Saat ini Shareen dan Mikael masih berada di atas ranjang. Mereka menceritakan tentang kehidupan masing-masing setelah beberapa bulan lamanya tidak bertemu karena masalah jarak. Shareen yang memang harus selalu standby di Singapura, sedangkan Mikael yang memang bekerja di Indonesia. Mereka berdua juga jarang memberikan kabar via grup, karena kesibukan masing-masing. Paling hanya saat malam minggu saja supaya mengisi kegabutan mereka berdua.
"Udah-udah, jangan ghibah mulu lo!" ujar Shareen memberhentikan ucapan Mikael. Telinganya merasa sakit mendengar tawa yang terus mengudara di antara dirinya dan sahabatnya itu. Perutnya juga terasa lelah untuk tertawa.
"Ah gak asik lo mah!" cibir Mikael sambil memanyunkan bibirnya. Tangannya langsung dilipat di depan dada dengan tatapan mata tak suka. "Tapi ghibah seru tau, Reen. Ghibah bisa membuat diri kita semakin erat persahabatannya," lanjut Mikael tanpa kehilangan akal. Memang tipikal orang yang tidak bisa berhenti saat bicara, apalagi saat membicarakan orang lain. Seolah mereka merasa menjadi wanita paling sempurna saja.
"Iya, saking eratnya pas lo masuk neraka gue jadi kebawa nanti," balas Shareen dengan frontal. Mikael yang mendengar itu semua hanya tertawa terbahak-bahak.
"Ntar ditanya gak ya siapa temen yang sering gue ajak ghibah? Gue mau jawabnya Shareen, Shareen, Shareen terus sampai tiga kali supaya para malaikat yakin. Ntar disiksa bareng." Bukannya memikirkan tentang dunia, Mikael malah memikirkan tentang akhirat. Mending kalau yang dipikirkan tentang kebaikan seperti bagaimana masuk surga, pahala yang diterima atau sebagainya. Lah ini malah bahas persiksaan di neraka. Kan tidak ada yang mau kalau seperti ini jadinya.
Shareen menatap tajam ke Mikael, tubuhnya langsung bangkit dan berjalan menuju kulkas mini yang ada di dalam kamarnya. Gadis itu mengambil camilan coklat kesukaannya dan langsung membawa ke dalam ranjang. Berbagi pada Mikael tentu saja hal yang sangat buruk dan tidak direkomendasikan. Mikael dengan tidak tahu dirinya malah mengambil setengah dari camilan coklat tersebut dan langsung mengunyahnya perlahan-lahan. Untung saja Shareen sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Jadi, Shareen tidak perlu merasa kaget lagi.
"Jangan ghibah kek sekali-kali. Coba ceritain ke gue kalau lo bahagia gak? Kan sebentar lagi temen gue yang satu ini mau menikah. Kalau bahagia gue doain supaya lebih bahagia lagi, kalau gak bahagia ya udah, semoga gak ada bedanya." Tabokan keras langsung terasa di paha Shareen, gadis itu meringis sakit dengan perlakuan Mikael yang seperti ibu tiri menyiksa anak tirinya. "Si geblek! Sakit, bangke! Lu mah kalau nyiksa orang gak liat sikonnya."
"Ya elu doanya gak ada benernya sama sekali. Doain temen lu yang satu ini bahagia selalu, makin cantik, makin montok, makin semuanya lah!" sewot Mikael sambil menyingkirkan anakan rambut yang menutupi matanya. "Gitu baru deh doa yang bener. Doa yang bagus."
Shareen memutar bola matanya dengan jengah. Berbicara dengan Mikael memang membuatnya sedikit harus lebih bersabar. Sifat Mikael yang kelewat absurd bin aneh ini membuat semua orang menggelengkan kepalanya pasti.
"Iyain aja dah. Umur kan gak ada yang tau. Lo gimana bahagia gak? Kan lo mau nikah tuh," tanya ulang Shareen dengan sangat sabar.
"Gue? Bahagia banget. Lo tau sendiri gue ini siapa. Gue cuma anak yatim piatu yang gak tau wajah orang tua gue gimana. Gue gak punya saudara, gue bahkan tinggal di panti asuhan dari lahir. Rasanya bahagia banget pas ada orang yang mau menerima gue dengan apa adanya. Gue bahagia banget ada orang yang mau nerima semua kekurangan gue." Mikael tersenyum dengan sangat manis. Tampak tulus sekali jika wanita itu memang benar bahagia. Bahkan dari sorot teduh Mikael pun Shareen sangat mengetahui bagaimana kondisi sahabatnya itu.
