Usai acara ijab qobul, Evelyn dan Davit langsung menuju bandara, mereka berdua sudah dipesankan tiket menuju salah satu destinasi yang terkenal, kata para orang tua yang membelikan tiket tersebut, mereka ingin Davit dan Evelyn honeymoon, ada-ada saja memang.
Honeymoon macam apa coba? Paling mereka berdua hanya berdiam diri saja, tanpa mau melakukan apapun. Ingat, Evelyn tidak mau disentuh dan tidak akan mengizinkan Davit untuk menyentuhnya.
"Ibu ngapain beli tiket segala macam, sih? Kita kan bisa langsung pergi ke rumah Davit, gak perlu acara ke luar kota segala," rajuk Evelyn sambil mencibirkan bibirnya. Kedua tangannya didekap di depan dada.
"Gapapa, dong. Itu namanya hadiah pernikahan, kan kamu baru aja menikah, apalagi menikahnya diam-diam kayak gini. Jadinya kita semua beliin hadiah yang spesial untuk kamu. Kita beliin tiket untuk kamu honeymoon selama satu minggu, siapa tau pulang-pulang langsung berbadan dua." Nyonya Gracia malah membalas ucapan Evelyn dengan lawakan.
Ah Tuhan, yang benar saja! Mana mungkin seorang Evelyn bisa berbadan dua? Evelyn saja tidak akan mengizinkan Davit untuk menyentuhnya, sedikit pun.
"Evelyn kan udah bilang kalau Evelyn gak mau hamil duluan, Bu. Evelyn masih ada kontrak sama agensi, masih ada kontrak sama beberapa produk, Evelyn gak mau." Sedikit beralibi Evelyn mengatakan hal demikian, walaupun alasan terbesarnya tentu karena pernikahan kontrak.
"Udah, deh! Kamu diem aja. Tuh pesawat kamu udah dipanggil. Safe flight, ya. Ibu pesen dedek bayi yang lucu." Nyonya Gracia langsung tertawa, seolah meminta oleh-oleh dari honeymoon Evelyn dan Davit. Davit yang menggenggam tangan Evelyn hanya bisa menahan senyum saja.
"Pokoknya bikin yang banyak, ya." Kini giliran Nyonya Camilyn yang menggoda.
"Evelyn sama Davit pamit dulu, ya. Assalamualaikum, Bu, Yah."
"Waalaikumsalam."
***
Evelyn menatap ke jendela yang berada tepat di sebelahnya, awan yang indah membuatnya sedikit terpaku. Sudah lama sekali Evelyn tidak terbang, tidak liburan, karena sibuk bekerja. Syukurlah ada sedikit manfaat dari kado dan pernikahan ini. Evelyn bisa sedikit merilekskan tubuh dan pikirannya.
"Aku akan tau batas. Aku akan tau diri dan aku gak akan pernah lupa sama perjanjian pernikahan kita."
Suara dari sebelah Evelyn hanya dihiraukan begitu saja, ia tak mau menengok apalagi membalasnya sedikit pun. Cukup tersenyum dan girang dalam hati saja. Untungnya Davit mengerti semua keadaannya. Untungnya Davit sudah menandatangani kontrak pernikahan itu. Tak perlu risau, Evelyn.
"Satu tahun lagi kita akan berpisah. Semoga saja kekasihmu mau menerima dirimu. Semoga saja kekasihmu tidak main-main denganmu." Lagi-lagi Davit bersuara, mengungkapkan apa yang ada di hatinya. Davit cukup mengerti dan cukup tahu diri di mana ia diposisikan oleh Evelyn.
"Tenang saja, dia bukan seorang brengsek yang akan meninggalkan aku begitu saja."
***
Evelyn membuka pintu hotel yang dipesankan ibu dan mertuanya untuk honeymoon, ia sudah sampai dan sekarang saatnya berleha-leha. Hotel ini berada di dekat pantai yang sangat indah. Hanya perlu jalan kaki beberapa meter, maka mereka akan menikmati keindahan alam dari pantai tersebut.
Perlu diacungi jempol memang keahlian dari kedua emak-emak tersebut, pintar mencari tempat yang mampu membuat Evelyn tersenyum, serta pintar mencari tempat yang strategis untuk berlibur. Emak-emak memang tak pernah salah dan tak perlu diragukan lagi kepandaiannya.
"Kamu mau mandi dulu? Atau mau istirahat dulu?" tanya Davit saat meletakkan kopernya di dekat sofa.
