Rasanya akan sangat bahagia jika kita bisa menghabiskan banyak waktu bersama sahabat. Shareen pun demikian, ia merasa sangat bahagia saat kembali ke Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang menyimpan banyak sekali kenangannya. Indonesia juga merupakan negara di mana Shareen dilahirkan. Meskipun di dunia ini tidak selamanya bahagia, tentu ada saja sedihnya. Indonesia juga begitu, menyimpan banyak luka lama bagi Shareen, namun luka lama itu sudah banyak Shareen kubur dalam-dalam. Indonesia tetap istimewa.
Shareen bahagia akhirnya bisa kembali memijakkan kakinya di sini, di kota kelahirannya, Jakarta. Ia bahagia karena bisa bertemu dengan kedua sahabatnya yang sudah lama sekali tak ia temui. Ia juga bahagia karena bisa memeluk dengan erat tubuh sahabatnya. Apalagi alasan kembalinya Shareen ke Jakarta adalah bridal shower Mikael. Siapa yang tidak senang sekaligus bahagia jika begini alasannya? Melihat sang sahabat sudah dipinang oleh seseorang dan sebentar lagi akan melepas status sebagai gadis.
Shareen menatap Mikael dengan lekat, memandang wajah ayu gadis yang ada di hadapannya ini. Dulu, lebih tepatnya enam tahun yang lalu mereka berdua saling mengenal untuk yang pertama kalinya. Perkenalan mereka cukup singkat, hanya karena ospek pada umumnya. Lalu kebetulan mereka satu fakultas dan akhirnya bersahabat dengan baik.
Masih tersimpan di benak bagaimana Mikael dan Citra mengulurkan tangannya kepada Shareen saat dirundung oleh beberapa teman seangkatan. Memiliki keunikan tersendiri memang terkadang menjadi sesuatu yang rancu untuk orang lain. Seperti halnya Shareen. Meskipun keunikannya membuat mata Shareen terlihat lebih ayu, tetapi tetap saja. Semua orang akan memandang hal tersebut rancu.
"Gue inget banget pas dulu gue alergi panas. Pertamanya gue tuh pusing banget, bingung mau gimana sampai akhirnya lo yang liat gue lemes langsung nyamperin gue dan kasih topi untuk lindungi diri dari sinar matahari. Lo juga nawarin gue minuman terus akhirnya gue udah merasa mendingan. Abis itu gue inget banget pas di ruangan ada cewek yang mojok sambil megang teh kotak sama baca komik. Hal yang langka dan ajaib untuk dilakukan di kampus, sih. Apalagi masih mahasiswa baru dan lagi masa-masa ospek." Shareen langsung tersadar dari pikirannya. Ia tersenyum dan mengangguk kecil saat mendengarkan apa yang Mikael katakan.
Ya, ini semua benar. Dulu mereka bertemu karena alergi panas yang terjadi oleh Mikael. Mikael terlihat sangat pucat pasi lalu Shareen yang membantu memberikan topi supaya tidak merasa sengatan langsung dari matahari. Shareen juga memberikan air mineral supaya dahaga cepat hilang.
"Udah gitu pas Citra diajak kenalan dia malah bilang gini, gue gak butuh teman dan gak butuh kenalan segala macem lah, tapi kalau kalian ngasih gue teh kotak lima bungkus bisa dibicarakan baik-baik." Shareen mengikuti perkataan serta gaya yang Citra lontarkan untuk pertama kali. Dengan polosnya gadis bermanik coklat itu memberikan sebuah ucapan yang tak pernah terbayangkan oleh siapapun.
Kedua gadis yang sedang mengingat hal tersebut langsung tertawa terbahak-bahak. Apalagi mengingat wajah penuh bingung yang dilontarkan oleh Citra saat mereka berdua bertanya komik apa yang gadis itu baca.
"Citra itu emang polos-polos matre, uang saku gue langsung abis setelah ajak dia berteman. Dia minta gue beliin lima kotak teh kesukaan dia. Padahal mah kalau kita gak beliin dia teh gak rugi, ya?" Mikael tersadar atas apa yang enam tahun lalu ia lakukan. Entah sudah takdirnya untuk berteman atau karena otak Mikael yang saat itu tertinggal jadi manut-manut saja, Mikael pun tak tahu.
"Lah iya ya. Gue juga baru sadar. Padahal kan kalau kita decih terus lalu gitu aja tanpa beliin Citra teh kotak dia gak bakalan tersinggung atau apapun." Shareen pun sama, merutuki kebodohan yang baru saja ia sadari. Beberapa detik kemudian tawa kembali mengudara di antara mereka berdua.
