Lampu masih padam, Akmal melihat baterai ponselnya akan habis. "Sabrina cepat keluar, kakak mau lihat keadaan luar dulu. Sabrina ... jangan tidur di kamar mandi. Sabrina ...! Eh bocah lama banget sih di kamar mandinya?" Akmal merasa kesal karena adiknya tak merespon.
Ceklek!
Sabrina merunduk lalu menatap aneh kepada kakaknya. "Enggak usah bercanda seperti itu, Bagaimana kalau kamu kerasukan beneran?"
"Siapa kamu ...."
Pertanyaan Sabrina sambil melangkah menghampiri Akmal. Membuat pria itu tersenyum.
"Dasar." Akmal biasa saja namun tidak dengan Adiba. Adiba yang ketakutan menggenggam erat tangan Akmal. Akmal menatapnya, memandangi wajah ayu sang penarik hati walaupun cahaya lampu tak ada.
'Rencana ku benar-benar berhasil,' ujar Sabrina dalam hati dan masih menunjukkan ekspresi mengerikan.
"Sebenarnya apa sih maumu Rina. Teman Kakak ada yang seperti itu dan akhirnya dia kesurupan beneran, kamu mau kesurupan beneran?" tanya Akmal memandang adiknya tanpa rasa takut.
Sementara dengan Adiba dia merasa ketakutan, dia semakin menggenggam erat tangan Akmal. Dengan ekspresi ketakutan, lalu bernafas cepat.
'Ih. Kenapa Mbak Adiba keadaannya seperti itu? Mana tega aku melanjutkan akting seperti ini?' batin Sabrina bertanya-tanya.
"Jangan main-main lagi!" Akmal bicara dengan nada keras semakin membuat Adiba takut. Raut wajah ketakutan itu membuat Akmal bingung menenangkan dengan cara seperti apa.
Akmal memutuskan untuk menumpukan tangan kirinya ke atas tangan kanan Adiba yang menggenggam nya sangat erat.
"Sabrina jangan main-main," tegur Akmal lagi.
"Maaf ...." Sabrina menyerah untuk memperjuangkan agar Kakaknya bisa jatuh cinta lagi kepada Adiba.
"Diba ... jangan takut. Allah ada bersama kita." Akmal menatapnya sendu, melihat sang kakak menatap hanyut kepada Adiba. Membuat Sabrina sangat yakin jika kakaknya memang masih memiliki perasaan walaupun secuil.
'Kalau cinta jalani saja? Lagian aku sama sekali tidak setuju jika Kakak menikah dengan wanita itu. Semoga Allah memilih kan hati kakak untuk Adiba. Aamiin ya robbal alamin,' pinta Sabrina dalam hati.
Akmal lalu menatap adiknya dengan pandangan horor. Sabrina ketakutan dengan merunduk. Napas Adiba tiba-tiba memburu membuat Akmal lalu fokus kepada Adiba. Sabrina ikutan panik dan segera mengambil air putih.
Akmal kembali menatap adiknya dengan penuh kekesalan. Sabrina merasa takut, berani melihat wajah kakaknya.
"Itu sangat ceroboh, jangan mainan itu lagi!" Akmal berdiri dan terus menggenggam erat tangan Adiba. Hembusan napas yang sangat berat terus keluar dengan cepat. "Adiba lihat aku. Lihat aku." Akmal seperti memberikan ketenangan tersendiri untuk Adiba.
"Sekarang minum dengan bismillah." Aku mau memberikan segelas air di depan mulut Adiba sambil terus membelai kepalanya. Adiba mengatur nafasnya secara perlahan. "Dan kamu Sabrina. Cepat bawa Handphone mu kemari dan nyalakan senter nya. Lihat keadaan Adiba," pinta Akmal dengan tegas.
Sabrina merasa sangat bersalah, dia bergegas keluar dari kamar Adiba. Suara hujan semakin deras, suasana semakin dingin.
Tubuh Adiba bergetar, Akmal melepas genggaman tangan Adiba, kemudian melingkarkan selimut.
'Terima kasih ya Allah Engkau telah mendatangkan seseorang yang sangat berarti. Pelantara penenang jiwa, telah Engkau kirimkan untuk hamba. Hamba yang sulit menerima takdir, hamba yang marah kepada Engkau. Ampuni hamba yang lupa jika Engkau maha segala-galanya. Ampuni hamba yang khilaf dan penuh dosa.' Air mata penyesalan akan tingkahnya kembali berlinang.
Akmal memperhatikan Adiba ketika Adiba menjatuhkan bulir bening dari kelopak matanya. Akmal lalu duduk di sampingnya.