Evelyn yang sudah merebahkan tubuhnya di kasur pun berpikir sejenak sebelum menjawab. "Istirahat, aku capek. Kamu mandi aja dulu, nanti aku mandi setelah kamu, habis itu kita makan siang di pantai."
"Oke." Davit langsung mengambil baju yang akan ia kenakan, berjalan ke kamar mandi dan langsung melakukan kegiatan tersebut.
Lain halnya dengan Evelyn yang memejamkan matanya, menikmati dinginnya air conditioner dalam kamar ini. Cukup menyejukkan setelah lelahnya perjalanan.
Semakin larut dalam pikirannya sendiri, Evelyn malah tidak menyadari Davit yang tengah telanjang dada keluar dari kamar mandi, tadi pria itu salah mengambil kaos, oleh karena itu terpaksa telanjang dada dan keluar lalu mengambil baju di koper.
Aroma dari tubuh Davit membuat Evelyn tersenyum, aromanya masih tetap sama dari jaman dahulu, dari jaman di mana mereka berpacaran saat kuliah, sampai sekarang, saat mereka sudah menikah. Ah, apa? Menikah? Evelyn masih agak ragu dengan kalimat tersebut. Masih agak ragu dengan statusnya sekarang. Bukankah menikah hanya untuk mereka yang saling menyayangi satu sama lain?
"Aku sudah selesai mandi. Kamu mandi sekarang, kita akan makan siang. Perutku sudah sangat lapar." Davit yang sudah siap dengan pakaian santainya pun duduk di sofa, mengambil laptop untuk bekerja sejenak sambil menunggu Evelyn mandi.
"Hm, baiklah. Lima menit lagi, aku mengantuk sekali."
Melihat Evelyn yang sangat kecapekan membuat Davit mengangguk paham, biarlah Evelyn istirahat sejenak.
***
Evelyn dan Davit bergandengan tangan berjalan keluar dari hotel, mereka akan makan siang di restoran yang ada di pantai sambil menikmati pemandangan yang ada. Niatnya mereka mau berada di luar sampai sunset tiba. Bukankah melihat sunset di pantai adalah salah satu hal yang aesthetic?
"Kamu mau makan apa emang? Seafood aja, kan?" tanya Davit yang menggandeng tangan Evelyn. Mereka berdua terlihat seperti sepasang suami-istri yang memang saling mencintai. Banyak orang yang menganggap mereka menikah atas dasar cinta pastinya, bukan atas dasar perjanjian kontrak lagi.
"Iya, seafood aja."
Cucu Adam dan Hawa itu berjalan beriringan menuju restoran, saat berada di restoran mereka langsung duduk dan mengambil buku menu. Evelyn tampak menimang-nimang mau membeli apa, badannya adalah hal yang paling utama. Diet dan menjaga pola makan itu prinsip semua model pastinya.
"Aku cumi goreng menteganya satu aja deh," pesan Evelyn yang langsung memutuskan. "Kepiting asam manisnya kamu mau gak, Vit? Aku penasaran sih, tapi aku gak bisa abisin sendirian kayaknya."
"Ya udah beli aja, nanti barengan," ujar Davit. "Beli apa lagi? Aku mau cumi saus tiram aja, deh. Kamu udah gitu aja?"
Evelyn membolak-balikkan daftar menu, mencari lagi makanan yang menurutnya enak. "Udang goreng tepung kayaknya enak, deh. Apalagi, ya? Kerang rica-rica juga, deh."
Davit mencatat semua pesanan dengan baik. Sistem restoran ini memang seperti itu, mencatat lalu memanggil pramusaji dan menyerahkan notanya. "Oke, udah?"
"Tambah udang cah cabai ijo deh, aku penasaran. Minumnya aku es teh manis aja, sama air mineral."
"Oke, aku juga sama. Udah, kan? Gak ada tambahan lagi?" tanya ulang Davit yang memastikan.
"Enggak, segitu aja dulu. Kalau nanti kurang tambah lagi. Eh ... kayaknya cah kangkung enak deh, sama jamur tepung, itu sekalian deh."
"Oke." Davit langsung mengangkat tangan. "Mba!" Memanggil mba pramusaji yang berada di dekatnya.
"Pesannya sudah, Mas?" tanya pramusaji dengan ramah.
"Ini ya, Mba." Davit menyerahkan notanya.
"Baik, silakan tunggu sebentar ya, Mas, Mba."