"Terima kasih, Tuan. Aku tidak menyangka akan mendapatkan ucapan terima kasih dari seorang Ceo besar seperti anda. Terlebih, anda adalah Bos besar di tempat saya bekerja besok. Saya begitu sungkan." ucap Mayang sambil memancarkan senyuman yang tulus dari lubuk hatinya yang paling dalam.
Bian yang memandang Mayang sejenak, langsung memalingkan pandangannya ke arah lain. Jantungnya kembali berdetak lebih kencang saat ini. Syukurlah dering ponsel di saku menyelamatkan wajahnya yang sudah memerah karena Mayang. Ia beranjak mengangkat telpon menuju beranda tempat anak buah Mayang keluar tadi.
Sementara Mayang, mencoba berbincang dengan si kecil Ziel.
"Hai, Little Hero, apa masakanku enak? Apa terlalu pedas atau bagaimana? Katakanlah, supaya aku tahu, harus menambahkan apa ketika aku memasak makanan ini lagi di hari lainnya." Tanya Mayang ramah, namun hanya senyuman yang Mayang terima sebagai tanggapan si kecil Ziel.
"Kenapa kamu diam saja, hey?" Mayang mulai menggoda si kecil untuk mau bicara, jadi Mayang menggelitiki pinggang si kecil, yang kemudian membuat Ziel tertawa. Hanya tertawa dan belum juga bicara.
"Bukankah kamu bicara, Sayang? Ayolah, kamu akan terlihat semakin tampan, bila kamu bisa mengekspresikan apa yang kamu mau dan apa yang kamu pikirkan dengan bicara," Mayang mencoba menjelaskan, hanya anggukan yang ia terima.
"Aishh, baiklah. Aku menyerah. Silahkan kalau kamu hanya mau tersenyum dan tidak mau bicara, lagipula senyummu begitu menawan dan wajah ini juga semakin tampan. Jadilah anak yang baik, ya!" Mayang selesai, ia menyerah membuat si kecil Ziel bicara. Padahal ia tahu, kalau anak itu bisa mengeluarkan suaranya.
Mayang melihat pada jam dinding yang menunjukkan malam telah larut. Dan itu artinya sebentar lagi tamunya akan beranjak dari rumahnya ini.
Tiga puluh menit…
Enam puluh menit…
Sudah cukup! Ini sudah dua jam setelah mereka selesai makan, dan tamunya juga belum terlihat akan berpamitan. Dan seperti yang terlihat, mereka berdua saling diam dengan minuman dan makanan yang sedikit demi sedikit lenyap.
"Apa mereka mengulur waktu? Ah, tidak! Tidak mungkin, untuk apa mereka ingin berlama-lama di sini? Kami belum begitu akrab saat ini." tanya Mayang dalam bathinnya, "Tapi tunggu, bisa saja mereka mengulur waktu karena si kecil, ingin lebih lama bersamaku. Itu tidak masalah. Tapi bila ini adalah ide Biantara…" Mayang melirik aneh pada Bian yang dengan tenang menyesap botol soda di tangannya.
Mayang memikirkan kalimat apa yang akan ia ucapkan untuk menanyakan maksud mereka berlama-lama di sini. Tanpa harus menyinggung dan membuat mereka terasa terusir. Tapi apa itu sopan? Ya, itulah yang sulit. Dan berbasa-basi bukanlah keahlian Mayang.
"Emmm, maaf Tuan Bian, sepertinya ini sudah larut sekali untuk si kecil. Dan kondisinya belum pulih benar. Aku takut kalau dia terlalu lelah dan kedinginan terkena angin malam seperti ini, si kecil akan kembali sakit." Mayang dengan ragu mengucapkan kalimatnya.
Nampak Bian terdiam tanpa ekspresi di wajahnya, seakan tengah memikirkan sesuatu. Dan beberapa detik kemudian, ia bergerak, beranjak dari kursinya lalu berdiri tegak menghadap Mayang dan menolehkan pandangan ke si kecil Ziel.
"Ziel, ayo kita pulang. Kamu dengar bukan, Nona Mayang memperhatikan kesehatan kamu, menurutlah." ucap Bian tenang pada Ziel. Namun, si kecil terlihat enggan mendengar. Tidak beranjak sedikitpun dari kursi makannya, dan malah menundukkan kepala.
Mayang yang melihatnya merasa tidak enak. Dia hanya anak kecil yang ingin disayang. Sepertinya Mayang akan mengubah pendapatnya kali ini.
