Chereads / Pernikahan Darurat / Chapter 7 - 7. Dinner

Chapter 7 - 7. Dinner

Sesuai yang sudah dijanjikan oleh Bryan, pria tersebut akan mentraktir Shareen makan malam. Mereka berdua singgah di salah satu rumah makan ternama yang ada di mall ini. Saat ini waktu menunjukkan pukul tujuh malam, itu artinya sudah lima jam mereka bersama. Hanya berdua saja, bukan menemani Mikael dan Bryan yang sedang pacaran, malah menemani membuat surprise untuk Mikael.

Mungkin jika ada salah satu orang yang ditanyai oleh Bryan dan Shareen mengenai pandangan mereka, mereka akan menjawab bahwa Bryan dan Shareen nampak seperti sepasang kekasih daripada sekadar teman saja. Sifat mereka yang sebelas dua belas menandakan bahwa mereka memang satu server. Apapun yang mereka bercandakan akan menjadi bahan tertawaan bersama. Mereka akan saling terpingkal satu sama lain.

Bahkan sedari tadi pun mereka sudah mulai bercanda, dari mereka yang memesan sembarang menu sampai mereka yang membuka kamera lalu menjepret secara asal muka aib satu sama lain. Bryan seolah menemukan sosok wanita yang satu server dengannya, tidak jaim satu sama lain, tidak menutupi sifat yang mereka miliki. Shareen itu orangnya terbuka. Shareen memiliki banyak sekali keunikan yang mungkin tidak dimiliki oleh wanita lain, salah satunya adalah topik pembicaraan. Jika berbicara dengan Shareen, tidak ada yang namanya kehabisan topik. Apapun akan dibicarakan.

Makanan yang mereka semua pesan sudah sampai di meja makan, sebenarnya menu yang tidak pas untuk makan malam pasalnya mereka belum makan nasi dari tadi siang. Mereka memesan ramen dengan segala menu Jepang yang meliputinya. Shareen langsung tersenyum saat melihat pesanannya itu. Semenjak berada di Singapura memang dirinya menginginkan ramen.

"Thank you, Bryan! Baik banget deh jadi cowok, kalau kayak gini aku sih izinin kamu sama Mikael, yang terpenting bahagiain dia, ya. Dia udah terlalu lama menderita. Gas sekarang nikahnya juga gapapa!" ledek Shareen dengan suara cemprengnya. Bagi Shareen siapapun yang membelikannya makanan adalah orang baik, tidak perlu dipungkiri lagi lainnya.

Bryan mengulas senyum dengan manis saat melihat tingkah wanita di hadapannya ini. Ia hanya bisa mengacak rambut Shareen dengan kekehan kecil saja. "Dah, abisin ya pokoknya! Kalau mau nambah jangan sungkan-sungkan, bilang aja! Supaya nanti kamu tumbuh gede, gak kurus terus."

Shareen membelalakkan matanya kaget mendengar penuturan dari Bryan, ia kira pria tampan itu akan kapok mentraktirnya makan karena porsi yang tidak stabil dan tidak umum untuk sebuah traktiran. "Seriusan? Oke kalau kamu maksa, aku gak bakalan sungkan kok, ntar aku tambah sekalian beli restorannya sama pegawainya."

"Sembarangan!" Bryan langsung menoyor dahi Shareen, dan balasan gadis itu hanya terkekeh penuh senyuman dengan geli. Kepribadian dari Shareen itu membuat Bryan sering tertawa hari ini. Mungkin sudah over dosis.

Setelah tertawaan mereka selesai, mereka langsung fokus ke makanan masing-masing. Tidak ada lagi yang berniat bercanda, tidak ada lagi yang berniat membuka obrolan juga.

Shareen makan dengan penuh semangat, sampai kuah ramen bercecer ke mana-mana. Bryan yang melihat hal tersebut pun hanya bisa menggelengkan kepalanya, dewasa tapi kelakuan masih seperti anak kecil. Memang hanya Shareen yang seperti itu.

"Kamu emang keturunan punya mata kayak gitu?" tanya Bryan yang mulai membahas hal privasi. Sebenarnya Bryan takut kalau Shareen tersinggung, namun mau bagaimana lagi? Ia penasaran bukan main. Menurutnya keunikan adalah hal yang terbaik, dan keunikan mata yang ada dalam tubuh Shareen adalah keunikan yang luar biasa. Tidak semua orang memiliki keunikan tersebut.

