"I-bu Pe-ri, ja-ngan per-gi." ucap Ziel dengan kalimat yang terpotong. Membuat Mayang yang dipeluknya merasa tersentuh. Didekap dengan hangat oleh seorang anak kecil yang memperhatikannya.
"Beginikah rasanya jika aku memeluk anakku?" bathin Mayang bersuara. Perasaan senang dan haru menyatu. Belum pernah Mayang merasakan pelukan seperti ini selama hidupnya.
"Ziel mencari kamu setelah dia terbangun. Aku sudah menunjukkan catatan yang kamu tulis, tapi sepertinya itu saja masih belum cukup. Dan sekarang, seperti yang terlihat. Dia ingin bersama kamu." Bian membuka suaranya, menjelaskan maksud kedatangan mereka.
"Si kecil mencariku? Untuk apa?" Mayang terlihat bingung sambil mengelus kepala Ziel yang tenang di pelukannya.
"Aku tidak tahu, coba kamu tanyakan sendiri," Bian melemparkan pertanyaan Mayang kembali. "Dan maaf, bila malam-malam begini, kami menganggu istirahatmu. Setelah Ziel cukup tenang, kami akan segera pergi. Jadi, aku harap kamu bisa memakluminya." tambahnya lagi.
Si kecil Ziel yang mendengar sang Daddy mengucapkan kalimat 'pergi' langsung menoleh ke wajah Bian dengan tatapan protes, kemudian kembali memeluk Mayang lebih erat.
"Hei Anak Emas, tidak boleh seperti itu kepada orang tua. Kalau kamu mau, kamu boleh tinggal lebih lama malam ini." ucapan Mayang membuat Ziel memandang wajah Mayang seraya memastikan, apakah Mayang sungguh-sungguh mengatakan itu.
Senyumnya mengembang saat melihat Mayang yang membalas senyumnya dengan menganggukkan kepala lalu mencium dahi Ziel dan kembali memeluknya.
Beberapa detik kemudian, terdengar suara aneh khas perut yang sedang lapar berasal dari perut si kecil. Mayang langsung melepaskan pelukan mereka dan menanyai Ziel kembali.
"Kamu lapar? Apa kamu belum makan malam?" tanya Mayang pada si kecil, namun tidak satupun ekspresi yang diterimanya. Langsung Mayang mengedarkan pandangan ke Bian.
"Dia tidak mau makan. Sudah aku jelaskan padamu tadi. mulai dia bangun tidur, Ziel terus murung sampai sebelum bertemu dengan kamu." terang Bian lagi.
"Kenapa seperti ini? Kamu akan sakit lagi kalau tidak makan. Ayo, sekarang mari kita makan. Kebetulan aku memasak agak banyak malam ini. Dan aku bingung bagaimana aku menghabiskannya. Dan malam ini kamu jadi pahlawan kecilku lagi, jadi aku tidak harus membuang-buang makanan, bukan? Terima kasih, Sayang! Ayo sekarang kita makan!" Mayang mengajak si kecil ke meja makan. Dengan bahasa yang lembut dan penuh pujian. Membuat si kecil Ziel semakin menyayanginya. Tak lupa, Mayang juga mempersilahkan Bian untuk bergabung bersama mereka.
Bian yang melihat kedekatan Mayang dengan Ziel semakin yakin, kalau Mayang adalah wanita yang baik tanpa menyembunyikan maksud tertentu. Ketulusan Mayang menyayangi Ziel, dapat terlihat dari senyum yang tanpa dibuat-buat pada wajahnya.
Senyum yang indah di wajah cantik alami, yang walaupun tanpa riasan, kecantikannya sudah terpancar. Jantung Bian kembali berdetak lebih kencang. Dekat dan bicara seperti ini, membuatnya merasa nyaman. Entah kenapa, Mayang membuatnya teringat pada wanita di masa lalunya yang masih saja samar, walaupun Bian sudah berusaha mengingatnya.
***
Mayang membawa makanan di dari dapur kecilnya, ke meja makan. Sup sayur, ayam goreng saus asam manis dan tumis daging pedas, tersaji di atas meja makan, dengan nasi hangat yang baru saja matang.
"Tuan Bian, maaf ya. Aku tidak bisa menyambut kedatangan anda di rumahku dengan baik. Dan hanya makanan ini yang bisa aku suguhkan untuk kalian. Semoga kalian menyukainya." ucap Mayang segan, karena hanya seperti inilah suguhan yang bisa diberikannya untuk menyambut seorang Biantara Heldana.