"Tuan Bian, maaf bila saya lancang. Biarkan si kecil tinggal bersama saya malam ini. Sepertinya dia enggan pulang. Kasihan bila dipaksa. Lagipula dia anak manis dan tidak merepotkan," ucap Mayang lugas pada Bian dan setelahnya mengarahkan wajah ke si kecil.
"Kamu mau tidur bersamaku malam ini?" tanya Mayang yang lalu dijawab anggukan si kecil. "Okay, sepertinya kamu akan menjadi pahlawan kecilku lagi, karena malam ini aku membutuhkan teman tidur untuk membangunkanku besok pagi. Kamu mau?" dengan senyum selebar mungkin, Ziel memeluk Mayang.
Sementara lelaki dewasa yang sedang memandang interaksi mereka berdua ini, tersipu malu. Dengan wajah yang cantik dan menggemaskan, Mayang bercanda dengan Ziel di hadapannya. Entah apa rasa yang menggelitik hatinya ini, yang jelas ia menyukainya.
Mayang yang sejenak mengalihkan perhatiannya, kembali teringat kalau ada seorang lagi yang memperhatikannya. Ya, Biantara sedang diam seperti menunggu tanggapan seseorang.
"Apa Tuan tidak keberatan?" tanya Mayang singkat.
"Tentu saja tidak. Lagipula sepertinya tempat tidurmu cukup lebar untuk dipakai dua orang dewasa dan satu anak kecil." ucap Bian sambil mengedarkan pandangan ke sebuah tempat tidur cukup besar yang terlihat jelas karena hanya bersekat rak hias sebagai pembatas ruangan.
Agak aneh saat melihat bentuk ruangan ini. Luas namun tidak ada ruangan yang tertutup kecuali kamar mandi. Setiap ruangan hanya dibatasi dengan rak hias yang ditata rapi, sehingga menjadikan dekorasi rumah ini terlihat elegan. Masih sangat wajar untuk sebuah apartemen mini yang dihuni seorang berstatus lajang.
Mayang membulatkan matanya, "Apa maksudnya kami tidur seranjang? Apa dia bercanda? Dasar gila. Kukira terlalu kaya juga bisa membuat orang jadi tidak waras." cibirnya dalam hati. Seakan tidak percaya dengan hal yang baru saja ia dengar.
"Kenapa wajah anda seperti itu? Aku hanya bercanda, tolong jangan anggap serius." dengan senyum yang elegan, Bian tidak seperti orang yang merasa bersalah.
"Bercanda katanya? Orang macam apa yang bercanda dengan wajah datarnya tadi? Oh, Tuhan aku sungguh tidak faham kenapa ada orang seperti dia di rumahku." Mayang kembali mengumpat dalam hati, namun di wajahnya masih seakan memaksa senyuman.
"Tidak apa-apa. Aku bisa tidur di sofa, kalian tidur saja di ranjangku. Dan jangan sungkan." ucap Mayang berbasa-basi, walau ia merasa lidahnya kelu saat mengatakannya.
"Tidak, aku saja yang tidur di sofa. Kamu temani Ziel saja di tempat tidur." jawab Bian tanpa nada keberatan.
"Baiklah, aku akan mencari baju ganti untuk Tuan. Sepertinya tidak nyaman tidur dengan stelan jas lengkap seperti itu," Mayang berbalik badan menuju lemari pakaiannya. Ia ingat kalau ada beberapa pakaian Mark dan lainnya di dalam lemarinya.
Bian menyerngitkan pandangan saat Mayang menghampirinya dengan sepasang pakaian santai. Bukan karena pakaiannya yang terlihat biasa, tapi lebih kepada pertanyaan, pakaian milik siapa itu? Apa milik kekasihya?
"Tuan, maaf kalau tidak sopan, aku hanya punya pakaian ini untuk tuan pakai. Aku rasa ukurannya sesuai dengan anda," ucap Mayang. namun, melihat ekspresi Bian yang sedikit aneh, Mayang kembali menjelaskan.
"Ini milikku dan hanya beberapa kali aku pakai, karena terkadang aku ingin memakai pakaian longgar." Dan benar, ucapan Mayang kali ini membuat raut wajah Bian berubah, lalu mengambil pakaian itu menuju kamar mandi.
"Apa maksud wajahnya tadi? Baju saja ia curigai, dasar manusia aneh!" umpatnya pelan.