Seorang gadis dengan kacamata cokelat yang bertengger di batang hidungnya memberhentikan mobil di depan kafe yang terlihat sangat cantik. Gadis dengan gaun lilac itu langsung mencabut kunci mobilnya dan mengambil tas yang ada di jok sebelah lalu keluar dari mobil dan berjalan memasuki kafe.
Hatinya sama sekali tidak tergerak untuk membuka kacamata yang dari tadi bertengger di batang hidungnya, tak ada niat sekalipun. Gadis yang memakai high heels dengan warna lilac yang senada dengan gaunnya itu malah menatap lurus ke depan sambil menghampiri meja yang sudah terhias rapi.
"Good afternoon, Guys! How are you today? Iam so sorry, iam late. Jalanan di Jakarta macet banget. Gue sampai masuk gang sempit supaya gak kejebak macet," ujar gadis berkacamata itu sambil mengecup pipi kedua gadis di hadapannya.
"No problem. Lo gak telat banget kali, Reen. Gue sama Citra juga baru sampai, ya gak, Cit?" sahut gadis berambut cokelat yang memakai pita lilac. Gadis itu meminta persetujuan sahabatnya yang bernama Citra.
"Iya, Reen. Gue sama Mikael juga baru sampai beberapa menit yang lalu. Baru pesen makanan." Gadis yang bernama Citra tersebut membalas, ia mengiyakan persetujuan dari sahabatnya yang bernama Mikael. Namanya Citrani, biasa dipanggil Citra. Wanita muda yang masih berusia dua puluh empat tahun ini memiliki kedua sahabat, dan hari ini kedua sahabatnya berkumpul.
"Nah, ayo duduk!" Gadis yang memakai pita lilac itu kembali mempersilakan sahabatnya untuk duduk. "Gue udah pesen makanan kesukaan lo, Reen. Ada vanilla latte dan ada banyak camilan strawberry, terbaik gak gue?" Namanya Mikaely Andela, acap kali dipanggil Mikael. Gadis yang memiliki manik hitam pekat ini memang mengundang para sahabatnya untuk berkumpul karena hari ini acara bridal shower berlangsung.
Bridal shower adalah pesta kecil-kecilan sebelum pernikahan, untuk merayakan masa lajang calon pengantin yang akan segera berakhir.
"Terbaik banget deh lo! Thanks, ya. Calon pengantin emang mantep! By the way congrats ya lamaran lo kemarin, gue gak sempet ke sana karena gue baru pulang dari Singapura. Semoga yang terbaik mengelilingi lo selalu. Lancar acaranya." Sembari meletakkan tasnya, wanita muda berkacamata coklat itu langsung mengambil gelas berisi vanilla latte. Ia sangat menyukai vanilla latte, dan menikmati vanilla latte pasca bermacet-macetan di jalan merupakan pilihan yang baik.
Dan ini pemeran utamanya, namanya Shareen Navirene, gadis berusia dua puluh empat tahun yang bekerja sebagai chief executive officer atau lebih dikenal CEO. Gadis yang menjadi anak tunggal dari pasangan Aditya dan Audrey ini memilih untuk melanjutkan bisnis ayahnya di Singapura. Bolak-balik Jakarta-Singapura membuatnya jarang sekali bertemu dengan para sahabat.
"Thank you so much, Shareen. Lo emang paling baik deh, haha. Lo gimana di Singapura? Lancar semuanya, kan? Gak ada masalah apapun, kan? Kalau ada masalah limpahin aja ke Citra, dia kan tempat pembuangan masalah, canda masalah."
Citra yang mendengar ledekan dari Mikael hanya memutar bola matanya sebal. Ia kembali memasuki dunianya, membaca komik. Entahlah, gadis itu memang aneh. Bukannya di saat seperti ini mereka bercerita dan menghabiskan waktu bersama yang jarang sekali mereka dapatkan, gadis itu malah tetap saja melakukan rutinitasnya. Membaca komik memang salah satu rutinitas gila yang tidak bisa dihentikan pada Citra.
"Lo laknat banget ya, Cit. Lagi bridal shower kayak gini masih aja sempet baca komik, astaga. Temen lo mau nikah ini woy!" tegur Shareen dengan nada tak santai, gadis itu berdecak dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah sang sahabat. "Ntar pas gue di Singapura lo kangen. Lo kan jomblo akut yang gak punya kerjaan," lanjutnya sambil mengejek sedikit.
