Davit tersenyum saat melihat pantulan dirinya yang ada di dalam cermin, sangat tampan dengan tuxedo hitam yang elegan. Pria itu akan menjadi suami dari Evelyn hari ini, pria itu akan menikah dengan seseorang yang ia cintai beberapa tahun ke belakang. Ya, walaupun pernikahan ini tidak bisa disebut dengan pernikahan yang istimewa, lebih tepatnya justru disebut pernikahan yang tak terencana dan akan menjadi malapetaka bagi Davit.
But, not bad, no problem. Davit sangat menikmati semua karunia yang diberikan Tuhan. Davit hanya menjalani apa yang ditakdirkan untuknya, meskipun ujungnya nanti Evelyn akan memilih sang kekasih dan menceraikan Davit, tak masalah. Davit harus ikhlas dan harus menerima. Mungkin itu yang Evelyn inginkan, mungkin itu yang membuat Evelyn bahagia. Davit tidak boleh egois, bukan? Yang terpasti dan yang paling penting saat ini adalah, ia sangat menikmati jalanan takdirnya.
Davit sangat enjoy dengan perjodohan ini. Ini memang pernikahan yang ia inginkan, ini memang pernikahan yang ia idamkan. Walaupun tidak dengan Evelyn yang menganggap ini hanyalah bahan persetujuan.
"Gimana Davit? Udah siap, kan?" tanya Tuan Anderson yang menatap wajah putranya dengan takjub. "Yuk kita berangkat sekarang, keluarganya Evelyn udah nunggu. Mempelai wanita juga udah nunggu dari lama, gak baik lho membuat mempelai wanita menunggu."
Davit menggelengkan kepalanya sambil tersenyum malu. "Ah, Ayah! Bisa saja menggoda Davit!" decaknya tersipu.
"Bukan menggoda, kan memang itu kenyataannya." Nyonya Camilyn turut memberikan pro pada sang suami, ikut menggoda sang putra yang tampan dengan tubuh kekarnya.
"Udahlah, Bu! Lebih baik kita langsung berangkat sekarang."
Tuan Anderson, Nyonya Camilyn, dan Davit berjalan memasuki mobil mewahnya, mereka berdua akan menuju rumah Evelyn yang terbilang cukup jauh. Kira-kira memerlukan waktu dua puluh menit untuk menempuh perjalanan tersebut.
Sejak semalam Davit sudah menghafalkan ijab qobul yang seharusnya ia hafalkan, jujur saja hal tersebut adalah hal yang paling susah, di mana Davit tidak pernah menemuinya selama sekolah. Otak Davit selalu saja ngeblank saat melafalkan ijab qobul tersebut, dari nama yang terbalik sampai yang terbata-bata. Intinya susah, sudah gitu saja.
"Bu, Yah, ini gak ada lafal yang lebih pendek apa? Davit gak bisa hafal, takutnya terbata-bata pas ijab qobul nanti," keluh Davit pada ayah dan ibunya, mendengar keluhan Davit tersebut sontak membuat Tuan Anderson dan Nyonya Camilyn tertawa terbahak-bahak, ya ada-ada saja. Mana ada menikah menawar ijab qobul, aneh.
"Ya gak ada, dong! Mana ada ijab qobul pakai nawar! Lagian itu udah pendek banget, Vit. Masa otak cerdas kamu gak bisa hafalin itu semua? Payah, nih!" Tuan Anderson yang sedang menyetir mobil melirik ke arah putranya, ada-ada saja. Dirinya paham betul apa yang sedang Davit rasakan, pasalnya dulu juga ia merasakan hal yang sama. Mungkin ada istilahnya, nikah syndrom? Atau apa? Entahlah.
"Aish! Davit gak bisa inget apapun! Davit buntu banget intinya. Davit takut nanti pas ijab qobul tuh kelupaan, atau terbata-bata," keluhnya lagi.
"Gak akan, Vit. Ayah juga dulu gitu, semakin dihafalkan semakin susah, semakin puyeng gak tau mau apa, akhirnya ayah diamkan saja, pas melafalkan ijab qobul tersebut ayah berdoa semoga lancar, ayah tarik napas dalam-dalam, abis itu plong, semuanya berjalan tanpa salah sedikit pun. Ayah yakin kamu pasti bisa, yang merasakan hal tersebut bukan cuma kamu saja, kok. Ada banyak yang merasakannya, semua laki-laki kayaknya."