"Baguslah. Gue seneng juga kalau lo bahagia. Kalau ada masalah apapun, jangan sungkan buat cerita ke gue, ya. Gue kan sahabat lo, udah lama juga kita bersahabat, lho. Gue gak mau aja kalau nantinya gue merasa bersalah kalau terjadi apa-apa sama lo sedangkan gue gak tau." Mikael mengangguk, memang dengan siapa lagi Mikael akan berbagi cerita jika tidak dengan Shareen? Hanya Shareen dan Citra yang ia miliki selama ini.
"Itu pasti. Tapi lo jangan khawatir, gue bakalan bahagia selamanya, selama Bryan ada di samping gue. Bryan itu pria paling sempurna yang gue temui. Dia baik ke gue, dia sopan, dia berpendidikan, bahkan dia kaya raya. Kurang apa coba?" puji Mikael secara berlebihan kepada Bryan. Membuat Shareen sedikit bergidik ngeri.
Satu aspek yang tidak pernah tertinggal dalam benak Mikael memang kaya raya. Bukan, bukannya Mikael matre. Gadis itu hanya tidak ingin mengulang kembali kehidupannya yang penuh penderitaan. Selagi jodoh bisa memilih, suami bisa memilih, Mikael mau pria paling sempurna. Tidak ada yang lainnya. Mikael mau itu semua ada di tubuh calon suaminya nanti.
Shareen mengangguk saja, ia membenarkan apa yang memang Mikael katakan. Setelah bertemu dengan Bryan dan sedikit mengenal lelaki tampan itu, semua yang diucapkan oleh Mikael memang benar. Bryan memang sempurna. Akan sangat beruntung sekali istrinya nanti.
"Pas gue ketemu sama Bryan juga gue mikir kayak gitu. Dia sempurna banget coy! Jangan sampai lo sia-siain dia ya, Mik. Lo sendiri yang bilang kalau lo bahagia dan dia adalah pria paling sempurna. Lo harus mempertahankan dia bagaimanapun caranya. Lo harus berkomitmen untuk selalu bersama dia. Dia udah jadi tunangan lo, dan dia bentar lagi bakalan jadi imam lo." Shareen memberikan sedikit wejangan, walaupun Shareen belum pernah merasakan bagaimana rasanya bertunangan dengan seorang pria, setidaknya ia tahu bagaimana cara bersikap yang baik saat sudah diikat oleh cincin. Ia selalu diberikan wejangan seperti itu oleh ibunya.
"Itu pasti. Gue bakalan sangat bahagia kalau sama dia pokoknya. Lo gak usah khawatir, Reen. Sejak awal gue pacaran sama dia, gue udah berkomitmen untuk selalu bersama. Gue bakalan yakin seratus persen kalau dia memang pria yang gue cari selama ini." Mikael sudah lama bertemu dengan Bryan, dan sejauh ini Bryan sangat baik kepadanya. Itulah sebabnya Mikael langsung cocok dan berkomitmen untuk bersama. Andai saja mereka berdua tidak bertemu, jika sudah jodoh ya tidak ada yang bisa melakukan apapun.
"Bagus, yuk makan! Gue laper banget. Mau makan apa lo?" tawar Shareen membuka ponselnya, ia langsung membuka aplikasi antar makanan online dan memilih menu yang pas untuk makan siang karena sudah sangat lapar sekali rasanya.
"Lo mau bayarin gue? So sweet banget sih sahabat gue yang satu ini. Gue mau apa aja deh. Yang penting makan, dah gitu aja." Kan, sudah tahu bagaimana kelakuan dari gadis bernama Mikaely Andela ini? Sangat absurd dan tidak tahu diri, bukan? Berteman dengannya harus siap mental yang banyak supaya tidak absurd tingkahnya.
"Nyesel gue nawarin lo. Beli sendiri aja sana! Bonjrot kalau lama-lama gue ada di Indonesia, bayarin temen gak tau diri kayak lo mulu. Citra sama lo emang gak ada bedanya, matre. Untung gue yang sabar ini berbaik hati dan tidak sombong."