Guncangan di tubuh Mayang dan suara ponselnya yang berbunyi, mau tidak mau membuatnya bangkit terduduk di atas ranjangnya tanpa membuka mata sekalipun.
"Siapa yang kepalanya akan jadi bola hari ini?" ucap Mayang setengah sadar dengan mata tertutup.
Guncangan di tubuhnya terhenti namun suara ponselnya tidak ikut padam juga. Dengan malas, Mayang bergeser sedikit dari posisinya dan mengulurkan tangannya, berusaha meraba apa yang ia cari.
Seakan terarah, tangannya mendapatkan ponsel yang terus berdering di atas meja kecil di samping ranjangnya, yang merupakan sumber incaran Mayang yang masih terpejam. Dengan sembarangan tekan, langsung Mayang menempelkan ponsel tersebut di telinganya.
"Siapapun kalian, apa kalian sudah bosan hidup, hah? Aku belum puas tidur!" bentak Mayang pada orang di seberang panggilan, yang ia tahu pasti salah satu dari anak buahnya.
"Bos, aku tidak bisa mengantar Bos ke lokasi syuting pagi ini," jawab si penelpon yang sepertinya itu Mark. Mendengar Mark mengucapkan kata 'lokasi syuting' Mayang langsung membuka matanya.
Saat membuka matanya, Mayang langsung dikagetkan dengan dua laki-laki tampan berbeda usia sedang memperhatikannya dari sofa di seberang sisi ruangan.
Sungguh malu rasanya Mayang yang terbangun dengan keadaan kacau seperti itu dan juga menjadi tontonan tamunya tersebut. Dengan segera Mayang kembali fokus pada panggilan Mark.
"Baik Pak Supir, boleh aku tahu alasan Bapak tidak menjemputku pagi ini?" tanya Mayang sambil berakting agar kelihatan percakapan mereka alami.
"Tadi malam aku mendapatkan panggilan dari Bos Lion. Katanya ada teman dari kliennya di negara ini yang memerlukan jasa kita. Jadi pagi ini kami akan memastikan orang-orang tersebut dan apa keinginan mereka, sebelum Bos menemui orang-orang itu. Nanti aku hubungi Bos lagi," ucap Mark serius. Namun, Mayang menjawabnya dengan ekspresi yang manis.
"Baik Pak, terima kasih informasinya, semoga istri Bapak lekas sehat, ya!" jawab Mayang sebelum menutup sambungan telpon tersebut. Matanya langsung beredar ke dua lelaki yang sedari tadi memandangnya.
"Kalian sudah bangun? Kalian juga sudah bersiap? Kenapa tidak membangunkanku?" tanya Mayang dengan senyum memalu.
"Sudah dari satu jam yang lalu kami duduk di sini. Tapi kami tidak ingin mengganggu tidur Nona. Dan saat ponsel itu berdering, Ziel mencoba membangunkanmu dan langsung kembali duduk di sini, karena dia takut kepalanya akan jadi bola," ucap Bian tenang sambil tersenyum dan mengelus kepala si kecil Ziel.
Mayang refleks menutup mulutnya, "Sial, untung saja aku tidak kelepasan. Haish! Kenapa aku selau tidur seperti babi malas begini? Syukurlah tidak terjadi apapun pada anak itu," gerutunya dalam hati.
"Maafkan aku Little Hero, aku tidak sadar mengucapkannya. Apa kamu jadi takut?" Mayang mendekati si kecil dengan menyatukan tangan. Si kecil Ziel dengan kelucuannya tersenyum lebar sambil menggeleng pelan.
"Anak pintar! Okey, sebagai permintaan maafku karena kalian sudah melihat kekonyolan di pagi hari, aku akan menyiapkan sarapan, tapi yang akan kubuat hanya makanan sederhana, apa kalian tidak keberatan?" tanya Mayang pada keduanya.
Entah karena hubungan darah, atau karena perasaan mereka sudah kompak satu sama lain, tanpa aba-aba, keduanya menaik-turunkan bahu mereka sambil tersenyum dengan alis yang ikut dinaik-turunkan.
"Okay!" ucap Mayang sambil berbalik dan terkekeh.
***
Bian dan Ziel baru saja selesai menyantap roti sandwitch panggang yang dibuat Mayang dengan tenang. Mereka bertiga saling berpandangan, saat Mayang keluar dari kamar mandi dengan dress panjang selutut berwarna dasar hitam dengan corak bunga kecil berwarna putih. Dibalut dengan jaket katun putih sehingga kontras dengan bunga kecil tersebut.
Bian tanpa mengedipkan matanya, memandang kecantikan Mayang yang langsung membuatnya terpesona. Rambut lurus Mayang yang dibiarkan terurai karena masih sedikit basah dan warna pink cerry mewarnai bibir tipis tersebut, membuat Mayang semakin seksi di mata Bian.