Mikael melempar bantal yang dari tadi ia pegang ke arah Shareen, lalu Shareen tak tinggal diam. Ia membalas apa yang Mikael lakukan dengan hal yang sama. Akhirnya kedua gadis tersebut terlibat dalam perang bantal. Mereka berhenti setelah ngos-ngosan dan bercucuran keringat. Merebahkan tubuhnya di ranjang yang bersebelahan lalu saling menatap satu sama lain.
"Udah jadi nasib kita kayaknya temenan sama tuh bocah. Pasti tuh bocah lagi baca komik sekarang. Apalagi sekarang waktunya makan siang, bukannya ke kantin dia malah ngedekem bae di ruangan." Shareen melirik jam dinding yang ada di atas televisi. Mengangguk serta menyetujui apa yang dikatakan oleh Mikael.
Citra itu gadis yang unik bin aneh bin ajaib. Gadis polos tetapi materialis. Bukan, bukan matre yang pada umumnya dilakukan oleh wanita lain. Matre di sini adalah matre tentang komik dan teh kotak. Menurut Citra, semua orang baik jika memberikan dua kesukaan gadis itu. Tanpa memandang apa maksud dari orang yang secara percuma memberikan kesukaan Citra, intinya Citra anggap baik begitu saja.
"Gue gak ngerti sama pola pikir Citra, deh. Apa dia bakalan nikah sama cowok yang suka ngasih dia komik sama teh kotak, ya? Kayaknya kalau nikah sama cowok itu dia bahagia banget. Setiap gue liat mereka lagi berdua juga senyumnya Citra tuh kayak lagi kesengsem gitu." Mikael memulai topik ghibah untuk pertama kalinya, dilanjutkan dengan kernyitan dahi Shareen yang glowing.
"Hah? Cowok? Siapa, njir? Kok gue gak tau sih?" Sungguh, Shareen merasa sangat terkhianati jika seperti ini jadinya. Ia akan merasa sangat bersalah karena tidak mengenal sahabatnya dengan betul.
"Namanya tuh Riyan. Dia deket gegara satu transportasi sama Citra pas on the way ke kantor. Nah Citra kan gak pernah bisa liat tempat tuh, dia baca komik di manapun yang dia suka, terus akhirnya Riyan tanya ke Citra itu komik apa terus Citra bales deh sampai akhirnya mereka deket. Baru beberapa minggu ini sih deketnya, Citra lupa cerita ke elo, kali." Mikael menceritakan apa yang ia tahu, Mikael juga sebenarnya tidak tahu banyak. Namun pernah sesekali menemani Citra bertemu dengan Riyan dan akhirnya diceritakan awal mula mereka bertemu. "Gue juga gak diceritain sama Citra, malah diceritain sama Riyan pas ketemu," lanjutnya.
"Gila! Citra awas aja! Gak cerita apapun ke gue, kejam banget, sih. Nangis kalau gitu gue mah." Shareen merajuk, merasa dikhianati karena Citra belum menceritakan apapun kepadanya.
"Gue udah tunangan, bentar lagi nikah. Citra ada someone, lo kapan?" sindir Mikael tanpa merasa bersalah sedikit pun. Padahal Mikael tahu jika Shareen tidak menyukai pembahasan tentang ini semua. Mikael tidak pernah menyukai pembahasan mengenai percintaan.
"Jangan mulai, deh! Lo kan tau sendiri kalau gue males banget sama drama percintaan. Gue belum mau untuk saat ini. Gue juga belum merasa siap untuk cinta ke seseorang. Gue takut orang itu malah nyakitin gue dan akhirnya gue trauma. Lo tau sendiri lah Mik, gue orangnya paling gak bisa dan paling takut sama yang namanya trauma. Rasanya kayak gak ada jalan lagi setelah trauma terjadi."
Mikael tahu, sangat tahu sekali bagaimana perasaan Shareen, memang di antara ketiga sahabat tersebut Mikael lah yang paling care dan paling peduli pada Shareen dan Citra. Mikael terkadang menjadi pendengar yang paling baik serta seseorang yang maju paling depan jika ada masalah.
"I see. Gue tau semuanya, Reen. Tapi lo gak bisa selamanya takut, karena sesungguhnya ketakutan itu dilawan. Oke lah kalau lo merasa takut kecewa dan lain sebagainya, itu manusiawi dan wajar banget untuk terjadi. Tapi yang namanya hidup gak akan jauh-jauh sama yang namanya sakit. Sakit hati itu pasti. Positive thinking aja."