"Tidak apa-apa. Aku sangat berterima kasih karena telah disambut dengan hangat, walau Ziel-lah yang sebenarnya merepotkan Nona. Seharusnya aku yang membawakan sesuatu ketika bertamu ke sini. Aku minta maaf dengan ketidak sopanan kami." Bian sedikit menundukkan kepala pada Mayang, bermaksud berterima kasih dan meminta maaf karena telah mengganggu kenyamanan Mayang.
Selesai bermaaf-maafan, Mayang beranjak mengambilkan nasi di piring dan menyediakan makanan yang lainnya untuk kedua laki-laki berbeda generasi ini. Mayang terlihat begitu cekatan melayani Bian dan Ziel. Hingga membuat Bian semakin menarik senyumnya, merasakan kekaguman pada wanita muda yang begitu mempesonanya.
"Tuan Bian, silahkan dicicipi makanannya. Maaf kalau rasanya sangat berbeda dan jauh dari standart masakan koki di rumah Tuan." Mayang mempersilahkan Bian untuk menikmati masakan yang Mayang buat.
Perlahan, Bian mengecap rasa makanan yang ada di sendoknya. Kunyahannya terhenti, saat melihat Mayang dengan serius memandangnya, seakan bertanya tentang penilaian Bian pada rasa masakannya.
"Enak!" satu kalimat Bian dengan senyum dari bibir tipisnya, membuat perasaan Mayang melayang. Dengan cepat Mayang mengalihkan pandangannya ke si kecil Ziel, berusaha menutupi pipi merahnya karena malu.
"Apa yang kurasakan ini? Kenapa melihat senyumnya saja, membuatku salah tingkah begini? Sepertinya ada yang tidak beres di kepalaku." keluhnya dalam hati.
"Kalau boleh tahu, makanan sebanyak ini dibuat untuk apa? Kalau hanya sendiri, kenapa memasak banyak sekali?" Bian mulai bicara lagi.
"Hmm, aku mau merayakan kelulusanku tadi siang. Aku lolos audisi di iklan sabun terbaru di Wing Entertaiment. Biasanya ketika aku senang nafsu makanku menjadi besar, jadi aku memasak agak banyak, tidak kusangka hasilnya akan sebanyak ini." Jawab Mayang dengan ceria, menutupi rasa cemas karena merasa dicurigai. Tapi memang benar, kalau ia memasak banyak untuk merayakan keberhasilannya dengan anak buahnya.
"Selamat! Selamat atas lolos audisinya, selamat bergabung di Wing Entertaiment. Mari bersulang!" Bian mengucapkan selamat pada Mayang dan mengajaknya bersulang dengan mengangkat gelas di tangannya ke hadapan Mayang.
Sejenak terpaku bingung, karena ia tidak menyangka ucapan selamat dan ajakan bersulang untuknya yang pertama kali, berasal dari seorang Biantara Heldana. Ceo besar yang akan menjadi bos besarnya setelah ini.
Mayang ikut mengangkat tangan yang memegang gelas, membenturkan lembut dengan gelas Bian hingga berdenting. Mereka bersulang tanpa mengabaikan gelas si kecil Ziel yang juga hendak ikut bersulang.
Sementara di luar gedung apartement sederhana milik Mayang. Di sebuah bangku panjang yang ada di pelataran taman bagian depan gedung. Total ada lima orang laki-laki yang berkumpul. Mark, Ben, dan Rick duduk di bangku tersebut. Dan dua orang lainnya, yang merupakan anak buah Mark berdiri di depan mereka. Masing-masing dari mereka memegang sebuah kaleng minuman bersoda di tangan.
Suara perut Rick yang terus saja terdengar, menganggu pendengaran dan obrolan di antara mereka.
"Rick, can you stop that sound of your stomach? It's so annoying!" gerutu Ben pada Rick yang terlihat santai, walau suara perutnya terdengar bersahut-sahutan.
"Then what should I do? I'm very hungry. You are lucky because you help the Boss in the kitchen, so you can taste a lot of food. And me? I just eat dust." Rick menggerutu karena sangat lapar. Dan membandingkan pekerjaannya yang membersihkan ruangan, sementara dua temannya bisa mencicipi banyak makanan karena membantu Bos mereka di dapur.
"Who told you to choose to clean the room? Enjoy your choice now!" Mark ikut menertawakan Rick atas pilihannya sendiri, yang lebih memilih membersihkan ruangan dari pada membantu di dapur.
Lima orang laki-laki di sana tertawa bersama. Sembari menghilangkan jenuh saat menunggu tamu Bos mereka pergi dari sana.