Kembali berdesir darah Bian sampai-sampai ia tidak sadar kalau Mayang sudah ada dan duduk di kursi sampingnya. Mayang sadar kalau dirinya sedang diperhatikan seksama oleh Bian, membuatnya juga jadi salah tingkah.
"Mmm, maaf Tuan Bian. Bukannya aku ingin mengusir Tuan dan si kecil dari sini. Tapi pagi ini adalah hari pertamaku bekerja di Wing Corp, dan aku tidak ingin menimbulkan kesan buruk karena terlambat. Jadi…" Mayang membuka suaranya untuk menyadarkan Bian dari lamunannya, namun ia juga merasa sungkan untuk menyuruh mereka pulang.
"Aku mengerti. Ziel, ayo kita pulang, Nona Mayang akan berangkat kerja dan Daddy juga akan ke kantor," ucap Bian pada Ziel setelah pikirannya kembali normal.
Dengan kepala yang tertunduk, Ziel si kecil perlahan bangkit dan berjalan sekejap menuju Mayang. Ekspresi yang ditunjukkannya sungguh membuat Mayang tidak enak hati. Karena sudah membuat hati si kecil sedih.
Ziel memeluk Mayang erat, seolah berpamitan dan mengucapkan terima kasih, Mayang juga membalasnya dengan pelukan lembut penuh kasih sayang. Sangat jelas di mata Bian, kalau anaknya tidak rela berpisah dengan Mayang.
"Nona Mayang, bisakah kami memberikan anda tumpangan sampai ke Wing? Tadi aku mendengar supir taksi langgananmu tidak bisa menjemput pagi ini, apa aku benar?" tanya Bian tenang dan kemudian tersenyum pada Ziel yang juga membalas senyumnya.
Mayang menggigit kecil bibir bawahnya, seakan ragu untuk menjawab. Tapi setelah ia melihat angka di jam tangannya, Mayang menanggukkan kepalanya dan membalasnya dengan senyuman canggung, " Baik Tuan, terima kasih, maaf telah merepotkan kalian," ucap Mayang segan.
***
Sepanjang jalan Bian melihat interaksi Mayang dan Ziel. Sungguh teduh hatinya merasakan kebahagiaan yang terpancar di wajah putranya. Mungkin saja hari-hari si kecil akan selalu ceria ketika Mayang selalu ada bersamanya.
Pikirannya terganggu saat terasa laju kendaraannya tidak stabil dan tersendat-sendat. Sorot matanya menyisir sekeliling luar mobil dan melihat banyak sekali kerumunan orang yang berdiri menutup jalan masuk ke area gedung Wing.
"Ada apa?" tanya Bian singkat pada supirnya.
"Saya tidak tahu, Tuan. Sebentar saya cari infonya dulu," jawab Pak Supir yang langsung mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Dan beberapa saat kemudian, sang supir melaporkan situasinya.
"Tuan, keramaian orang-orang ini disebabkan karena ada aktor luar yang cukup populer datang hari ini. Sebentar lagi keamanan dari dalam akan membuka jalan untuk kita masuk," terang Pak Supir.
"Tidak tidak tidak Tuan, aku turun di sini saja. Jangan repot-repot, dan Tuan Bian silahkan melanjutkan perjalanan anda," Mayang dengan cepat menolak rencana Bian.
"Akan lebih heboh lagi, kalau mobil Tuan masuk ke sana dan menurunkanku di depan orang banyak. Aku tidak mau orang-orang berfikiran kalau kita memiliki hubungan. Maksudku, siapa aku yang turun dari mobil Ceo besar seperti Tuan. Aku harap Tuan jangan banyak berpikiran macam-macam karena aku menolak tawaran Tuan Bian," Mayang mengutarakan alasannya.
"Baik, terserah Nona saja," jawab Bian singkat.
"Pahlawan kecilku yang manis, kita berpisah di sini, ya! Jadilah anak baik, dan selalu tersenyum. Sampai jumpa dan terima kasih," ucap Mayang pada Ziel dengan lembut dan tanpa lupa memberinya tiga kecupan kecil di kedua pipi dan dahinya agar Ziel senang. Dan ya, Ziel terlihat tersenyum bahagia.
Sementara Bian terlihat iri dengan memandang Mayang yang mencium Ziel lebih dari sekali.
"Terima kasih Tuan Bian atas tumpangannya, doakan hari ini sempurna, ya!" Mayang berterima kasih dengan girang.
"Ya, semoga harimu menyenangkan. Dan apa Nona tidak melupakan sesuatu?" tanya Bian yang langsung membuat Mayang kebingungan. Ia memeriksa penampilannya yang sudah terlihat baik.
"Apa yang aku lupakan?" tanya Mayang lagi.
"Kamu tidak tahu? Bahkan Ziel mendapat tiga sekaligus," tanpa malu Bian mengatakannya. Mayang langsung terperangah mendengarnya.
"Haishhh! Dia benar-benar sudah gila!" gerutu Mayang dalam hati.