Shareen sudah siap dengan gaun pink yang tengah ia kenakan. Rambutnya yang curly berwarna coklat itu pun ia gerai dengan wajah yang cantik. Bibir tipis dengan polesan lip-tint baby pink pun terpoles indah di wajahnya. Seperti biasa, ia selalu mengenakan kacamata coklat yang selalu bertengger sempurna di batang hidungnya guna menutupi matanya.
"Lo udah siap? Gue minta parfum lo ya, Reen!" teriak Mikael dari kamar sebelah yang dibatasi dengan sekat gorden saja. Shareen yang mendengar hal tersebut langsung dengan gesit mengambil parfumnya dan beranjak ke kamar sebelah.
"Udah, gue yang sebagai tamu malah udah siap, tapi lo yang punya acara belum siap. Nih parfumnya! Jangan kelamaan, time is money!" balas Shareen dengan penuh penekanan di setiap katanya. Ia memberikan botol parfum dengan aroma vanilla latte ke Mikael.
Sejauh ini Shareen sangat baik hati, apapun yang ia punya pasti akan ia berikan jika orang lain meminta. Mungkin ajaran dari orang tua yang sangat kentara sehingga ia menjadi kebiasaan dengan hal tersebut. Mungkin juga karena ia yang sudah menganggap semuanya sebagai keluarga sehingga ia memberikan apapun kepada semua orang.
Jika kalian bertanya mau ke mana mereka saat ini, maka jawabannya adalah pergi makan malam. Namun, makan malam yang sesungguhnya bukanlah makan malam bersama sahabat, ketawa-ketawa lalu curhat dan ujungnya ghibah, tidak, tidak seperti itu konsepnya. Saat ini mereka berdua mau menuju ke kafe untuk menemui calon keluarga dari Mikael.
Ya! Dua bulan ke depan adalah hari pernikahan Mikael dan calon suaminya. Sebelum itu semua terjadi, calon mertua dari Mikael menginginkan makan malam bersama guna menambah dekat hubungan mereka. Dan Mikael yang notabenenya adalah anak panti asuhan, tak tahu lagi harus mengajak siapa. Makanya ia mengajak Shareen sahabatnya untuk menemaninya bertemu calon mertua dan calon keluarga.
Shareen yang mendapatkan permintaan tersebut pun tak masalah, selagi ia bisa pasti akan ia bantu, toh hanya makan malam bersama saja. Bukan acara formal lainnya yang harus dipersiapkan secara matang sebelumnya. Shareen tak masalah. Ia juga memahami bagaimana kondisi Mikael.
Sebenarnya Mikael juga sudah mengajak Citra, namun Citra sedang lembur di kantor sehingga tidak bisa hadir. Alhasil seperti ini. Mikael hanya pergi bersama Shareen saja.
"Gue bagus gak sih pakai gaun kayak gini?" tanya Mikael sambil memutar badannya, membuat Shareen mau tak mau harus menilai itu semua.
Shareen meneliti semuanya dengan teliti. Gaun pink yang sama persis dengannya juga melekat apik di tubuh Mikael, bedanya hanya motif saja. Mata sipit dan manik hitam yang melekat di wajah Mikael seolah mendominasi dari wajahnya.
"Bagus kok, cantik," jawab Shareen dengan jujur. Tak ada niatan sama sekali untuk berbohong.
"Seriusan?" Tak yakin dengan jawaban yang diberikan oleh Shareen, membuat Mikael bertanya kembali. Ia takut jika penampilannya ini ada yang salah atau mungkin tidak sempurna sehingga penilaian calon mertua kepadanya jadi kurang.
Malas membalas dengan suara, Shareen hanya memberikan lambang peace saja. Lagian juga untuk apa Shareen bohong, Mikael memang cantik.
"Lo masih mau pakai kacamata di saat kayak gini, Reen? Lo udah cantik-cantik dan semua itu ketutup gegara kacamata coklat itu loh!" komentar Mikael saat melihat kacamata coklat Shareen tetap bertengger di tempatnya.
Shareen hanya mengangguk acuh. "Kenapa emang? Masalah? Enggak, kan? Gue gak mau ya kalau orang lain tau kalau gue menderita heterechromia. Gue berasa minder aja," ungkap Shareen sembari mendudukkan tubuhnya di ranjang.