Citra memang sudah terbiasa mendengarkan itu semua, ia sudah terbiasa menjadi bahan ledekan oleh Shareen dan Mikael. Ia pun sama sekali tak pernah mengambil hati ucapan kedua sahabatnya, bukankah itu semua adalah hal yang wajar yang memang dilakukan oleh para sahabat?
"Yee, Jomblo! Lo juga jomblo karatan kali, gak ngaca banget!" sindir balik Citra sambil menancapkan sedotan di teh kotaknya, ia mulai menyedot teh kotak sambil melanjutkan aktivitasnya, membaca komik.
"Sembarangan!" dengus Shareen tak terima. "Gue bukan jomblo karatan kali, tapi gue ini wanita yang sedang meniti karir, gue lagi nunggu waktu yang tepat."
"Halah!" cibir Mikael dan Citra bersamaan. Mereka berdua sama sekali tidak mengerti dengan pola pikir Shareen. Gadis itu adalah pewaris tunggal keluarga yang terkenal kaya, menjadi seorang CEO di usia muda, karir yang apik, tabungan di mana-mana, tetap saja merasa kurang.
"Lo enak kali, Reen. Lo kan udah jadi Ibu CEO di usia muda, tabungan di mana-mana, lo aja udah punya rumah di Jakarta sama Singapura, pakai acara meniti karir segala. Semuanya bakalan dipermudah kalau lo mau kali, gue yang anak panti asuhan, cuma staff kantor biasa yang hobinya hura-hura aja dua bulan lagi mau nikah. Masa lo kalah?" tantang Mikael sembari mengatakan faktanya.
Mikael memang memiliki masa lalu yang kelam, gadis itu hanyalah seorang anak yatim piatu yang tak tahu bagaimana wujud dari kedua orang tuanya, tumbuh sebagai anak panti asuhan yang serba kekurangan membuatnya menjadi wanita yang selalu menghamburkan uang. Ada gaji sedikit dipakai untuk menyenangkan diri. Tidak ada uang, langsung menghubungi Shareen guna meminjam uang.
"Itu beda lagi, Mik. Yang namanya hidup itu harus ada target, target gue dan target lo beda karena kita emang beda orang, beda kepala, beda keinginan. Gue gak mau menghabiskan waktu muda gue untuk menikah terlebih dahulu, karena menurut gue itu akan menghambat karir dan perusahaan yang sedang gue tangani. Gue masih mau bersenang-senang dan gue masih mau menghabiskan waktu untuk menikmati kesendirian. Coba alasan lo apa, Cit? Kenapa sampai sekarang lo masih jomblo?" Usai menjawab pertanyaan Mikael, Shareen langsung bertanya dan meminta alasan di balik kesendirian Citra.
Citra yang sedang meminum teh kotak pun hampir tersedak. Ia menutup komiknya dan langsung menunjukan jari ke arahnya sendiri. "Gue? Simpel aja sih. Gak ada yang mau menerima gue, mungkin. Ya secara nalar aja, gue ini pemalas, gue cuma jadi beban keluarga, gue cuma kerjanya jadi staff biasa, suka sama komik, judes, cuek, selalu stok teh kotak, gak ada yang mau sama gue kayaknya."
Terlalu menganggap diri sendiri sebagai orang yang tidak ada apa-apanya, itulah salah satu hal paling menonjol daripada Citra. Padahal yang harus kalian ketahui, Citra ini pekerja keras. Citra suka lembur di kantor untuk mendapatkan gaji jauh lebih banyak. Citra suka menyelesaikan tugas paling awal supaya Pak Bos menganggapnya ada, syukur-syukur mengangkat jabatannya. Itu semua Citra lakukan hanya untuk dua hal, beli komik terbaru dan stok teh kotak.
Menurut Citra, hidup ini akan berjalan indah dan tidak menghadapi masalah hanya dengan teh kotak dan komik. Bekerja keras untuk mendapatkan uang, uang digunakan untuk membeli komik dan teh kotak. Sudah, sesimpel itu memang pemikiran dari Citrani.
Shareen dan Mikael hanya menggelengkan kepalanya. Mereka memang sudah menebak akan seperti ini jawabannya. Citra tak ingin membuka dirinya jauh lebih dalam karena memiliki trauma masa lalu yang luar biasa, ayahnya adalah seorang bajingan yang membuatnya menutup diri dari lelaki dan tidak mau membuka hati.
"Skip." Mikael langsung menutup telinga, tidak mau membayangkan jawaban aneh dari Citra. "Lo gak buka kacamata? Di kafe ini gak ada orang selain kita berdua sama pelayan kali, Reen. Lo gak usah malu buat buka kacamata lo itu."