Chereads / Pernikahan Darurat / Chapter 13 - 13. Musim Nikah

Chapter 13 - 13. Musim Nikah

"Tujuan hidup gue itu menikah bukan karena lazimnya, umumnya, atau apalah itu. Nikah itu karena siap bukan karena dikejar umur dan waktu. Masa depan cerah yang gue usahakan bukan menikah, tapi memuaskan diri sendiri."

Sudah, mau balas apalagi? Rara saja sampai bingung harus merespon bagaimana. Rara saja terus memutar otak supaya tidak kehabisan kata-kata, tapi nyatanya Shareen sangat pandai berkilah. Shareen tidak mau dipaksa, otaknya akan selalu membalas apa yang orang lain katakan kepadanya.

"Tapi kan suatu saat nanti lo harus nikah, Reen." Satu kalimat muncul di benak, langsung saja Rara ucapkan demi membalas ucapan Shareen.

"Kan suatu saat nanti. Bukan sekarang atau bukan beberapa hari lagi. Gue bakalan nikah kalau gue udah siap, dan gue akan mempersiapkan itu semua nanti. Lagian lo rempong banget sih, kayak lo mau nikah besok aja sampai ceramah ke gue."

"Emang gue mau nikah besok," balas Rara sekenanya, sontak membuat Shareen yang sedang meminum orange juice tersedak dan terbatuk-batuk.

Shareen mengusap dadanya dengan lembut, terasa sangat menyakitkan saat tenggorokannya dijejali dengan orange juice yang terlebih dahulu sudah tersedak. Gadis itu masih terbatuk-batuk karena masih terasa sekali buliran-buliran jeruk yang terasa, semakin dibuat baik-baik saja malah semakin sangat kentara.

"Bangke, lo! Gak usah bercanda, ih. Lo kira gue percaya sama apa yang omongin, hah? Gue gak pernah liat tuh lo bucin segala macem, masa iya tiba-tiba langsung nikah aja," cibir Shareen setelah merasa cukup mendingan. Ia meminum air mineral yang banyak supaya bisa meluruhkan orange juice tadi.

"Ya udahlah kalau gak percaya. Gue emang mau nikah sama sahabat kecil gue. Sumpah ya, Reen, gue tau kalau ini drama banget tapi emang ini yang terjadi di kehidupan gue. Gue tuh waktu itu pergi ke mall kan, biasa lah cari sepatu baru segala macem, nah tiba-tiba gue ditepuk dari belakang, gue kira ada barang yang ketinggalan atau gimana. Terus ternyata yang nepuk gue ini orang yang sama sekali gak gue kenal. Dia bilang ke gue kalau dia temen lama segala macem, dan gue gak percaya. Walaupun dia sebutin nama yang bener, dan kita berteman pas masih lima taun, tapi gue gak percaya karena gak ada mirip-miripnya. Eh pas gue pulang ke rumah, mamah lagi ngobrol sama dia. Mamah bilang kalau dia sahabat kecil gue. Sumpah mau nangis dan dia langsung lamar gue. Drama banget please!" papar Rara panjang lebar.

Shareen dibuat melongo karenanya. Benar, sangat benar jika ini disebut dengan drama. Tetapi ... untuk meyakini kalau ini benar-benar ada di dunia nyata, sangat sulit sekali. Rasanya seperti tidak masuk akal. Sangat tidak masuk akal malah.

"Sumpah? Kok bisa sih nemu jodoh sesingkat itu? Gimana bisa, woy? Bagi tips kek, siapa tau gue nemu jodoh kayak lo gitu, tinggal ke mall ntar ditepuk sama temen masa lalu." Shareen sebenarnya masih tidak percaya, namun saat melihat tidak ada kebohongan di mata Rara, mau bagaimana lagi? Gadis itu jarang sekali bercanda.

Rara meletakkan jemarinya di dagu, memikirkan jawaban apa yang harus ia berikan kepada sahabatnya itu. Mungkinkah ada tips and trik untuk mendapatkan jodoh secepat itu? Atau ada hal yang harus Rara lakukan?

"Emmm," gumam Rara sedikit bingung. "Lo jangan bilang kayak gitu, yang namanya jodoh kan udah ada yang atur, Reen. Ntar jangan-jangan jodoh lo malah datengnya tanpa undangan sama sekali. Gak ada angin gak ada ujan lo langsung nikah gitu aja," lanjutnya.