Mikael menganga mendengarkan itu semua. Jadi, Shareen masih minder dengan matanya tersebut?
"Ngapain lo minder sih, Reen? Lo itu cantik, justru lo itu unik. Gak semua orang bisa dapet hal yang sekarang lo dapet. Gak semua orang bisa dapet mata warna biru di sebelah kanan dan mata warna hijau di sebelah kiri. Gak usah minder, lo cantik luar dalem."
Mikael menceramahi Shareen, ia tidak mau saja jika sahabatnya ini minder dengan kelebihannya. Untuk apa minder dengan kelebihan coba? Justru kelebihan itu pantas untuk diperlihatkan dan dipamerkan kepada orang lain.
Shareen tak mengindahkan apa yang dibicarakan oleh Mikael. Ia malah meraih tas branded yang senada dengan gaunnya dan langsung merapikan tas tersebut. "Gak usah banyak bacot deh lo! Dah buruan ayo berangkat! Gue males ngomongin sesuatu yang sebenarnya gak mau gue omongin."
***
Shareen dan Mikael sudah sampai di kafe yang dipesan oleh calon suami Mikael. Mereka berjalan dengan pelayanan di kafe tersebut yang memberikan instruksi.
"Silakan, Nona. Tuan Arlan, Nyonya Dena, dan Tuan Bryan sudah menunggu kalian semua," ujar pelayan tersebut sambil membungkukkan tubuhnya. Berlalu meninggalkan Mikael dan Shareen saat mereka berdua mengangguk.
Mikael yang melihat dari jendela perawakan sang calon suami langsung mendorong pintu dan masuk ke ruangan ber-AC tersebut. Ia tersenyum saat mendapatkan senyum manis dari lelaki dengan manik coklat kayu yang meneduhkan itu.
"Selamat malam semuanya!" sapa Mikael sambil menyalami satu persatu orang tua dari Bryan. "Mikael, pacarnya Bryan," ujarnya memperkenalkan diri.
"Cantik banget calon menantu!" puji wanita berusia lima puluh tahunan lebih dengan senyum manisnya. "Ini siapa, Mik?" tanya wanita itu dengan menunjukkan tangannya ke arah Shareen.
Ya, wanita itu adalah Dena, ibu dari Bryan. Notabenenya akan menjadi ibu mertua dari Mikael.
"Ah ini Shareen, Bu. Shareen ini sahabatnya Mikael saat SMA. Karena kebetulan Shareen lagi ada di sini makanya Mikael ajak ikut juga. Gapapa kan, Bu?" jawab Mikael sembari memperkenalkan sahabatnya.
Shareen yang diperkenalkan seperti itu pun langsung tersenyum sambil menyalami Dena. "Shareen, Bu. Saya sahabatnya Mikael."
"Cantik ya kalian berdua. Tentu aja gapapa dong. Lagian makan malam ini kan bebas, tidak terlalu formal sekali. Tenang aja, kita gak bakalan gigit kok," sahut Dena dengan aura ramahnya. Ia memang ramah kepada siapapun, bukan tipikal ibu penuntut yang keinginannya harus dipenuhi. Bukan tipikal ibu yang mengharuskan anaknya seperti ini, menantunya seperti itu dan lain sebagainya.
Menurut Dena ketidaksempurnaan adalah hal yang sangat wajar, selagi ia mampu menerima semua ketidaksempurnaan orang lain, itu bukanlah masalah yang besar. Justru ia tidak mau mempunyai calon menantu terlampau sempurna sehingga seolah merasa dirinya sendiri bodoh.
"Sini, Sayang!" kata Bryan sambil menepuk kursi di sebelah pria itu. "Oh iya kamu di sini Shareen," lanjutnya sambil menepuk kursi yang tersisa.
Shareen dan Mikael pun langsung menuju ke tempat duduk mereka masing-masing. Menatap ke arah meja makan, sudah terhidang banyak makanan dengan menu yang tentunya dinilai bombastis.
"Suka semua menu kan, Reen, Mik?" tanya Dena lagi dengan tatapan ramah.
"Suka, Tante." Kedua gadis itu menyahut.
"Kamu kenapa pakai kacamata coklat terus, Reen? Ada masalah, kah?"