"Jangan menangis, Allah tidak suka hambanya bersedih. Apa kau ingin dengar nasehat Allah?" tanya Akmal, Adiba menatap lalu mengangguk.
"Dalam surah At-Taubah ayat 40, "Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita melalui dukungan dan pertolongan-Nya." Ayat tersebut turun ketika Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi di dalam gua Tsur dan mengatakan hal tersebut kepada sahabatnya."
"La_gi," pinta Adiba dengan terbata.
Akmal tersenyum. "Allah menjanjikan bahwa di setiap kesulitan terdapat kemudahan. Sebagaimana dalam surah Al-Insyirah ayat 6, "Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." Lagi?" tanya Akmal, Adiba meraih tangan Akmal dan mengangguk. "Benar saja, mungkin kita merasa bahwa masalah tersebut terlalu berat untuk kita, namun yang paling mengerti batas kesanggupan hambanya hanyalah Allah Swt. Ini keterangan dari ayat 286 dari surah Al-Baqarah, "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
Akmal merasa haus dia meneguk air putih bekas Adiba. Adiba memandanginya.
"Ehkm. Adiba. Percayalah, di setiap masalah pasti terdapat solusi. Sebagaimana dalam surah At-Talaq ayat 2, "Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." Janganlah berputus asa, sebab Allah menjajikan di jalan keluar bahkan di setiap kesempitan. Dalam surah Ar-Ra'd ayat 28 disebutkan bahwa, "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." Yang aku lakukan, dan berusaha istiqomah, ketika aku merasa gusar dan gelisah, aku mencoba untuk mengambil wudu dan berzikir, salah satu cara untuk mengingat Allah. Jadi ...."
"Dosaku bes_ar."
"Dengar ini Allah itu mencintai hamba tanpa syarat. Mencintai hamba dengan sejati. Mencintai hamba dengan sangat istimewa. Kau ingin dengar menurut hujjatul Islam yaitu Imam Al Ghazali.Tangga pertama dalam perjalanan menuju Allah SWT atau al-tawbah ashl kulli maqam, Tanpa taubat, manusia tidak bisa mendapatkan akses menuju ke jalan atau orbit Tuhan.
Menurut Ghazali, taubat melibatkan tiga aspek sekaligus, yaitu aspek pengetahuan manusia atau kognisi, aspek sikap mental atau afeksi, dan aspek perbuatan atau behavioral.
Aspek tadi, pengetahuan dalam arti kesadaran manusia tentang bahaya dan akibat-akibat buruk dari perbuatan dosa, akan memengaruhi sikap, dan selanjutnya memengaruhi prilaku dan perbuatannya.
Bagi Imam Al Ghazali, taubat yang baik adalah taubat yang memenuhi tiga kriteria. Pertama, meninggalkan dosa-dosa atau al-iqla' an al-dzunub. Kedua, berjanji tidak mengulangi atau al-azm an la ya'uda. Ketiga, menyesali diri atas dosa-dosa yang diperbuat dan atas hilangnya kesempatan dan peluang baik secara sia-sia atau al-nadam 'ala ma fata. Jadi ... jika sudah menyesal dan sudah ihktiar untuk membenahinya, sudah takut kepada Allah, itu cukup, kita takut kepada Allah dan hati kita yang mengatakan segalanya, jangan berlarut-larut dalam kesedihan, usahakan memasrahkan segalanya kepada Allah. Allah menerima atau tidak, kita tetap iktiar, berusaha menjadi orang baik bukan yang terbaik. Dan ingat Adiba, jangan memikirkan pendapat orang yang membuatmu lemah, pikirkan pendapat orang yang bisa membuatmu lebih baik, karena Allah cukup tahu hatimu. Allah yang menilai setiap hati insan. Jadi ... taubat tertanam dari diri ke hati, lalu mendekatkan diri kepada sang Ilahi. Percaya Allah Maha pengampun dan penyayang."
Adiba merasa tenang. "Ja_di jangan sedi_h-sedih?"
"Ya, takut sewajarnya. Menangis saat waktu sendiri ketika menghadap kepadaNya. Takutnya kalau berlebihan dalam kesedihan, dan takut dosanya tidak diampuni, lalu setan masuk dan terus membisiki yang tidak-tidak hingga kita berpikir negatif kepadaNya. Nau'dubillah ... dan kita terperangkap oleh hasutan malah bahaya. Jadi cukup lakukan tadi, kata Imam Al Ghazali, sudah termasuk syarat."
Bersambung.