Perut Shareen yang gatal kalau tidak tertawa pun langsung tertawa terbahak-bahak. Ajr matanya bahkan sampai menetes saking lucunya apa yang dikatakan oleh Rara. Nampaknya orang yang akan menikah mendadak berubah pola pikir, sering menghayal dan sangat mirip dengan ibu-ibu yang menyebalkan. Ya, nampaknya demikian.

"Jangan makin ngaco deh, lo! Gak ada ya gue kayak gitu. Kalaupun nanti gue kayak gitu, drama banget anjir!" balas Shareen tak percaya. Realistis saja, semua orang pasti menikah karena sudah mempersiapkan banyak hal, bukannya mendadak menikah seperti drama yang dikatakan oleh Rara seperti itu. Rasanya tidak ada, bukan? Sangat tidak ada malah.

Rara hanya mengangguk saja, tidak membalas apapun yang diucapkan oleh Shareen lagi. Mereka fokus pada makanan masing-masing dan pikiran masing-masing. Topik pikiran yang sedang mereka berdua renungkan sebenarnya sama, sama-sama mengenai pernikahan.

Rara dengan segala rencana pernikahan yang sudah ia buat sedemikian rupa supaya menciptakan kesan yang elegan namun mewah, sedangkan Shareen memikirkan tentang pernikahan sahabatnya. Rara sudah memiliki calon, Mikael juga sebentar lagi akan menikah, Citra yang cuek dan hidupnya datar pun sedang digebet oleh seorang pria. Apakah usia dua puluh empat tahun adalah usia matang-matangnya untuk menikah?

Menurut Shareen, ia akan menikah di saat ia siap. Gadis cantik itu tidak memikirkan berapa umurnya, karena standar hanyalah standar. Standar di Indonesia itu usia dua puluh lima tahun katanya usia yang paling pas untuk menikah, kalau dua puluh enam tahun ke atas sudah perawan tua katanya, padahal di negara lain umur ideal menikah kisaran usia berkepala tiga. Ada juga yang empat puluh tahunan, tidak ada sebutan perawan tua atau yang lainnya.

"Emang sekarang lagi musim nikah apa gimana sih, Ra? Perasaan sahabat gue nikah semua, ada yang belum sih tapi kan udah ada calon. Kalau iya, kasih tau gue kenapa sekarang musim nikah? Apa emang ada bulan resminya gitu?" tanya Shareen secara polos. Gadis yang memiliki manik hijau dan biru itu memang benar-benar penasaran, apakah memang ada bulan resmi untuk menikah atau bagaimana.

Mendengar pertanyaan dari Shareen membuat Rara memukul pelan kepala Shareen, tenang saja, tidak sampai gagar otak kok. "Bukan musim nikah, tapi mereka emang udah rencanain masa depan mereka mau gimana. Mereka udah punya tujuan hidup tersendiri, gak kayak lo yang masih tunggu aja nanti, gue belum siap, ikutin hidup kayak air mengalir, segala macem alesan pokoknya lah. Gak ada yang namanya bulan resmi untuk menikah atau apa, selagi semuanya siap ya gasken." Untung saja Rara sabar memiliki sahabat super menyebalkan seperti Shareen, ia dengan segala kerendahan hati menjelaskan satu persatu supaya sahabatnya ini mengerti.

"Pedes amat kalau ngomong, Neng. Iya, ntar gue nikah, kalau gak ujan tapi. Males kalau ujan soalnya, becek."

Rara mengelus dadanya sabar, orang sabar disayang Tuhan, cepet nikah, gajinya melebar, soalnya. Shareen ini sebenarnya gadis yang pandai, hanya saja ia masih terlalu ambis untuk mengejar pernikahan, gadis itu mau meraih semua rencana hidupnya terlebih dahulu, Rara paham itu.

"Jangan terlalu ambisius dalam hidup, Reen. Nanti yang ada laki-laki takut sama lo, dia pasti bakalan mikir kalau lo itu berusaha nopang hidup lo sendiri, gak perlu bantuan siapapun. Ntar jodoh lo susah deket," ceramah Rara seperti orang tua.

Senyum tipis terpatri dari bibir Shareen. Ia menatap penuh makna ke sahabatnya itu sebelum tatapannya menjadi datar. "Kalau dia takut sama gue, itu artinya dia gak pantas buat gue. Gue emang mau nopang diri gue sendiri, gak mau ditopang orang lain. Kodrat cewek itu cuma menstruasi, hamil, dan menyusui. Meskipun gak semua cewek dapet kesempatan itu. Jadi cewek bebas mengejar apapun yang dia inginkan. Gak ada larangan kalau cewek harus di dapur terus-terusan tanpa boleh kerja kantoran. Bukan jaman kuno, kok."