Shareen berdeham, gadis itu meraih tisu yang ada di dalam kotak tisu lalu mengelap bibirnya yang terdapat banyak sekali cipratan kuah ramen. Sebelum menjawab, seharusnya kita bersiap dulu, bukan? Setidaknya Shareen pernah diajarkan bagaimana etika makan yang benar, oleh sebab itu gadis cantik ini melakukannya. Menurut Shareen pelajaran akan menjadi sia-sia jika tidak diamalkan.

"Nenek aku yang udah meninggal emang sama kayak aku, dia juga punya bola mata yang hijau sama biru kayak gini. Sebenarnya aku sama sekali gak mau diturunin ini semua, aku gak nyaman aja saat semua orang menatap aku seolah mengintimidasi. Aku gak suka jadi pusat perhatian." Shareen menjawab dengan jujur. Mencurahkan semua isi hatinya yang memang terasa mengganjal. Bryan pun mendengarkan itu semua dengan baik. Ia tahu bagaimana rasanya menjadi Shareen, pasti akan sangat melelahkan saat menjadi pusat perhatian karena penampilan.

"Kenapa? Aku suka mata kamu kayak gitu. Semua orang juga suka kali mata kamu kayak gitu. Menurut aku unik dan cantik. Kamu gak perlu minder, gak perlu malu juga. Semuanya itu udah diatur supaya jadi yang terbaik. Kamu unik dengan segala yang kamu miliki. Jangan pernah berkata tidak ingin pada takdir yang memang sudah terjadi. Itu semua tidak bisa diubah, harus kita jalani dan kita syukuri sepenuh hati." Bryan memberikan sedikit kata-kata untuk menguatkan Shareen. Pria itu memang termasuk pria pendengar yang baik. Selalu ada balasan setiap curhatan yang dilontarkan. Balasannya pun tidak menyakitkan.

Kalian pasti tahu bagaimana balasan menyakitkan nan menyebalkan di saat kita curhat. Ada yang malah memojokkan, ada yang malah mengolok-olok, bahkan ada juga yang malah mengadu nasib. Mungkin curhat dengan pria jauh lebih nyaman karena pria tidak akan mengadu nasib, atau bahkan tidak mengolok-olok. Atau mungkin ada beberapa pria yang seperti itu? Entahlah.

"Dulu nenek juga mengatakan hal yang sama. Dia bilang kalau dia sangat bahagia memiliki manik mata yang berbeda dengan orang lain. Dia bilang kalau dia istimewa karena memiliki sesuatu yang tidak semua orang miliki. Aku pun sekarang bahagia, aku sangat bahagia karena aku istimewa. Namun terkadang aku memang merasa sedikit tidak nyaman menjadi pusat perhatian. Aku selalu diolok-olok oleh semua teman. Dulu aku sering sekali menjadi bahan perundungan. Aku selalu ditertawakan, dikatakan aneh. Beruntung di saat aku menemui Citra dan Mikael, mereka tidak menatapku aneh. Mereka mau berteman denganku."

Satu hal yang memang sangat Shareen syukuri sampai saat ini tentu saja bertemu dengan Mikael dan Citra. Hanya mereka yang menganggap Shareen sebagai teman. Hanya mereka berdua yang selalu melindungi Shareen dari bahan perundungan. Mungkin semua orang merasa Shareen aneh, tapi mereka berdua tidak menganggap demikian.

"Manusia memang aneh, ada beberapa golongan yang memiliki kelebihan masing-masing, tetapi mereka malah diolok-olok. Ada yang karena albino, ada yang karena manik matanya berbeda, ada yang terlalu pucat, ada yang terlalu gelap kulitnya. Aku aja sampai heran, kapan mereka semua berhenti menatap orang dari covernya? Bukankah yang terpenting adalah sifatnya? Selagi sifatnya baik seharusnya mereka rangkul, bukan malah dirundung seperti itu."

Pola pikir orang mengenai cover memang sudah sangat keterlaluan, mungkin hanya ada segelintir orang yang seperti Bryan, mereka yang mau berteman tanpa memandang apapun, hanya memandang sifat.

"Semoga semakin banyak orang yang berpikiran terbuka dan luas sepertimu."