Iyakah? Davit sedikit tidak percaya dengan hal tersebut, apakah itu yang dinamakan nervous menjelang akad? Davit kira hanya Davit yang merasakannya, Davit kira kapasitas otaknya yang susah menghafalkan lafal tersebut.
"Coba kamu lafalkan lagi!" perintah Nyonya Camilyn yang langsung membuat Davit menarik napas dalam-dalam.
"Saya terima nikah dan kawinnya Adelia Milly—"
"Evelyn Adelia Milly," koreksi Nyonya Camilyn dan Tuan Anderson bersamaan, membuat Davit menepuk dahinya.
"Coba lagi, jangan patah semangat." Nyonya Camilyn menyemangati sang putra.
"Saya terima nikah dan kawinnya Evelyn Adelia Milly dengan—"
"Lho, bintinya mana?" koreksi Tuan Anderson yang menyadari kesalahan putranya lagi. Hal tersebut tentu saja membuat Davit menghela napas gusar.
"Susah!"
"Udah, Davit. Nanti juga bisa."
***
Evelyn keluar dari kamarnya dengan tangan yang gemetar, tadi ayah dan ibunya mengatakan bahwa Davit dan kedua orang tuanya sudah berada di depan, oleh karena itu Evelyn diminta keluar supaya ijab qobul cepat berjalan. Gaun yang cukup panjang dengan model yang elegan membuat Evelyn terlihat sangat cantik, aura modelnya benar-benar nampak sekali.
"Seriusan deh, Lyn, kamu cantik banget, Davit pasti suka banget sama kamu," ujar Edelweiss yang membuat Evelyn sedikit tersipu malu, tolong highlight sedikit, ya. Evelyn masih tetap tidak suka dengan pernikahan ini, menurutnya pernikahan ini adalah pernikahan yang paling menyusahkan.
"Diem, deh!" Bukannya mengatakan terima kasih atau malu-malu kucing, Evelyn malah membalas dengan sinis perkataan Edelweiss, takut dikiranya mengharapkan Davit dan pernikahan ini.
"Anak ibu cantik banget, deh. Yuk turun! Davit sama Tante Camilyn sama Om Anderson udah ada di bawah!" ajak Nyonya Gracia yang langsung menggiring putrinya untuk turun.
Posisinya seperti ini, Nyonya Gracia berada tepat di sebelah kanan, sedangkan Edelweiss berada tepat di sebelah kiri Evelyn. Mereka mengantarkan Evelyn menuju pelaminan.
Satu persatu lantai sudah berhasil mereka pijaki, kini lantai terakhir untuk menuju lantai satu, lantai di mana semua orang sudah menatap Evelyn dengan takjub. Evelyn memang sangat cantik dengan gaun putihnya yang elegan.
Dengan sangat yakin Nyonya Gracia dan Edelweiss langsung menuruni anak tangga, membuat Evelyn juga turut menurut. Hap! Sudah sampai! Saat ini Evelyn hanya tinggal berjalan beberapa meter lagi dan tinggal duduk di pelaminan.
Davit yang masih menatap Evelyn langsung tersadar saat Evelyn sudah duduk di sampingnya, ia tersenyum teringat beberapa menit lagi statusnya akan berubah.
Evelyn sebentar lagi akan menggunakan nama terakhirnya. Nyonya Evelyn Archer. Sudah bukan lagi Evelyn Adelia Milly. Sudah bukan lagi putri tunggal dari keluarga Milly, melainkan menantu dari keluarga Archer.
"Sudah siap, Davit?" tanya Tuan Watson yang tersenyum lebar melihat calon menantu begitu memandang putrinya. Ia memang tak pernah salah pilih, Davit adalah pilihan yang paling baik.
"Sudah," jawab Davit sambil menetralisirkan keadaannya yang sedikit nervous.
"Kalau seperti itu, ikuti ijab qobulnya, ya."
Davit mengangguk, langsung menjabat tangan Tuan Watson dan menarik napas dalam-dalam, semoga saja nanti ia tidak dipermalukan oleh dirinya sendiri dengan membuat kesalahan.
"Saudara Davit Archer bin Anderson Archer, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak saya yang bernama Evelyn Adelia Milly dengan maskawin seperangkat alat sholat dibayar tunai!"
"Saya terima nikah dan kawinnya Evelyn Adelia Milly binti Watson Milly dengan seperangkat alat sholat dan maskawin tersebut dibayar tunai!"
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"SAH!"