Chereads / Suamiku adalah Mantan Kekasihku / Chapter 22 - 22. Persembunyian

Chapter 22 - 22. Persembunyian

Evelyn menatap dirinya di depan cermin, gadis yang mengenakan piama itu memikirkan banyak hal hari ini. Hari ini adalah hari terakhirnya menjadi seorang gadis, pasalnya besok adalah hari pernikahan. Besok semuanya akan dimulai, besok semuanya akan berubah. Besok semua kebohongan yang mengatasnamakan kebaikan itu akan terjadi. Malam ini malam terakhir Evelyn tidur sendiri, mungkin malam-malam berikutnya ia akan tidur dengan Davit?

Gadis yang rambutnya digerai itu mengambil napas dalam-dalam, menenangkan dirinya yang dari tadi gemetar, entah apa sebabnya. Apa iya seorang Evelyn Adelia Milly nervous? Ah yang benar saja, mana mungkin.

Oh ayolah Evelyn, kau sudah banyak mengikuti lomba model yang luar biasa, ini semua jauh lebih ringan daripada lomba tersebut, kau tak boleh grogi maupun gugup. Tenang saja, santai.

TING!

Suara notifikasi ponsel membuat pikiran Evelyn buyar, gadis itu mengambil ponsel yang ada di nakas dan melihat room chatnya dengan Robert.

Jika kalian semua bertanya apakah Robert tahu mengenai ini semua, tentu saja jawabannya tidak. Robert tidak mungkin tahu. Robert tidak mungkin diberitahukan oleh Evelyn. Justru Evelyn menutup semua ini secara rapat-rapat.

Robert.

[Malam, Sayang. Kamu lagi ngapain nih? Tumben banget gak bawel, gak chat aku, kan aku kangen.]

Evelyn.

[Malam, Sayang! Aku baru pegang handphone hehe, maaf ya. Seriusan kamu kangen? Mau telepon? Yuk!]

Robert.

[Boleh, telepon aja.]

Membaca chat yang dikirim oleh Robert membuat Evelyn tersenyum, ia langsung menekan ikon telepon dan menelepon kekasihnya itu.

"Selamat malam, Tuan Putri!" sapa Robert yang berada di seberang telepon sana, suaranya benar-benar teleponable sekali. Hati Evelyn jadi adem dibuatnya.

"Selamat malam, Sayang! Kamu lagi apa nih? Seriusan kangen selama gak aku bawelin?" tanya Evelyn dengan tubuh yang beranjak dari depan cermin ke tempat tidur, merebahkan tubuhnya di sana.

"Iya kok, seriusan. Aku kangen banget sama kamu. Seharian gak dapet bawelan dari kamu itu gak asik. Kamu ke mana aja, sih? Tumben banget gak pegang handphone, biasanya juga pegang handphone terus."

Evelyn tersenyum, mendengar suara Robert membuat hatinya teriris, sakit sekali. Ia harus membohongi Robert, ia harus melepaskan Robert, ia bahkan harus mengkhianati Robert yang tak pernah mengkhianatinya. Hatinya tersayat. Tak pernah menyangka jika akan seperti ini pada akhirnya.

"Emm, tadi ibuku minta bantuan gitu lah, dia masak, beresin rumah, makanya aku baru selesai semuanya." Ya, benar! Itu adalah alibi seorang Evelyn. Ibunya memang membersihkan rumah, tapi Evelyn tidak membantu semuanya, ada pembantu yang membantu itu semua. Tentu saja membersihkan rumah untuk acara akad nikah besok.

Evelyn telah menyembunyikan pernikahannya. Evelyn telah menyembunyikan segalanya. Tidak menceritakan kepada siapapun, hanya keluarga saja yang datang. Ah iya, kemungkinan keluarga Edelweiss datang, hanya itu saja.

Evelyn tak memublikasikan pernikahannya dan mengancam semuanya untuk tidak membeberkan apapun. Evelyn tidak mau ada yang tahu mengenai hubungan pernikahannya dengan Davit.

"Oh gitu, kamu udah makan malam kan, Sayang? Aku khawatir kamu sakit kalau gak makan malam soalnya." Perhatian yang sama, Robert masih tetap memerhatikan Evelyn begitu dalam. Robert tetap sayang kepada Evelyn. Evelyn yakin jika nanti ia akan menikah dengan Robert selepas berpisah dengan Davit.

