Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam, hati-hati, Sayang."
***
Suasana bandara saat ini sangat ramai sekali, jemari Shareen terikat dengan jemari seorang pria tampan yang menjadi tambatan hatinya saat ini, saling berpandangan beberapa detik sebelum akhirnya salah satu di antaranya berbicara dan membuat pandangan satu sama lain pudar.
"Aku jauh lebih suka kamu enggak pakai kacamata ini, Shareen." Ya, itu suara Andekal. Andekal sangat tidak suka sekali jika Shareen memakai kacamatanya saat bersama dengan Andekal, padahal Shareen lebih percaya diri jika seperti ini.
Sudah dapat dipastikan jika Shareen tidak memakai kacamata, banyak pandangan mata yang mengarah ke arah Shareen, merasa aneh karena bola mata Shareen yang berbeda. Dan Shareen tidak menyukai itu semua.
"Aku yang enggak suka." Dengan memanyunkan bibirnya Shareen mulai berceloteh sebal. Shareen tidak suka saat dirinya menjadi pandangan satu-satunya orang lain, Shareen tidak suka diperhatikan. "Aku lebih percaya diri kalau gini," lanjutnya menjelaskan.
"Padahal kamu cantik walaupun enggak pakai kacamata, Sayang."
Huh ... entah mengapa semua orang senang sekali berkata hal demikian, padahal Shareen tidak suka, padahal Shareen tidak senang. Jika Shareen tidak memakai kacamata, Shareen tidak akan percaya diri.
"Udahlah, aku suka kalau kayak gini, Kal. Aku pergi dulu, ya. Kamu jaga diri baik-baik di sini, jangan sampai macem-macem!" pesan Shareen yang kembali memeriksa tasnya dan semua barang yang ia bawa.
"Siap, Bu Bos! Kamu juga jangan macem-macem, ya! Ingat ada hati yang harus kamu jaga di sini. Kamu cukup jadi bridesmaid di sana, bukan jadi pengantin!"
Sangat tidak masuk akal. Mana mungkin Shareen akan menjadi pengantin jika pasangannya ada di sini ya kan? Shareen tidak segila itu untuk memutuskan sesuatu hal!
Menggelengkan kepalanya Shareen masih tertawa lucu. "Siap! Enggak akan menikah aku di sana kok, kan calonnya ada di sini!"