Evelyn yakin jika Robert menyayanginya dan tidak mungkin melepaskan Evelyn begitu saja, Evelyn yakin bahwa Robert akan menerima semuanya dan akan menerima Evelyn. Seyakin itulah Evelyn.

"Aku udah makan kok, Sayang. Kamu gimana? Udah makan belum? Aku juga khawatir kalau kamu sakit, jangan sakit, ya. Aku khawatir kamu kenapa-kenapa, aku khawatir kalau kamu gak ada kabar, pokoknya aku selalu khawatir sama kamu."

"Udah makan, kok. Jangan khawatir terus, dong. Kan aku gak ke mana-mana, aku gak akan ninggalin kamu. Aku masih ada di sini. Aku masih ada sama kamu. Aku gak akan pergi, Sayang. Kan aku sayang banget sama kamu. Gimana, sih? Emang kamu mau kalau aku pergi?" Suara lembut yang terlontar dari bibir Robert semakin mengiris hati Evelyn, membuat buliran bening jatuh dari pelupuk matanya.

Evelyn sedang menangis dalam diam, pernah merasakan hal demikian? Sakit, sangat sakit sekali rasanya. Katanya semakin sakit lukanya, semakin tak bersuara tangisannya. Apakah benar demikian?

"Janganlah! Aku gak mau ya kalau kamu sampai duain aku, kalau kamu pergi apalagi kamu lupain aku. Aku sayang banget sama kamu. Gak ada di pikiran aku untuk ninggalin kamu. Kamu janji gak akan ninggalin aku, kan? Kamu janji akan tetap setia di sampingku, kan?"

"Iya, janji, Sayang. Gak akan pergi dari kamu, gak akan pernah ninggalin kamu. Pokoknya aku janji akan tetap ada di samping kamu. Kamu gak boleh sedih, kamu gak boleh nangis. Aku tau kalau kamu lagi nangis dalam diam, kan? Ayo hapus air matanya, jangan nangis lagi. Aku gak mau kalau kamu nangis. Aku gak mau kalau kamu sedih. Tuan putri harus bahagia dong. Aku sayang kamu."

"Siap, Pak Bos! Aku juga sayang sama kamu hehe. Iya deh gak nangis. Tau dari mana kalau aku nangis, nih?" Evelyn menghapus air matanya, memastikan tak ada buliran yang masih membasahi pipinya.

"Dari suara kamu yang serak, aku kan hafal semuanya tentang kamu, hehe. Udah sekarang kita bahas yang lain aja. Hari ini gimana kabarnya? Apakah hari ini adalah hari yang baik? Hari yang buruk? Atau bahkan hari yang biasa saja?" tanya Robert yang tak mau memperbesar tangisan Evelyn, ia tak mau Evelyn sedih. Mengganti topik dan gudangnya topik adalah Robert yang sesungguhnya.

"Baik, aku gak tau kalau besok. Hari ini ada banyak pembelajaran yang bisa aku ambil. Ada banyak pembelajaran hidup yang bisa aku pelajari juga. Gak semua yang kita mau akan bisa kita dapatkan begitu saja. Cukup menarik, aku bahkan lupa kalau selama ini hidup bukan untuk senang-senang saja. Ada pembelajaran yang bisa aku ambil lagi juga, bahwa kita gak bisa memaksakan apapun, kadang ada beberapa hal yang menurut kita baik tapi di orang lain mungkin buruk. Ada beberapa hal yang menurut kita biasa aja, justru menurut orang lain itu sesuatu yang istimewa. Banyak lagi pokoknya."

Evelyn memang kerap kali membicarakan bagaimana harinya, apakah baik atau buruk. Ia bahkan menceritakan bagaimana pembelajaran yang ia ambil hari ini, maklum saja, anak tunggal. Semua keinginan Evelyn pasti didapatkan dengan mudah, sehingga Evelyn terbentuk menjadi gadis yang keras kepala, pembelajarannya tentang kehidupan bukan terjadi di orang tua, melainkan bagaimana harinya berjalan.

"Tapi aku gak tau besok gimana. Aku berharap besok akan tetap menjadi hari yang baik. Aku berharap besok masih bisa tersenyum, entah realitanya bagaimana."